Jangan Persempit Definisi Rezeki

Rezeki kita terasa mampet? Itu boleh jadi akibat definisi rezeki yang cupet! Begitulah kira-kira maksud sebuah kalimat yang dibagikan seorang anggota grup WA yang juga saya ikuti. Bahwa hidup kita akan sempit kalau kita mengukur rezeki hanya dari materi belaka. Sungguh pengertian yang sempit!

Betul, oh, memang betul. Saya sendiri kerap mengerucutkan definisi rezeki pada diterimanya uang atau transfer dana melalui rekening bank. Rezeki rasanya hanya berkutat pada angka nominal atau hal-hal yang bernilai duit saja.

image

Walhasil, saat uang tak kunjung hadir, ketika honor tak juga cair, atau sewaktu gagal memenangkan lomba, hati pun ciut. Jiwa terguncang lantaran peluang mendapatkan uang mendadak terbang. Saya girang sekali kalau ada orang atau teman mendekat lalu menawarkan sesuatu berbau rupiah. Namun agak lesu tatkala perjumpaan hanya berisi obrolan. Hati kecut bila hari-hari berjalan tanpa transferan.

Harga oksigen

Semua berubah saat Bumi si bungsu harus diopname pertengahan tahun lalu. Karena HB-nya turun drastis bahkan melewati ambang minimal, maka oksigen berkurang sehingga pernapasan harus disuplai melalui tabung oksigen. Jantung berdetak cepat sehingga harus dipasangkan alat ECG. Selang berseliweran. Bunyi mesin detektor di ruang HCU seolah jarum yang mengiris gendang telinga.

Saat itulah baru kutahu berapa biaya oksigen per hari untuk anak kami agar ia bisa bernapas normal kembali. Belum obat-obatan yang rutin dipasok ke dalam tubuh mungilnya.

Bukan, bukan hilangnya banyak uang yang kusesali. Bukan gagalnya liburan yang kami ratapi. Saya tersentak hingga kini bahwa kami sering banget lalai terhadap nikmat nonmateri. Betapa picik menganggap rezeki hanya sebatas uang belaka. Sementara oksigen yang berlimpah setiap hari, langkah kaki dan gerak tangan untuk apa saja tak pernah saya anggap sebagai anugerah yang perlu disyukuri. Buktinya, saya hepi kalo dapet piti doang!

Kakek yang menangis

Jadi teringat kisah seorang kakek yang mengalami sakit mata sebelah dan berkonsultasi dengan dokter. Dokter mengabarkan bahwa matanya harus dioperasi dengan biaya ratusan juta rupiah. Si kakek menangis, pecah tak terkendali.

“Bila Bapak keberatan, biayanya bisa kami kurangi,” ujar dokter coba menenangkan.

Dalam tangis yang tertahan, si kakek menjawab, “Bukan, bukan itu yang saya tangisi. Sudah puluhan tahun Allah memberi nikmat penglihatan kepada saya, tapi Dia tak sepeser pun meminta biaya. Bagaimana jika harus kubayar juga semua nikmat itu, selama itu?”

Dokter ikut menangis. Nikmat mana lagi yang saya dustakan? Masih banyak. Anugerah berupa anak, kesehatan panca indera, tetangga yang baik hati, teman-teman yang penyayang, orangtua pengasih, panas terik saat menjemur baju, hujan turun sehingga kita gagal keluar dan bebas dari kecelakaan di jalan, bisa baca buku, akses Internet dan masih banyak lagi…. 😥

Memang banyak yang kita inginkan dalam hidup, memang banyak hal yang mungkin belum kita capai, tapi percayalah masih jauh lebih banyak pemberian yang sudah kita nikmati, entah kita minta atau tidak, kita sadari atau tidak.

Agar hidup makmur, kita cukup bersyukur. Agar hati lega, lihatlah orang lain yang lebih menderita. Agar rezeki lapang, perbanyaklah istigfar dan berbagi tanpa perhitungan.

10 Comments

  1. Reminder banget kang, terkadang memang kita sempit banget cuman liat definisi rezeki berupa uang padahal lebih dari itu y kang. Nice cerita ttg kakek menangisnya 🙂

    Like

  2. Saya pernah membaca sebuah hadist yang menyatakan “Semakin banyak bersyukur semakin banyak rezeki yang diberikan Tuhan ”

    Akan tetapi banyak orang yang lupa caranya bersyukur sehingga hanya keluh kesah yang dikedepankan.

    Artikel dalam blog ini jadi pengingat saya untuk mensyukuri nikmat dan rezeki ALLAH yang telah diberikan selama ini

    Like

Tinggalkan jejak