Jujur: Dari Ikan Asin Hingga Biji Cabai

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘jujur’ diartikan dengan “lurus hati, tidak berbohong, tidak curang dan tulus; ikhlas”. Definisi ini mungkin tampak ringan dan sepele, namun implikasinya jauh lebih berat dan membutuhkan keberanian untuk melakukannya. Saking pentingnya sifat jujur ini, manusia terbaik di dunia yaitu Rasulullah saw. bahkan memiliki sifat wajib ‘amanah’ yang berarti mampu mengemban pesan atau sesuatu dengan penuh kejujuran. Rakyat Mekah juga menganugerahi beliau predikat Al Amin (yang bisa dipercaya).

privatelabeltrader.com
Berangkat dari definisi tersebut, kita bisa menimbang apakah sejauh ini kita telah berdiri dan berjalan di atas rel kejujuran. Lurus hati berarti setia pada kesejatian dan kemurnian hati nurani, yaitu menjunjung kebenaran yang dituliskan oleh Allah SWT. Jujur juga identik dengan ketulusan dan keikhlasan sebab orang yang bersikap jujur akan selalu bersabar dalam kejujurannya kendatipun ia tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Dengan kata lain, ia menjadikan kejujuran sebagai gaya hidupnya bukan demi meraup manfaat pribadi, melainkan karena ia paham bahwa Tuhan mengajarkannya dan bahwa tindakan kejujurannya itu akan berujung pada terciptanya kesejahteraan serta kebahagiaan orang lain. Dan itu membuatnya bahagia. Barangkali itulah muara kejujuran sesungguhnya yakni pencapaian kemantapan dalam hati dengan segenap kegembiraan akan terlaksananya perintah Allah.

Emas tergenang lumpur
Namun keluhuran sifat jujur tampaknya menjadi komoditas langka di negeri ini. Sifat mulia ini ibarat emas dalam linangan lumpur kotor. Di mana-mana hal itu dikumandangkan, tapi aplikasinya memprihatinkan. Apalagi jika menyangkut ranah pemerintahan di mana para pejabat kerap tersandung kasus-kasus yang bersumber dari ketidakpiawaian menjunjung kejujuran. Seolah-olah ada tren pola pikir bahwa jika berlaku lurus hati dan jujur, maka tak ada untung yang bisa dipetik oleh mereka yang kebetulan memegang jabatan tertentu. Kondisi ini tampanya kian hari kian menguat dan mengakar bahkan mendarah secara sistemik—merambah setiap sendi pemerintahan yang notabene harusnya berfungsi untuk mengayomi dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Kendati tidak bisa digeneralisasi bahwa semua pejabat korup, namun situasi demikian tampaknya telah menggejala sehingga masyarakat mengalami krisis kepercayaan pada kadar yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini diperparah dengan penanganan kasus-kasus korupsi atau penyelewengan kekuasaan lain yang tampaknya tidak menunjukkan kebecusan di mana kadang pihak-pihak terkait masih mempan oleh sogokan atau diselimuti kabut konspirasi. Orang-orang demikian sepertinya tak lagi percaya pada kekuatan menekuni sikap jujur dan amanah karena terdorong untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya akibat terpaan kemauan dan tuntutan hidup yang semakin menggila. Namun jika itu yang menjadi alasan, toh orang lain yang juga menghadapi hal-hal serupa tidak terjerumus dalam lubang kesesatan yang sama dengan tergiur menggelapkan harta yang bukan hak mereka.

Jujur membuat makmur
Padahal jelas sudah bagaimana Rasulullah saw. berpesan, “Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur menuntun kepada kebaikan dan kebaikan menuntun ke surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah dusta karena sesungguhnya dusta itu menuntun kepada keburukan dan keburukan menuntun ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim)

Semua orang paham bahwa menyelaraskan kata-kata dengan perbuatan bukan perkara mudah, namun juga bukan berarti mustahil dilakukan. Hadis tersebut jelas menginformasikan satu rumus penting bagi kita: kejujuran adalah kunci keberhasilan dan ketidakjujuran adalah sumber malapetaka. Bila direnungkan sejenak, sifat jujur ternyata mendarahi semua lini kehidupan kita, dalam arti bahwa sifat ini amat dibutuhkan dan bahkan dicari oleh setiap orang. Dalam berdagang misalnya, sebuah kerja sama akan membuahkan hasil yang menguntungkan semua pihak jikalau didasari sifat saling mempercayai; tidak ada pihak yang mencoba mencurangi atau membohongi rekan yang menjalin kesepakatan tersebut. Oleh karena itu sekompleks dan semaju apa pun pola bisnis modern, ternyata trust (kepercayaan) masih menjadi syarat dan bahkan prasyarat dalam melakoni setiap bentuk transaksi.

Yang jujur, yang terkubur
Namun tentu saja teori tidak selalu mudah diterapkan dalam praktik, sebab tidak sedikit pedagang yang mengelabui rekan dagang atau pembeli mereka demi meraup keuntungan kotor yang menggiurkan. Padahal menurut hadis di atas, orang-orang jujur amat dicintai Allah dan juga disukai manusia. Namun itu seolah isapan jempol belaka sebab di negeri ini kejujuran tampaknya telah menjadi kata benda yang usang. Dengan kata lain, jika Anda bersikap jujur maka itu berpotensi mengancam sekelompok orang atau oknum-oknum tertentu. Dalam salah satu puisinya, Gus Mus pernah menulis larik berikut:


Jujur, dijur
….

Dalam bahasa Jawa ‘dijur’ secara literal berarti ‘dihancurkan, diluluhlantakkan, atau dihaluskan.’ Dengan kata lain, bila kita teguh bersikap jujur, maka akan ada pihak yang akan membuat kita hancur; kita akan dibuat menderita, mungkin tidak kebagian sesuatu yang penting dalam memenuhi hajat hidup kita. Kita akan menjadi aneh, tersingkir, terpinggirkan, terasing, terkucil baik secara sosial maupun materiil. Mungkin terdengar ekstrem, tapi kita bisa menilai sendiri bagaimana fenomena orang jujur di negeri kita. Berapa jumlah orang-orang semacam ini yang mampu bertahan dalam lingkaran sistem apa saja?
Memang kejujuran tidak hanya melanda sendi pemerintahan kita, tapi juga mungkin diri kita sendiri, keluarga kita dan tempat kita bekerja. Masalahnya, ketika kita coba-coba tidak jujur, dan tatkala sudah tergoda untuk mengulanginya lagi, maka lambat-laun hal itu akan membentuk kepribadian dan sikap kita. Demikian sebaliknya, jika kita membiasakan diri bersikap apa adanya, tulus dan lurus hati, maka karakter seperti itulah yang akan terbentuk. Baik jujur atau dusta memiliki potensi untuk menyusun pola dalam diri, menjadi detak dan mengalir dalam darah. Kira-kira inti semacam itu yang diimplikasikan oleh hadis sahih di atas. Pertanyaannya, mana yang kita pilih?

Seperti bumi dan angin

engr.psu.edu
Begitu banyak hadis atau ayat yang mengungkap tentang anjuran untuk teguh dalam kejujuran. Namun sebagai penutup tulisan ini, saya teringat sebuah analogi sederhana. Mengapa kita tidak meniru makhluk Allah yang lain yakni bumi dan angin? Tanpa penjelasan yang rumit, kita tahu bahwa bumi selalu menumbuhkan apa saja yang ditanam di atasnya. Jika sebutir kelapa yang dipendam dalam tanah, tentu tunas kelapa yang akan merekah; bila segenggam biji cabai yang disemai, maka tentu pohon cabai yang kemudian dituai. Demikian juga dengan angin—ia senantiasa mengabarkan sesuatu secara jujur. Ketika tetangga tengah menggoreng ikan asin, maka mustahil bila semur jengkol yang sampai pada hidung kita. Tatkala ada sampah menggunung tak jauh dari rumah kita, maka tentu sengatan bau busuk yang mengusik indra penciuman kita.

Perumpamaan yang sederhana dan lugas apa adanya. Tak ada rekayasa. Tapi entah bagi kita, manusia. Mampukah kita berfungsi ibarat mata air yang meneteskan bulir-bulir kejujuran sehingga menciptakan kesejukan bagi alam semesta. Terus-menerus, terus dan terus.

Contoh nyata yang pedih mengenai ketakjujuran sudah pernah saya singgung dalam Bahkan Sebesar Biji Sawi Pun.

14 Comments

  1. Bismillah… BeWe pertama setelah kembali dari mudik…
    Langsung kesindir-sindir sama tulisan mas Belalang…
    Memang ya mas… sebuah kebohongan membutuhkan puluhan kebohongan lainnya untuk mendukungnya…
    Niice posting mas…

    Like

    1. Wah yang baru balik dari mudik. Siap-siap masak jengkie neh 🙂 Betul Bunda, kata yang sederhana; hanya lima huruf–tapi praktiknya sungguh aduhai berat. MOga2 kita bisa meminimalisasi dusta dan pada akhirnya menghilangkan sama sekali…Semoga Allah memberi petunjuk. Amiin..

      Btw, kapan warungnya buka lagi? Pasti para pelanggan setia dah pada nunggy ya….

      Selamat beraktivitas kembali ya Bun…:D

      Like

        1. Emang suka ama jengkie kok Bunda 😀 Nah Bunda Niken ini paling jago bikin semur ato rendang jengkie hehe…

          Like

  2. Artikel yang sangat menarik dan inspiratif. Setuju sekali, bahwa jujur sudah menjadi sifat yang langka di Indonesia ini. Bukan hanya para pemimpin bangsa, tetapi juga secara pribadi sudah ditiru dan diikuti dalam kehidupan sehari-hari. Jadi membayangkan bagaimana jadinya Indonesia jika pemimpinnya jujur semua. Tentu hidup berbangsa, bernegara dan bertanah air tentram,damai dan sejahtera adanya. Masalahnya, bagaimana cara mengembalikan kejujuran tercermin menjadi sikap pemimpin bangsa sehingga setiap apapun tindakan yang tidak jujur, tersingkir adanya. JAdi kejujuran akan menjadi sikap yang utama dalam berbangsa dan bernegara. Berharapsangat.com.

    Like

    1. Alangkah indahnya Mbak bila pemimpin kita bisa bersikap jujur dan empatik dengan kondisi masyarakat yang mereka pimpin. Sayangnya, saat ini itu semua hanya isapan jempol belaka. Saya pribadi berpendapat orang-orang tak jujur yang kini memegang tampuk pimpinan sudah tak mungkin disembuhkan dari penyakit curang dan kegemaran korupsi. Biarlah generasi mereka berakhir suatu saat, dan muncullah generasi berikutnya yang moga-moga bisa lebih baik. Termasuk kita-kita ini. Mari siapkan dan kasih teladan kepada anak-anak agar berpegang teguh pada sikap kejujuran….

      Like

  3. Hello Web Admin, I noticed that your On-Page SEO is is missing a few factors, for one you do not use all three H tags in your post, also I notice that you are not using bold or italics properly in your SEO optimization. On-Page SEO means more now than ever since the new Google update: Panda. No longer are backlinks and simply pinging or sending out a RSS feed the key to getting Google PageRank or Alexa Rankings, You now NEED On-Page SEO. So what is good On-Page SEO?First your keyword must appear in the title.Then it must appear in the URL.You have to optimize your keyword and make sure that it has a nice keyword density of 3-5% in your article with relevant LSI (Latent Semantic Indexing). Then you should spread all H1,H2,H3 tags in your article.Your Keyword should appear in your first paragraph and in the last sentence of the page. You should have relevant usage of Bold and italics of your keyword.There should be one internal link to a page on your blog and you should have one image with an alt tag that has your keyword….wait there’s even more Now what if i told you there was a simple WordPress plugin that does all the On-Page SEO, and automatically for you? That’s right AUTOMATICALLY, just watch this 4minute video for more information at. WordPress Seo Plugin

    Like

  4. My spouse and I stumbled over here by a different web page and thought I might as well check things out. I like what I see so now i’m following you. Look forward to exploring your web page again.

    Like

Tinggalkan jejak