FROM ZERO TO ZORRO: CINTAKU INDONESIA, SAYANGKU BELGIA

PENGANTAR: Setiap kali sahabat narablog mengadakan kontes yang bertajuk Giveaway (GA), setiap kali itu pula ada sesuatu yang menarik. Yang menarik pertama-taa tentu saja adalah tema yang diangkat: beragam, aktual, personal, dan unik. Walaupun hadiah atau tali asihnya tidak fantastis semacam rumah mewah atau mobil keluaran terbaru, namun tema yang ditawarkan tak jarang merangsang lahirnya tulisan-tulisan memikat dari sobat narablog lain yang isinya variatif: menghibur, menyentil, menjewer, menampar, meninju dan sering juga membuat diri kita kosong pada titik nadir untuk kemudian menyadari kekuatan primer kita sebagai manusia yang sudah dibekali jurus-jurus ampuh sebagai pahlawan sejak lahir. Intinya: kontes GA selalu bermuara pada manfaat yang bisa dipetik oleh para pembaca atau kontestan yang berpartisipasi.

Memberi dan menerima (sumber: reaganalin.blogspot.com)

Salah satu tema populer tapi dahsyat yang kini tengah diusung oleh seorang sahabat narablog adalah From Zero to Hero. Sohibul kontes, yakni bunda Niken, mengundang pengunjung blognya untuk menimbang kekuatan dalam diri kita dengan cara melihat kembali peristiwa masa lalu yang mencerminkan pemberdayaan kekuatan sehingga kita bisa bangkit dari keterpurukan menuju keberhasilan. Tentu saja, keterpurukan dan keberhasilan luas sekali medan jangkauannya. Siapa pun boleh menuturkan pengalaman pahit yang akhirnya berakhir gembira karena kegigihan atau pertolongan Tuhan—tak peduli seremeh dan sesederhana apa pun pengalaman itu. Sebab dalam setiap diri manusia senantiasa terdapat getar kepahlawanan dalam pengertian seluas-luasnya.

Dan berikut adalah beberapa fragmen kehidupan yang saya potret dari seorang sahabat yang mungkin tepat mewakili semangat From Zero to Hero.

***

Sebut saja namanya Yasmin. Sejatinya aku tidak terlalu mengenalnya. Aku mengenalnya ketika kami sama-sama mengajar di sebuah lembaga kursus beberapa tahun silam. Jujur saja, awalnya aku melihatnya hanya sebagai wanita kampung yang tidak terlalu istimewa. Kemampuannya dalam mengajar pun menurutku biasa-biasa saja—bahkan kurang. Namun pribadinya yang supel dan tulus ternyata menyimpan energi yang menyenangkan. Semua murid menyukainya. Para guru dan staf juga senang bergaul dengannya. Kesan yang kutangkap darinya adalah sosok yang tegar, mandiri dan pantang menyerah. Namun ternyata banyak hal ‘mengejutkan’ yang tidak kuketahui selama kami berteman.

Kaya lalu merana
Dia terlahir dari keluarga yang sangat berada—bolehlah disebut kaya—di mana ayahnya menjalankan bisnis mebel (ukir kayu jati), bisnis pipa besi dan bisnis karpet. Sebuah usaha yang sangat menjanjikan dengan omset yang besar. Karyawan ayahnya tentu saja sangat banyak sehingga tak mengherankan lagi bila Yasmin dikenal sebagai anak orang kaya. Namun hidup bukan melulu soal kemudahan dan kelancaran. Allah menyisipkan rencana lain untuk mewarnai kesuksesan bisnis keluarganya. Usaha keluarganya didera kebangkrutan setelah Tuhan memanggil sang ayah untuk selamanya. Entah karena sakit atau apa—aku tidak tahu dengan jelas. Yang jelas, kebangkrutan itu sangat memukul keuangan keluarganya. Kondisi finansial mereka berada di ambang kehancuran. Semua kembali ke titik nol. Dan aku bisa membayangkan apa yang menyelimuti Yasmin kala itu. Tentulah itu sebuah ‘petaka’ besar yang mengguncang jiwanya. Betapa tidak, semua keberadaan dan ketersediaan yang selama itu dia nikmati harus terhenti seketika.

Dalam keadaan limbung, Yasmin mencoba tekun di sekolah. Walau tidak mudah, studinya berjalan lancar. Sembari berkuliah, dia juga meluangkan waktu untuk bekerja. Dengan kerja keras dan doa tak putus dari ibunya, ia pun berjaya baik dalam karier maupun studinya. Ia hampir menjadi manajer di usia yang masih cukup muda, yakni 23 tahun. Di usia itu pulalah dia sudah mampu membeli sebuah mobil. Berbeda sekali dengan aku; di usia yang sama odong-odong pun sepertinya belum mampu kubeli :). Di kampus ia cukup tenar karena prestasinya, namun hal itu justru menjadikannya super sombong. Itulah naluri manusiawi yang menghampirinya. Ia cenderung merasa lebih unggul atau superior dibandingkankan orang lain ketika ia mampu memiliki banyak hal dan berada di puncak kesuksesan padahal masih dalam usia kuliah. Usia 23 tahun dia sudah menjabat sebagai marketing manager lokal, di bawah export marketing manager. Si manajer berencana keluar dan akan digantikan Yasmin. Sebuah prestasi yang hebat, bukan?

Teguran dari langit
Tuhan pun segera menegurnya (agar tak merasa di atas angin): perusahaan tempat ia bekerja mengalami kebangkrutan. Manajer yang sedianya akan Yasmin gantikan ternyata keluar dengan melarikan pundi-pundi perusahaan. Beberapa bulan setelah si manajer mengundurkan diri, perusahaan pun dinyatakan bangkrut. Manajer tersebut ternyata sudah lama tahu akan potensi kebangkrutan yang akan mereka derita. Tapi tentu saja itu menjadi top secret pihak manajemen. Sementara Yasmin baru tahu ketika dia hampir diangkat menjadi grand manager. Jadilah setelah lulus jadi sarjana, ia justru menganggur. Tidak cukup sampai di situ. Dalam posisi zero itu ia masih harus bermasalah dengan hukum. Ia harus turut menjalani investigasi sehubungan dengan kebangkrutan perusahaan. Bila ia terbukti ikut melakukan korupsi, maka penjara akan menjadi rumah barunya. Sungguh mengerikan! Untungnya dia dinyatakan bersih dan melenggang walaupun dalam keadaan NOL untuk kedua kalinya.

Perlu kuceritakan bahwa kantor tempat ia bekerja adalah perusahan mebel rotan ekspor yang cukup besar. Singkat kata, dia yang dahulu begitu mudah mendapatkan apa pun yang ia mau, kini hidupnya berubah menjadi perjuangan sengit yang berliku dan tanpa henti. (Bukankah kehidupan setiap orang adalah hakikatnya perjuangan?) Hingga sampai pada suatu fase di mana ia harus merelakan mobil dan motornya untuk dijual. Maka perlahan-perlahan ia seolah tengah berjalan dalam lorong sempit menuju labirin gelap dan penuh misteri.

Apalagi saat ia harus mengalami patah hati. Aku ingat betul ia pernah bercerita tentang seorang lelaki yang akan menyuntingnya sebagai istri. Usianya yang memang sudah pantas menikah tentu membuatnya bersemangat menjalani hubungan bersama lelaki itu. Namun bagaikan petir di siang bolong: ia terpuruk tatkala orang tua si lelaki menganggap Yasmin tidak pantas diperistri karena alasan yang menyesatkan. Keluarga pihak lelaki ternyata merasa jauh lebih mulia dan terhormat hanya karena mereka telah menyandang predikat haji. Sementara keluarga Yasmin dipandang sebelah mata, atau bahkan tidak dipandang sama sekali atas keberadaan mereka saat itu.

Pincang dan remuk redam
“Pincang,” begitu jawabnya saat kutanya lebih jauh. “Maksudnya?” selidikku. Keluarga Yasmin dianggap pincang sebab ketiadaan sang ayah yang telah berpulang ke haribaan Allah. Dan oleh karena itu Yasmin tidak layak bergabung ke dalam anggota keluarga kekasihnya. Karena soal ‘haji’ dan ‘pincang’ itu. Sungguh sebuah alasan yang bodoh dan primitif! Dan yang membuat Yasmin kian terperosok dalam jurang kebinasaan adalah kenyataan bahwa si lelaki ternyata tidak mau membela atau memperjuangkan cinta mereka karena alasan yang menggelikan itu.

Bencana kelabu (sumber: space.com)

Hancur? Tentu saja. Remuk? Boleh jadi. Tapi Yasmin tak membiarkan dirinya tenggelam dalam ceruk kelam bernama penderitaan dan kepahitan hidup. Segera ia ungsikan musibah itu ke halaman buku masa lalu. Ia kunci rapat dalam peti mati masa silam. Dan ia putuskan untuk bergerak maju walaupun tentu tak mudah. Hingga ia disambangi pencerahan demi pencerahan yang menguatkan dirinya. Lambat laun hidupnya kembali teratur dan menyiapkan dirinya untuk bangkit. Ia sempat bekerja sebagai asisten dosen, mengajar bahasa Inggris di BBC (tempat kami berkenalan), dan mengajar murid les privat. Jujur saja aku sendiri kadang heran bagaimana mungkin ia bisa menjalani tiga pekerjaan terakhir ini padahal menurutku kemampuannya biasa saja. Tapi dia memiliki sesuatu yang lain. Kejujuran, ketulusan dan sikap tak pantang menyerah (termasuk dalam hal belajar) telah mengantarkannya memiliki tempat di hati orang-orang atau murid yang pernah ia ajar.

Bahkan tidak jarang beberapa murid privatnya adalah mereka yang hendak mengambil tes TOEFLsebagai syarat untuk pergi ke luar negeri. Padahal aku tak yakin berapa nilai TOEFL-nya dan ia sendiri pun belum pernah singgah ke manca negara. Namun itulah barangkali yang disebut berkah. Keberkahan hidup kadang melampaui batas-batas kecerdasan dan mementahkan masalah dalam hidup dalam cara yang tidak kita pahami. Sebab keberkahan murni datang dari Tuhan. Aku pikir itulah yang terjadi padanya. Ia tak pernah enggan berbagi dengan kolega atau sahabatnya: entah berupa nasihat, uang dan makanan. Aku pribadi sering berbincang seputar persoalan hidup karena ia kuanggap seperti kakakku sendiri.

Kemurahan hati
Tentang kebaikannya, ada beberapa hal yang bisa kuingat. Sependek ingatanku, aku pernah ditraktir semangkuk bakso lezat di sebuah warung yang tak jauh dari tempat kami mengajar. Selain itu, dia langsung bersedia menolongku saat kuminta dia mengajariku sesuatu.

Suatu kali aku mendapat kesempatan menjadi juru bahasa untuk mendampingi konsultan bisnis dari Kanada. Yang membuatku gamang adalah aku harus menguasai sebuah program agar bisa menemani sang konsultan dalam sebuah pelatihan komputer dan internet untuk para wanita pengusaha di dua kabupaten Jawa Tengah. Maka segera kukontak Yasmin untuk mengetahui apakah ia bisa membantuku. Kebetulan kakaknya mempunyai sebuah rental komputer di desanya. Kami pun setuju untuk bertemu di rental tersebut dan aku sempat belajar mengoperasikan program komputer itu selama beberapa jam. Walaupun yang diajarkan kepadaku hanya dasar-dasar saja—dan ternyata program itu tak jadi dipakai dalam pelatihan—tapi bagiku kesudiannya membantuku adalah sesuatu yang sangat bernilai. Bukan semata-mata apa yang diberikan yang berharga, namun kerelaannya untuk meluangkan waktu dan menyambutku sebagai sahabat adalah hal yang mungkin sulit didapatkan pada masa kini. Lebai ga sih 😀 –

Hal lain yang tergurat segar dalam benakku adalah keberaniannya melawan manajer tempat kami mengajar. Suatu hari ia datang terlambat dan harus menghadap sang manajer. Entah apa sebabnya ia telat mengajar. Aku lupa. Yang jelas ia tak segan menghadapi sang manajer mengenai masalah itu. Ia berkata padaku bahwa sang manajer rupanya belum dewasa karena tak bisa menerima alasannya yang sebenarnya tidak dibuat-buat. Dengan menyitir ilmu psikologi, ia menyatakan bahwa orang dewasa akan mencoba melihat alasan di balik sebuah tindakan/peristiwa ketimbang menilik kejadian/tindakan itu sendiri. Itulah Yasmin, berani dan percaya diri.

Investasi setengah hati
Hal terakhir yang unik adalah tentang investasi. Kala itu ia membantu seorang pemuda pengangguran agar bisa berjualan. Yasmin membelikan sebuah gerobak (yang harganya tentu lumayan) untuk pemuda tersebut agar bisa dipergunakan sebagai sarana usaha. Kalau tak salah ingat, Yasmin tidak mewajibkan pengembalian biaya pembuatan gerobak. Sebaliknya, si pemuda bisa mengembalikan biaya gerobak dengan cara diangsur. Itu pun semampunya. Artinya, bila si pemuda belum mampu menyisihkan uang untuk diberikan kepada Yasmin, itu tak jadi soal. Entah bagaimana akhirnya nasib si pemuda itu. Yang jelas, pemuda itu bukanlah penulis postingan ini :).

Hidup lalu membawanya pada keinginan untuk berkuliah di Belanda dengan tujuan agar kelak bisa menjadi dosen tetap. Ia tentu tak ingin mengajar di BBC selamanya, seperti juga aku yang kini sudah meninggalkannya untuk pindah ke kota lain. Dalam usahanya mencari beasiswa itulah ia taak sengaja (?) bertemu dengan seorang WNA asal Belgia yang kelak akhirnya menjadi suaminya. Selama masa perkenalan mereka, aku sering dilibatkan dalam curhat ataupun saat bercakap-cakap dengan kenalan barunya itu via chatting internet. Beberapa kali si lelaki bule itu datang ke Semarang dan makin kenallah aku dengannya.

Jodoh dari jauh
Penjajakan tersebut akhirnya berujung pada pernikahan di awal tahun 2006. Si calon bulenya bersedia memeluk Islam dan meminangnya di Masjid Raya Baiturrahman Semarang—tempat di mana para penjual tahu gimbal mangkal (hehe…ini informasi tambahan yang ga penting :). Sayang seribu sayang, saat dia menikah aku sudah pindah ke Bogor untuk menjalani pekerjaan yang baru. Jadilah aku tak sempat menyaksikan ikrar suci mereka. Sangat menyesal aku tak bisa menghadiri acara sakral itu.

Pernikahannya sungguh sebuah kebahagiaan—dan membuka pintu-pintu kebahagiaan lain bagi Yasmin. Namun di tengah kegembiraannya karena telah dipertemukan dengan jodoh yang sangat menyayanginya, ia dilanda dilema antara memilih bertahan di Indonesia atau menetap di Belgia bersama keluarga barunya. Akhirnya pilihan ia jatuhkan dengan mengikuti suaminya terbang ke Belgia dan hidup di sana. Dari segi ekonomi, kondisinya kini tentu sangat layak. Kehidupan batinnya pun kuyakin diliputi pendar kebahagiaan. Apalagi dengan hadirnya dua buah hati mereka, cowok dan cewek yang dua-duanya bertampang bule (Trus gw mesti koprol sambil bilang WOW geto?!!) haha…Kabar terakhir yang kuterima, ia kini tengah mengandung anak ketiga (gile, produktif amat sob, mo bikin peternakan ye xixixixi….:p peace ah)

Tapi perjuangan belum selesai (menurut pendapatnya): sebab dia masih ‘harus’ belajar bahasa Perancis, Belanda, Jerman (ketiganya adalah bahasa resmi Belgia), dan juga Spanyol. Kadang-kadang dia bergumam, bisa 7 bahasa seperti Soekarno tapi hanya bisa jadi presiden di rumah. Tapi kupikir bahwa presiden rumah tangga jauh lebih berat tugasnya dan juga mulia sebab ia menyiapkan generasi yang akan menjadi calon presiden negara kelak. Keberhasilan pendidikan dalam keluarga akan sangat mempengaruhi terciptanya kesuksesan pemerintahan dalam tatanan yang lebih luas. Padahal pada saat yang sama, karier terbuka di depan mata: yakni bekerja di Bank Eropa. Namun sebagai wanita Jawa (jadi teringat novelis NH. Dini) yang modern, ia tetap memilih teguh pada kodrat kewanitaannya: yakni melahirkan dan membesarkan kedua anaknya di rumah.

Relawan dan bahasa asing
Karena suaminya menyarankan agar Yasmin tak usah bekerja dengan ikatan jam kantor, maka ia kini lebih banyak aktif dalam pekerjaan suka rela atau menjadi volunteer. Salaah satunya sebagai penerjemah pada organisasi asing yang tidak bisa berbahasa nasional Belgia. Dia juga terdaftar sebagai anggota dalam Food Revolution Belgium – entah organisasi apa itu tepatnya. Sepertinya sih berkaitan dengan makanan. Plus, menjadi relawan di rumah sakit untuk orang-orang lumpuh.

Meringankan beban orang lain adalah salah satu cara terbaik menurunkan kemudahan dari Tuhan (sumber: wellbeing-com-au1)

Kini selain mengasuh kedua anaknya (dan sebentar lagi jadi 3), ia masih mengikuti kursus bahasa Spanyol karena mereka memiliki apartemen di Spanyol. Setiap liburan musim panas mereka sekeluarga biasanya menginap di sana selama paling tidak satu bulan. Jadi sekurang-kurangnya mereka harus menguasai percakapan dasar bahasa Spanyol.

Dengan memilih aktif dalam kegiatan amal atau menjadi sukarelawan di waktu luangnya, ia bisa mengikuti yoga sehingga bisa terhindar dari stres. Kadang aku merasa bahwa ia seperti Putri Cinderella yang diperistri pangeran tampan nan kaya raya..jiaaah :D. Orang ndeso yang katrok itu sekarang jadi warga Eropa yang sudah berkunjung ke Swiss, Belanda, Perancis dan beberapa negara Eropa lain. Juga semakin maju cara berpikirnya.

Kerja keras dan ketulusan
Semua itu berkat kerja keras, kejujuran menjalani hidup, dan ketulusan menerima rencana Allah. Itu yang bisa kusimpulkan. Kisah hidupnya mungkin adalah ouvrage de lounge haleine. Aku pikir dia telah berhasil merangkak dari beberapa kali keadaan terpuruk (zero) menuju keberhasilan dan kenyamanan hidup (hero). Paling tidak hero bagi ibunya, dirinya sendiri dan anak-anaknya.

Pantang menyerah dan terus berusaha di segala kondisi (sumber: mattlloydsblog-com)

Lalu kenapa aku membubuhkan judul From Zero to Zorro? Zorro adalah tokoh pahlawan pembela kebenaran dan keadilan. Bolehlah Yasmin dianggap pahlawan bagi keluarganya. Dalam bahasa Spanyol, zorro berarti rubah (fox) yang menyiratkan makna kecerdikan dan kepandaian. Nah, Yasmin bisa berhasil seperti sekarang juga berkat kecerdikan menghadapi situasi dan mengelola tantangan yang ia hadapi.

Kini akulah yang mendadak stres akibat bercerita sepenggal kisah hidupnya…Antara ikut bersuka cita dan mupeng…haha 😦

Vivir y vivamos, amigos!

***

Tulisan ini diikutsertakan pada Lovely Little Garden’s First Giveaway

36 Comments

  1. anak 3 aja dibilang punya peternakan. Gimana yang 5…?? Bisa mengurangi nilai nih mas… hehehe…
    Suer..saya penasaran banget sama kisah sosok Belgia ini. Kira’in tentang om-om…ternyata tentang embak-embak…

    Sayangnya tulisan sepanjang ini belum didaftarkan di tempatnya. Jadi belum terdaftar deh… 😦

    Like

    1. Kabarnya yang 5 pengen nambah lagi tuh…jadinya
      Lahfyde dibaca dengan qolqolah kubro xixixi….

      Sudah saya daftarkan Bund 🙂

      Like

  2. “…padahal menurutku kemampuannya biasa saja…”
    Saya mesti meniru tekadnya Mbak Yasmin ini. Saya terlalu terpuruk pada kemampuan saya yang biasa saja dan membiarkan rasa malas mengekang saya 😦

    Like

    1. Betul sekali, Kakaakin. Saya kadang juga ‘protes’ kok bisa ya dia dengan kemampuan begitu diberi kemudahan menuju kehidupan yang istimewa. Tapi kita tdk bisa mendikte Tuhan, kan? Itulah rahasia kebaikan hatinya dan kegigihannnya dalam berusaha tanpa kenal kata berhenti atau bahkan menyerah..:)

      So, jangan menyerah ya Kaka walaupun sering terjatuh. Jangan biarkan kegagalan menghadangmu, hehe–sok tau banget ih..Pokoknya, jia you, semangka!!! 😀

      Like

  3. Mas, meski pake koprol dulu, ga papa deh setelah itu saya mesti bilang wow gitu sama perjuangan Mbak Yasmin. Habis jadi anak orang kaya, terus bangkrut, lalu merayap untuk mencapai keberhasilan hidupnya.

    Ohya, Mas, ini blog saya yang di WP. Semoga sukses ya, Mas, ngontesnya. Tulisan ini sungguh bisa menginspirasi.

    Like

    1. Oh punya blog di wp juga Pak Azzet. Memang kisahnya inspiratif Pak. Saya ngiri dan semoga diberi kemudahan yang sama. Amiin. Semoga sukses juga dengan tulisan Bapak tentang puisi itu…

      Like

  4. sulit membayangkan kalau seseorang bisa bangkit lagi pada saat ia jatuh untuk keduakali dengan beban yang begitu berat, dari kantor yang bangkrut dan dari sang kekasih yang menolaknya, namun itulah kehidupan yang terus bergerak..dan dengan semangatnya untuk bangkit kembali membuahkan hasil yang luarbiasa bagi sang Yasmin, sungguh artukel yang memotivasi…..semoga menang ya 🙂

    Like

    1. Benar Mas Hari. Kalau bangkit karena kegagalan sekali mungkin biasa, namun bangkit setelah terpuruk berkali-kali bukanlah hal yang lumrah. Butuh kegigihan dan keyakinan akan kehendak Tuhan. Terima kasih sudah berkunjung Mas…

      Like

  5. Artikel ini memang lumayan panjang, tapi entah sihir apa yang di bubuhkan oleh sang empunya blog sehingga aku betah baca sampai tamat walau ol dr hp. Keren!

    Tulisannya juga inspiratif banget. Menggugah semangat untuk terus bisa menerima keputusan Tuhan, berusaha, dan menjalani hidup. Sampaikan salamku buat dia yak … 🙂

    Like

    1. Makasih Mas Ridwan atas waktu Anda berkunjung dan membaca (bahkan dibela-belain dari ponsel). Saya juga terinspirasi dari kisah teman ini Mas. Sekali-kali boleh dong saya difoto..jiahhh, ga nyambung ya..hehehe..salam dingin dari Bogor 🙂

      Like

    1. Ehm, Pak Isro, saya cuma penggembira saja. Pupuk bawang katanya hehe…Biar hajatan GA Bunda Niken semakin ruamee dan hebohh….Terima kasih atas kunjungan Anda…

      Like

  6. Sahabat, lama kau tak update, sibuk mengurusi anak ya. SSaya salut, untuk hal ini saya harus belajar banyak darimu, ayah yang penyayang.
    Oh ya, mana tulisan utk GA Cinta untuk Anak Yatimnya? 🙂
    Oh ya

    Like

  7. saya benar-benar menyimak tulisan Njenengan Kang, serasa menuntaskan sebuah novel yang tebal. Ya inilah hidup, yang setiap langkahnya dipenuhi ujian. Senyum ujian, tangis ujian yang dengan ituitu agar kita menyadi sosok yang tegar pada hari berikutnya. Mbak Yasmin telah melalui semua dengan baik, walo dalam perjalanannya membutuhkan tetesan keringat dan air mata dan buahnya terpetik setela semua terlewati.

    Like

Tinggalkan jejak