#Postcard Fiction: Rembulan Mengantarnya Pulang

/I/

Cahaya rembulan perlahan pupus oleh serbuan air yang terhempas bebas dari langit. Petir dan guruh bergantian membelah malam yang beku. Sebeku hati Hans yang diliputi kabut kebimbangan. Sesekali angin tipis tedengar bekesiur di antara pepohonan randu dan akasia. Himpunan bambu berkerisik menciptakan musik aneh yang menakutkan. Hans serasa kian tenggelam dalam mendung yang kelam. Namun kabut gelap itu sedikit tersingkap saat ibunya muncul dengan secangkir kopi.
“Jangan kecewakan anak-anak,” ujar ibunya singkat seraya mengangsurkan cangkir itu.
“Tentu saja Sam dan Widi jadi perhatian utamaku, Bu.” Hans melepas pandangan, lalu meraih cangkir kopi dan mereguknya.
“Lalu?”
“Berat bagiku untuk berterus terang kepada Mona, Bu—” suara Hans menggantung; ibunya beranjak duduk di dekatnya.
“Setelah lima tahun, bagaimana perasaanmu?”
“Berpisah dari anak-anak sungguh hal terberat yang pernah kurasakan, Bu.” Hans berdesah perih. Seberkas halilintar mendadak terdengar begitu kuat. Mungkin ada cabang atau ranting pohon yang tersambar dan patah. “Rasanya Mona terlalu baik untukku. Kekayaannya, juga dunianya, sama sekali tidak cocok buatku.”
“Jadi?”
Hans menyeruput kopinya lagi. Kali ini ia terlihat begitu menikmati. “Aku belum tahu, Bu. Cuma Sam dan Widi yang kupikirkan. Tapi Annisa juga…”
“Baiklah,” jawab ibunya sambil berlalu.
Hans bangkit dan merapat ke jendela. Jalanan tampak basah. Lengang dan penuh misteri seperti hatinya.

/II/

Rembulan menyala sempurna. Pendar sinarnya seolah mampu memantulkan bayangan Sam dan Widi.
“Aku rindu sama mereka, Bu.”
“Bagaimana dengan Annisa?”
“Mona jelas bukan wanita yang kucari. Dunia dan pergaulannya berbeda denganku. Aku akan kembali, Bu. Untuk Annisa dan anak-anak. Ternyata aku selalu merindukan mereka.”
Ibunya menyerahkan telepon genggam, lalu bergegas ke dapur untuk menyeduh kopi. Hans terlihat memencet sebuah nomor. Seulas senyum lalu tergurat di bibirnya.
Di luar rembulan terus berpijar dan menyiram semesta dengan cahaya benderang yang meriah.

8 Comments

    1. Iya, Pak Guru. Turut meramaikan. Syukur-syukur ada salah satu yang nyantol sebagai juara:) hehe…Nuhun doanya. Oh iya, menurut manifes di JNE, bukunya masuk Bandung tgl 29 Desember. Harap bersabar ya Kang. Salam utk murid Anda semua 🙂

      Like

    1. Betul, Dhe. Tiada habis keindahannya. Sama-sama Dhe, Pakdhe yang sudah setor tiga kisah juga semoga berjaya di kontes ini. Salam dingin dari Bogor 🙂

      Like

    1. Saya harap juga begitu, Mbak. Mudah-mudahan Annisa mau menerima ya. Saya teringat kisah seseorang yang menolak berpoligami padahal syariat memperbolehkannya. Hebat ya dia–akhirnya sampe sekarang tetap setia pada istrinya. Wanita cantik itu menyukainya, dan dia pun menyukai sang wanita. Namun ia memutuskan untuk menjalani monogomi. Daripada poligami yang amburadul, mendingan monogami yang berkualitas, Katanya…Yuk berdoa moga-moga Annisa legowo menerima rencana rujuk dari Hans.

      Like

  1. pertama bacanya ,aku kurang ngerti, aku susah nangkep isinya, perlu baca lebih detail dan berulang-ulang baru bisa ngerti dan baca komentar dari komentstor lainnya 🙂

    salam mas, lama tak berkunjung 🙂

    Like

    1. Ya, fiksi mini memang butuh dibaca berulang. Salam kembali. Semoga 2013 membawa banyak berkah 🙂

      Like

Tinggalkan jejak