Kata beginning selalu menarik. Selain membuka banyak penafsiran, kata ini juga sangat menjanjikan: permulaan dengan energi baru dan semangat baru pula. Permulaan itu menentukan tercapai tidaknya suatu cita-cita tergantung niat yang ditanamkan dalam hati juga kerja keras yang menyertainya.
Inilah beginning bagi saya: melihat sawah yang jumlahnya kian menipis, padahal itu sumber logistik kita selama ini. Dari sinilah semua bisa berawal, makanan menentukan perilaku dan tindakan manusia dalam menyelenggarakan kepentingan hidupnya. Karena makanan manusia bisa mulia atau celaka. Salah satunya bemula dari sini; dari sepetak tanah kelahiran yang menjanjikan kemakmuran bangsa.
Apa ceritamu, Sobat?
Sawah yang berubah jadi bangunan pabrik atau rumah emang betul mengkuatirkan, Mas. Emang itu rumah bisa nanam makanan ,..
LikeLike
Betul, Uni. Di Karawang Jabar yang menjadi salah satu lumbung padi nasional konon kian menyempit areal pertaniannya. Pernah dibahas khusus di Radio Elshinta beberapa waktu lalu. Bukan semata-mata karena minat petani pupus, melainkan juga karena serbuan mall yang kian meluas, meluassss….
LikeLike
aku kalo lihat sawah yang menguning seluas mata memandang, aku hanya bisa berharap dan berdoa, semoga sawah ini masih ada kelak dan bisa menghasilkan beras buat dijadikan nasi untuk dimakan oleh anak cucuku…..
keep happy blogging always…salam dari Makassar 🙂
LikeLike
Aamiin, semoga harapan itu terwujud ya Mas. Tapi saya juga yakin bahwa ketika padi tidak bisa kita hasilkan, manusia tentu mengupayakan berbagai cara sebagai alternatif pengganti. Salam untuk keluarga Mas Hari dari blogger Kota Hujan 😀
LikeLike
Tidak jauh beda dengan di tempatku mas, sebagian sawah yang dulunya tempat saya main layang2 sudah berubah menjadi bangunan megah tuan tanah.
LikeLike
Sangat memprihatinkan, Mas. Entah populasi manusia yang kian bertambah ataukah kita yang tak cukup memiliki satu rumah saja sehingga sawah dan ladang pun kita tanami bangunan. Segera meluncur, Mas.
LikeLike
Dulu waktu saya kecil jika pulang dari Bekasi ke Cikampek sepanjang jalan banyak sawah (bukan jalan tol) tapi saat ini yang banyak malah pabrik
LikeLike
Itulah Mbak Lidya, itulah yang kita lihat sekarang. Saat saya pulang kampung juga sudah ada beberapa rumah yang merangsek ke areal persawahan. Semoga 2014 menjadi awal yang baik untuk kita semua ya Mbak.
LikeLike
Ternyata kemarin2 saya komen pakai link blogdetik ya pak 🙂 baru ngeh
LikeLike
Pantesan saya ga langsung ke blogspot ya Mbak….
LikeLike
Kalau lihat sawah jadi keinget masa kecil, sering main layangan sampai kulit jadi menghitam. Tapi entah kenapa tidak pernah rasakan panasnya, yah mungkin karena suasana sawah yang mendamaikan jiwa. 😀
LikeLike
Mungkin juga karena cuaca zaman dulu yang belum ekstrem ya Mas. Dulu mungkin ozon belum bocor dan lain sebagainya. Kini udara di mana saja cenderung panas. Terik matahari begitu menyengat kulit. Tapi hati tetap harus damai 😛
LikeLike
Jadi kangen sama Sawah …
LikeLike
Bukankah di Jerman ada sawha juga Neng?
LikeLike
Ada sawahnya khan beda..ladang Gandum sama ladang bunga Raps yg buat dibuat minyak goreng hehe
Beda sekali dgn di indonesia, sawah yang bertingkat eh bertingkat2 khan,,?? Terus kangen berjalan di pematang sawahnya, kangen aroma tanah dan Padinya pokoknya kangen berat deeeh
LikeLike
Iya ya Teh. Karakter sawah dan gaya bertaninya tentu beda ya. Kapan-kapan mau dong Teteh kasih bocoran tentang model sawah dan jenis tanaman mereka.
Tapi memang aroma kampung halaman tak lekang dalam memori, secara tempat kita dilahirkan gitu loh 😛 Rencana kpan balik ke tanah air? semoga dimudahkan.
LikeLike
InshaAllah nanti posting, ya itu lah teteh, belum berjiwa blogger hehe
Masih abal-abal 😀
Aamiin…pengennya mah tahun ini, tp kelihatannya harus diundur ke tahun depan..but semoga saja Allah mengabulkan keinginan teteh pulang awal Agustus ini ..
LikeLike
Aaaamiiin 🙂
LikeLike
Bapak saya petani murni, Kangmas, di Jombang sana.
Sawahnya (juga tegalan) tidak terpengaruh untuk dijual.
Padahal, di sekitarnya sudah satu-satu yang dijual kepada para pemodal (pengembang perumahan dlsb)
LikeLike
Bagus, Mas. Menikmati beras dan aneka tanaman dari tanah yang diolah sendiri tiada tara loh. Setiap tetes keringat rasanya terasa legit dan maknyus dengan bumbu rasa syukur. Semoga di Jombang masih banyak sawah dan ladang. Sebab perumahan memang sekarang sudah menyerbu kampung-kampung. Miris.
LikeLike
Sawahnya udah habis, jadinya berase impor terus mas, hehe
LikeLike
Lha iya Mas, dulu kita produsen beras di Asia Tenggara, lha kok sekarang malah impor? Olala…. 😦
LikeLike
Sawah? Ah makin habis saja nih sekarang. Kalau gak tergerus oleh pembangunan pabrik ya tergerusnya oleh pembangunan perumahan. Padahal itu sumber pangan. Dulu ada istilah Karawang sbg lumbung padi. Sekarang mungkin tidak lagi ya? Karawang sekarang jadi lumbung pabrik..
Ah menyedihkan. Makanan pokok akhirnya harus di impor…
LikeLike
Iya Kang. Ini PR kita semua. Semoga ke depan banyak inovasi alternatif demi ketahanan pangan kita. Pangan bisa menjadi awal kemakmuran atau kehancuran masa depan bangsa kita.
LikeLike
kayaknya tahun 2050 akan ada peralihan makanan pokok dari nasi ke umbi-umbian
LikeLike
Sejak tahun 2009 juga sudah dicanangkan peralihan ke makanan alternatif kok Mas, seperti ubi dan ketela. Intinya kita memang mesti kreatif.
LikeLike
saya sangat prihatin dengan sawah di Indonesia yang semakin lama semakin berkurang dengan didirikannya bangunan-bangunan dan rumah. Indonesia sebagai negara agraris pun sangat disayangkan kalau harus import dari luar negri
LikeLike
Semoga kita semakin waspada dan menyiapkan alternatif untuk masa depan, Mas.
LikeLike
Sawah menghasilkan beras. itu artinya beginning berarti makan, makan demi melanjutkan hidup 😀
LikeLike
Walaupun terlihat materiil, makan sebenarnya sangat penting ya Mbak. Orang bertindak baik atau buruk sering kali juga terdorong karena kemampuan atau ketidakmampuan untuk makan. Dari sawh semua bisa berawal.
LikeLike
such a lovely beginning…tidak semua beruntung bisa menatapnya setiap hari…ini yang saya rindukan dari kampung halaman mas, walaupun sawah memang sudah mulai berkurang..
LikeLike
Betul, Mbak Indah. Kampung halaman selalu menyenangkan ya…
LikeLike