Suatu pagi beberapa pekan silam, Rumi menolak mandi. Berbeda dari adiknya Bumi yang segera takluk diarak menuju kamar mandi, Rumi malah memilih duduk di kasur kecil di ruang keluarga. Alih-alih berebut mandi seperti biasanya, kali ini Rumi woles banget. Bahkan cenderung murung. Wajahnya ditekuk sambil memandangi layar televisi yang sudah hilang warnanya itu. Bibirnya sedikit mecucu, sesekali diselingi desah yang tak jelas.
Bahkan ketika Bumi sudah segar dan wangi, ia tak juga tergoda untuk beranjak dari tempat ia duduk. Saat ditanya mengapa ia tak bersemangat mandi, ia singkat menjawab, “Dingin!”
“Lho kan pake air hangat, Mas.” Balas saya mantap, penasaran menunggu reaksinya.
“Rumi capek kakinya. Capek banget,” ujarnya sambil mengelus dua lutut ke bawah berulang-ulang.
Saya terperangah. Penolakan pertama karena takut kedinginan, penolakan kedua muncul begitu saja seolah sengaja dibuat-buat. Saya tak kehabisan akal. “Ayah akan papah ke kamar mandi. Atau mau digendong?”
“Rumi enggak bisa jalaaan,” rengeknya dengan suara memelas.
“Makanya ayah bantu jalan. Oke?” bujuk saya sambil menanti ‘kreativitas’ apa lagi yang akan dia luncurkan.
“Ehek..ehek…Rumi lapar,” suaranya semakin lemas seperti sengaja direkayasa.
Kami tersenyum mendengar alasannya. Dengan sedikit ‘paksaan’, Rumi akhirnya berhasil mandi. Begitu rampung mandi, sungguh ajaib: semua keluhannya raib sudah.
***
Dibandingkan Bumi yang belum genap 1,5 tahun, Rumi jelas lebih tua. Bulan depan dia akan utuh 4 tahun. Kondisi usia Rumi jelas berdampak pada perkembangan otak dan ke’liar’an imajinasinya. Tanpa perlawanan, Bumi manut untuk dimandikan. Sementara Rumi, seiring dengan evolusi otaknya, cenderung menciptakan excuse dan serentetan drama yang kerap tidak masuk akal.
Saya lantas teringat pada Tom Sawyer, tokoh rekaan Mark Twain yang terkenal itu. Selain gemar berpetualang, menurut saya Tom secara naluriah termasuk anak yang gemar mendramatisasi keadaan atau sesuatu. Ia bisa memoles satu hal remeh menjadi momen atau hal dramatis yang menggiurkan. Sebagai contoh, saat mendapat tugas mengecat pagar yang panjang, Tom tak kehabisan akal untuk menyelesaikannya. Saat melihat temannya asyik menyantap sebuah apel, ia pun merayunya agar mau menggantikan tugasnya.
Apakah rayuannya ampuh? Tentu saja. Dengan rela sang teman mengangsurkan apelnya dengan imbalan bisa mengecat pagar yang seharusnya menjadi tugas Tom. Sederhana saja: Tom bertutur sedemikian rupa dengan kata-kata manis bahwa kegiatan mengecat merupakan aktivitas istimewa yang tidak bisa dilakukan sembarang anak. Mengecat menawarkan sensasi tersendiri dibanding permainan anak-anak pada umumnya. Ada kenikmatan tersendiri yang bisa didapat saat mengecat pagar. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan kecuali dengan merasakannya langsung.
Sebagai orang dewasa, saya, atau kita, mungkin kerap tak sadar bahwa kita membiarkan otak kita menguasai diri dengan aneka argumentasi yang menghambat kemajuan. Pabrikasi kata-kata dari otak cenderung menghadirkan drama yang membuat kita enggan melangkah. Memang pernah saya dengar tentang kemampuan orang dewasa dalam mendramatisasi masalah. Membesar-besarkan suatu isu atau menyulap hal sepele menjadi mentereng dan menyeramkan. Mungkin seperti yang terjadi pada kasus Rumi yang enggan mandi.
Konon dalam psikologi kondisi semacam itu dinamakan self-limiting beliefs, yakni serangkaian cara berpikir yang mendarah-daging dan bersarang dalam diri yang membuat kita tenggelam dalam ketakutan dan ketidakberdayaan. Lucunya, otak tak jarang membenarkan ketakutan kita saking seringnya kita membenamkan pemikiran-pemikiran dramatis ke dalam bank memori.
Saya pun kerap demikian. Dan begitu berat untuk mencoba melepaskan diri dari jeratan pikiran negatif yang belum tentu benar adanya. Kalau Rumi hanya takut mandi, Anda semua takut apa? 😉
@belalangcerewet
hehehe,,sayapun kadang2 masih begitu mas 😀 ,suka sangat sama kalimat2 ini…mungkin kerap tak sadar bahwa kita membiarkan otak kita menguasai diri dengan aneka argumentasi yang menghambat kemajuan.
memang ya,kadang2 g sadar kita diperbudak sama otak 😦
*bacaan yg menggugah dipagi hari,tengkyu mas 😀
LikeLike
Betul, Mbak, Kadang kita bisa melakukan sesuatu tapi dihalangi oleh ‘logika’ otak yang mengada-ada, jadi takut melangkah. Nati jangan-jangan begini…kalau-kalau, dsb. Terima kasih sudah mampir. Apa kabar Batam?
LikeLike
takut cicak 🙂
LikeLike
Untung ga takut sama duit, Mbak 😛
LikeLike
hohoho takut mandi yah..
banyak alassan itu rumi 🙂 . tapi lucu .
LikeLike
Kalau ditulis, alasan Rumi bisa jadi satu buku, Tante Tia 😀
LikeLike
Hehe, rumi cocok tuh jadi aktris, pinter mendramatisir keadaan~ 😆
Kalau saya takut deadline… 😦
LikeLike
Eh, Rumi cowok kok Om 😛 — Rasanya dia lebih cocok jadi pelawak karena suka melucu, hehe.
Deadline memang menakutkan ya. Teman-teman menyebutnya ‘singa mati’.. Jia you Gung!
LikeLike
eh, cowok ya… 😳
LikeLike
Hehe, tak apa 😉
LikeLike
Saya paling takut ama cowok ganteng, soalnya mereka sering kejar2 saya sih hahahaa…. kejar2 mau mentungin 😀
Paling takut ama utang mas, enak nampani duite tapi menggeh2 nyaure 😦
LikeLike
Kejar-kejar suruh bayar utang kali Mak, wkwkw. Emang benar Mbak. Utang itu enak pas nerima. tapi giliran balikin kayak ngasih ya? Beraaat. Untuk kali ini saya sepakat!
LikeLike
Saya juga termasuk orang yang seperti itu,Mas Rudy, kalau sudah berpikir tentang sesuatu sulit merubahnya. Padahal kalau pikiran negatif yang kita simpan akan menyiksa diri sendiri ya..
LikeLike
Memang butuh pembiasaan ya, Uni. Kalau sudah terbiasa berpikir positif akan kemampuan dan potensi diri, insyaAllah lama-lama akan makin mantap melangkah. Betul betul betul …. 😀
LikeLike
Takut salah …
Eh keren ini ulasannya mas BC … seperti ulasan di web2 Psikologi. Mas BC lulusan fak. Psikologi ya?
Bahagianya Rumi dan Bumi punya ayah mas BC 🙂
LikeLike
Sama dong Mbak. Takut salah melangkah ya. Ini sekadar curhatan pribadi Mbak. Bukan lulusan psikologi, cuma suka baca buku atau materi psikologis Mbak
Saya yakin Athifah dan Afyad juga bangga serta beruntung jadi putra-putri Mbak Niar kok 😀
LikeLike
Rumi takut mandi, ya. Kalau tante Myra kadang suka males mandi, apalagi kalau udah ngamar hahaha *komen biar Rumi ada temennya. Ups :p
LikeLike
Haha, Rumi langsung tertawa menyeringai karena ada pasukan satu barisan xixixix. 😛
LikeLike
Kl tante ga takut mandi cuma kl males mandi sering.. Sama lah kya ayahnya rymi Hihihi…. 😛
LikeLike
Sering males mandi? Pantesan waktu kopdar di Surabaya kok kayak ada bau makseng asem asem kecuut gitu, Kirain bau sisa makanan di depan Warung Bu Cokro. Jebule keringatmu toh Mak, wkwkwk. Kasian Mas Indra 😉
LikeLike
Saya takut air,,, sama saja ya?
LikeLike
Boleh nih masuk pasukannya Rumi, Tante. Ahaha 😛
LikeLike
takut.. kehabisan duit he2
LikeLike
Kalau kehabisan pulsa buat ngeblog gimana Mbak? Xixi….
LikeLike
Hai Rumi sayang, salam kenal dari dek Alimikal di Bogor, ngomong-ngomong soal mandi, Rumi tau ga kalo mandi itu sama dengan membersihkan si kuman dari tubuh kita lho. Koq dibersihkan? karena kuman itu suka sekali dengan tubuh yang tidak bersih, si kuman adlah teman anak-anak yang tidak senang mandi karena si kuman suka bikin tubuh kita jadi ga enak saat tidur dan main. padahal mandi itu sangat menyenangkan lho, kita bisa main air, sambil menyabuni badan kita bisa main dengan mainan kesayangan kita, pokoknya seru deh. Rumi, anak pinter, dek Alimikal suka banget main air dan kalo mandi pengennya lamaaa sekali, katanya air bikin dek Alimikal bersih dari si kuman yang nakal dan bikin bobonya jadi nyenyak sekali.
Anak baik, jangan mau berteman dengan si kuman ya. Ayo mandi kita usir si kuman dari tubuh kita.
Salam,
dek Alimikal
Bogor
LikeLike
Wah, adek Alimikal seru ya suka main air. Dulu juga senang air Tante. Sekarang jadi malas mandi. Padahal bersih dan wangi ya kalau mandi. Semoga nanti bisa ketemuan ya Rumi-Bumi ma dek Alimikal.
Mantab juga nih Mbak buat ide nulis buku tentang anak yang ga suka mandi 😛
LikeLike
Takut Kecoa 🙂
LikeLike
Saya lebih pilih kecoak daripada tikus, hiiii 😦
LikeLike
Basaha gampangnya tuh ngeles ya, Om.
Kalau saya takutny asama si reptil. .. 😛
LikeLike
Yup, cerdas! Intinya ngeles dengan banyak alasan. Saya juga kadang gitu 😀
LikeLike
Hahaha… Rumi sama kayak Kai, suka ‘lebay’ atau banyak alasan. Kalo berbagai cara udah gak mempan, senjata ampuhnya adalah “hadiah” jika dia mau melakukan sesuatu itu. Makanya aku suka nyetok mainan/makanan ringan murah meriah di lemari 🙂
LikeLike
Setuju Mbakje. Iming-iming hadiah bisa mendorong mereka agar mau melakukan sesuatu. Asal ga terlalu sering aja ya biar ga kebiasaan, hehe 😉
LikeLike
iya betul.. kalo keseringan, ortunya bisa bangkrut hehehe…
LikeLike
Salam sayang buat Rumi yang cerdas dan Bumi yang kalem…. 🙂
LikeLike
Salam balik buat Tante Lies dan keluarga di Purworejo ya 😀
LikeLike
Termasuk blockir mental karena takut ini itu, malas ini itu ya Mas
matur nuwun kisahnya yang penuh makna
Salam hangat dari surabaya
LikeLike
SEpakat sekali, Dhe. Hal-hal begini yang menghambat laju kemajuan kita ya. Terima kasih sudah mampir Dhe. Salam dingin dari Bogor 🙂
LikeLike
Terima kasih Rumi, jadi melihat cerminan diri dengan panjangnya alasan untuk menolak sesuatu yang semestinya dilakukan.
Salam
LikeLike
Saya sendiri juga belajar dan merasa diingatkan oleh Rumi lewat kejadian pagi itu. Terima kasih dan salam sukses selalu untuk Anda ya Mbak.
LikeLike
Errr… Saya sih cenderung nggak takut, tapi … males… (
LikeLike
Wah kalau ini lebih parah, wew 😛
LikeLike
ehek..ehek.. pinter memelintir orang dengan kata katanya membuat gerah kita terhadap anak anak ya?
LikeLike
Anak-anak memang selalu lucu dan menggemaskan Mas. Di balik ungkapan dan ekspresi mereka kita bisa banyak belajar tentang kehidupan. Terima kasih sudah berkunjung. Salam kenal 🙂
LikeLike
Self-limiting beliefs. Hmmm…saya baru tau nih mas istilahnya, dan sepertinya ketakutan saya lebih banyak (dan lebih drama) daripada Rumi yg ‘sekadar’ membuat excuse untuk tidak mandi -____-“
LikeLike
Begitulah, Rin. Kadang kita tak sadar kita sebenarnya mampu melakukan sesuatu namun terhambat oleh ketakutan diri sendiri. Mungkin akibat terkooptasi otak yang mendominasi hati, atau dikuasai asumsi-asumsi umum yang beredar sehingga kita jadi ragu melangkah. Nah, buktinya Orin akhirnya melahirkan “Little Stories”. Mancaab!
LikeLike
Saya juga takut mandi……..
mandi madu.
Tak kuat bayarnya. 😀
LikeLike
Ada yang gratis kok Mas 😛
LikeLike
kalau saya takut ketinggalan kereta. Soalnya sayang uangnya kagak bisa kembali 🙂
LikeLike
Harus disiplin waktu berarti, Mas. sayang kalau uang melayang.
LikeLike
hihi iya mas. jadinya kalau naik kereta. minimal nunggu 30 menit sebelum kereta jalan 😀
LikeLike
Lebaran tahun lalu saya kehilangan 3 kursi kereta bisnis gara-gara terlambat datang ke stasiun. Ihiks 😦
LikeLike
wouw berapa tuh kak harga kereta bisnis ?
LikeLike
nama anak2nya bagus2 bangeeeet… ^_^ Bumi dan Rumi….:D
kalo kata orang bule soal ketakutan2 yg bersarang di otak ini, “It’s only on your mind…” gitu kali ya…hihihihihi
kalau saya takut banget sama tikus…tapi kalau sama duit nggak takut alhamdulilllaah…kecuali duit haram…wkwkwkwkwk
LikeLike
Betul, Mbak Winda. Kebanyakan pikiran kita yang merekayasa.
Tikus saya juga takut, atau geli lebih tepatnya. Kalau duit saya juga takut Mbak kalau duit palsu 😉
LikeLike