Di Balik Mata Najwa

Wajahnya yang unik tak pernah absen menghiasi layar kaca setiap pekan. Ia aktif menyapa pemirsa televisi tanah air lewat sebuah acara talk show yang ia gawangi. Sebagai host, ia termasuk berhasil membawakan acara. Betapa tidak, setiap komentar dan pertanyaan yang ia lontarkan kerap membuat gelagapan bintang tamu. Matanya yang tajam dan lincah seolah siap menelan undangan yang hadir dalam acaranya. Selain tema yang aktual, acara ini juga sukses meraih simpati pemirsa berkat kecerdasan sang host yang tercermin dalam tutur kata dan bahasa tubuhnya.

Namun tidak banyak orang tahu bahwa masa kecilnya cukup menyedihkan, bahkan suram. Egoisme dan keserakahan diam-diam tersamarkan oleh pendar matanya yang lembut. Bukan, bukan, saya tidak sedang membahas host jelita putri ulama kondang Quraish Shihab. Bukan Najwa Shihab yang hendak saya kisahkan, melainkan Najwa yang lain. Namun mata Najwa ini memang sangat awas dan benar-benar tak luput memantau dunia sekeliling.

Bak mata rajawali
mataDialah keponakan saya, Amanda Najwa Putri. Usianya baru akan mencapai 2,5 tahun. Badannya agak gemuk, namun tetap lincah. Anaknya cerdas dan memiliki daya tangkap yang bagus. Daya rekamnya kuat, khas anak-anak. Ia kerap melontarkan ungkapan-ungkapan bernada dewasa dengan gaya yang lugu namun menggemaskan. Misalnya menyuruh ibunya mandi, atau menganjurkan neneknya agar melakukan sesuatu. Kita biasa menyebut hal ini dengan ‘pikiran yang tua’.

Seperti saya sebutkan di awal, mata Najwa memang sangat teliti. Bak mata elang atau rajawali. Siapa pun yang coba menggunakan benda/properti miliknya atau milik ibu/nenek/ayahnya pasti tertangkap olehnya walau diambil secara diam-diam. Suatu kali tantenya tak sengaja memakai sandal milik ibunya, kontan Najwa berteriak meminta sandal itu dikembalikan. Padahal saat sandal diambil, Najwa sedang asyik bermain dengan teman-temannya. Rumi sepupunya juga pernah hendak mengendarai sepeda pink-nya atas izin sang nenek, namun urung dilakukan karena keburu kepergok oleh sorot mata Najwa. Begitu juga dengan benda-benda milik ayahnya.

‘Pinjam’ barang orang
Lucunya, Najwa gemar menggunakan benda milik orang lain, terutama sandal atau sepatu, tanpa sepengetahuan pemiliknya. Dengan santai ia akan melenggang ke rumah tetangga dengan beralaskan sandal milik anak saya atau sepupunya yang lain, atau bahkan milik anak tetangga. Saat ketahuan dan diminta mengembalikan sandal, ia selalu menolak. Walhasil, Rumi (cowok) anak saya kerap harus rela berjalan dengan meminjam sandal Raisya ketika sandalnya direbut paksa oleh Najwa. Najwa selalu menginginkan benda atau mainan yang dimiliki orang lain. Ia gemar sekali berebut hal-hal yang sebenarnya sudah dibagi adil di antara semua sepupu.

Tentang sandal atau sepatu, boleh dibuka lemarinya. Entah ada berapa belas pasang bertengger di sana. Semua berkualitas bagus dan masih terlihat baru. Alih-alih menggunakan propertinya sendiri, ia malah lebih doyan ‘meminjam’ milik orang lain, tak jarang dengan paksaan dan keras kepala. Intinya, barang tersebut harus berpindah ke tangannya, tak peduli perasaan orang lain. Walau kerap terjadi bahwa barang-barang tersebut akhirnya tidak ia manfaatkan sama sekali alias menganggur. Ia sepertinya hanya hobi mengumpulkan dan tak selalu berminat menggunakan.

Kematangan spiritual
Dalam buku Mutiara Al-Quran karya Dr. Sultan Abdulhameed disebutkan tentang kematangan spiritual. Kondisi pada Najwa di atas bisa dilihat sebagai hal yang lumrah di mana anak kerap ingin menguasai segala sesuatu tanpa mengindahkan perasaan orang lain. Harap maklum, anak-anak belum matang secara spiritual. Mereka berpandangan bahwa kehadiran orang lain di dunia ini hanyalah untuk melayani kepentingan mereka, bukan sebaliknya. Adalah tugas orangtua untuk mengarahkan dan mengajarkan tentang semangat berbagi dan saling meringankan beban.

Dalam buku tersebut juga disampaikan sindiran terhadap orang-orang yang berlimpah harta atau benda namun enggan berderma. Orang-orang demikian disebut telah kehilangan energi kehidupan sehingga hidupnya tak bahagia, selalu kekurangan, dan resah penuh rasa iri. Mereka telah kehilangan matahari untuk menyinari kehidupan mereka yang beku. Energi itu ada dalam aktivitas berbagi, apa saja, dalam kebaikan.

Berkaca
Pernahkah kita melihat orang di sekitar kita yang terus menumpuk harta, siang malam menimbun kekayaan, demi kesejahteraan pribadi namun pada saat yang sama mengorbankan atau bahkan ‘memakan’ kepentingan orang lain? Mungkin sering kita jumpai sosok-sosok makmur namun enggan memperhatikan nasib orang lain yang membutuhkan uluran tangan. Padahal bila mau jujur, berapa sih volume nasi yang kita konsumsi sehari, seminggu, setahun? Haruskah kita menimbun miliaran ton sembako demi persediaan pribadi walau akhirnya busuk belaka dan tak terpakai? Padahal jumlah yang terbuang itu awalnya mampu menjadi ladang investasi dunia akhirat kita.

Sekali lagi, dari gadis kecil bernama Najwa saya belajar. Tentang egoisme, tentang keserakahan dan penguasaan atas sumber-sumber daya di bumi ini. Kita tak perlu menunjuk batang hidung orang lain. Jari telunjuk itu pantas kita arahkan kepada diri sendiri. Sudahkah kita hidup dalam komposisi yang tepat, tidak berlebihan dan tidak pula merugikan orang lain?

Jangan-jangan kita tak ubahnya seperti Najwa dalam wujud besar, namun secara spiritual belum matang. Mandeg dan busuk digerogoti ketamakan kita sendiri. Di balik mata Najwa saya memetik sesuatu. Bagaimana dengan Sahabat?

60 Comments

  1. semoga makin bertambah umur, ematangan spiritual Najwa akan bertambah juga…
    “Namun tidak banyak orang tahu bahwa masa kecilnya cukup menyedihkan, bahkan suram” <– eh, aku sempat bertanya-tanya, siapa yg dimaksudkan di sini? Najwa yg host itu / Najwa kecil ponakaan mas?

    Like

  2. khas banget kalo mampir disini,penutupnya pas banget…*nunjuk idung sendiri ah :D*, kadang kita lupa ngaca di depan kaca,lebih betah melihat kaca sebelah 😦
    salam bt najwa ya, saya penggemar hidung mancungnya loh hahaha

    Like

  3. Hehehe… keren. Semoga Mata Najwa selalu ‘tajam’ hingga dewasa nanti. Dan semoga akan banyak lagi ‘mata-mata’ seperti ini agar hidup bisa lebih tenteram. Sukses, Najwaaaaaa… ^^

    Like

  4. jajali yen si Najwa itu cedhak mbe aku, mesti wes takteyooott… podo karo sing nulis postingan ini, samber tumpeng karo segepok dollar tenan koq, preambule-nya menyesatkan, gak ada hubungannya ama artikel. ngono yo ijek takkomeni sisan, byuuhh byuuhh… :p

    Like

  5. Naah ini mata Najwa yang lain tooh…
    tetap setajam Najwa Shihab yaa..
    Dari Najwa manapun, ada hal yang bisa kita pelajari..

    dah mampir kemarin tp blom ninggalin jejak, sesuai saran mas belalang sy bakal lbh rajin BW dan ninggalin jejak. slama ini jarang sekali ninggalin jejak klo mampir2..

    Like

  6. Anak2 selalu begitu…tp mereka apa adanya gak menutup2i apa yg mereka rasakan atau inginkan….dunianya adalah keceriaan…salam untuk si kecil Najwa yg suka pjm sandal org ni…hehe

    Like

  7. Oalah, kirain Najwa yang itu. hehe… Aku malah baru tahu kalau Mbak Najwa yg itu putrinya Pak Quraish Shihab… Yaelah… kemane aje? 😀

    Anak2 belajar dari org dewasa. Namun, kita org dewasa kerap perlu berkaca & belajar lagi pada anak-anak. Itu yg sering kita lupa… 🙂

    Like

  8. Sekali lagi, dari gadis kecil bernama Najwa saya belajar. Tentang egoisme, tentang keserakahan dan penguasaan atas sumber-sumber daya di bumi ini. Kita tak perlu menunjuk batang hidung orang lain. Jari telunjuk itu pantas kita arahkan kepada diri sendiri. Sudahkah kita hidup dalam komposisi yang tepat, tidak berlebihan dan tidak pula merugikan orang lain?
    Jangan-jangan kita tak ubahnya seperti Najwa dalam wujud besar, namun secara spiritual belum matang. Mandeg dan busuk digerogoti ketamakan kita sendiri. Di balik mata Najwa saya memetik sesuatu. Bagaimana dengan Sahabat?

    Aku: lebih buruk dari Najwa

    Like

Tinggalkan jejak