Sawang Sinawang

pinterest.com
pinterest.com

Andini dan Ben adalah pasangan suami istri. Baik Andini maupun Ben adalah orang kantoran, bekerja dalam bidang yang sama di kota yang sama namun di perusahaan yang berbeda. Suatu hari Andini berujar kepada Ben, “Liat tuh si Cakra. Dia rajin lembur. Atu liat si Dimas; lemburnya banyak, pasti duitnya juga banyak!”

Ben memang tak bersemangat lembur. Bisa saya pahami karena jarak tempuh rumahnya menuju kantor cukup jauh walaupun masih satu kota. Tambahan lagi, perusahaan tempatnya bekerja masih tergolong baru dibandingkan perusahaan tempat istrinya bekerja. Walhasil, baik gaji maupun uang lembur tentu berbeda dari si Cakra atau Dimas.

Intinya, Andini mengeluhkan penghasilan suaminya dan tersihir oleh pesona penghasilan rekannya sekantor yang “terlihat” lebih besar dibanding suaminya. Padahal Andini sebenarnya hanya silau oleh pendar penghasilan Cakra atau Dimas.

Mengapa saya katakan demikian? Sebab saya mengenal Cakra dengan baik. Kami adalah sahabat karib. Dari beberapa kali pertemuan dengannya, saya tahu bahwa Cakra pun sebenarnya tidak berlimpahan uang. Suatu kali ia bercerita tentang biaya sewa kontrakan yang mendadak naik, atau anaknya yang sakit sehingga membutuhkan banyak biaya berobat. Tak jarang juga ia mengeluhkan tentang beban kerja yang tidak diimbangi dengan kompensasi yang memadai. Beberapa kali ia memberi sinyal tentang keinginannya berhenti kerja dan membuka usaha sendiri atau pindah ke kota lain.

Berbeda dengan Andini dan Ben yang sama-sama bekerja, Cakra bekerja sendirian sementara istrinya menjadi ibu rumah tangga mengasuh dua anak mereka. Andini tak pernah tahu bahwa Cakra juga memiliki problema serta karakter masalah tersendiri. Istri Cakra juga kerap ‘mengeluh’ tentang penghasilan suaminya yang pas-pasan, namun mereka bersyukur karena masih diberikan dua momongan. Cakra kini belum memiliki rumah sendiri sementara Andini dan Ben sudah menghuni rumah milik sendiri di sebuah kompleks perumahan. Diam-diam Cakra dan istrinya juga memandang betapa enaknya hidup Andini dan Ben. Keduanya bekerja dan punya rumah pula.

Orang Jawa menyebut hal ini dengan Sawang Sinawang (atau cukup Wang Sinawang). Kita melihat apa yang tampak menarik, terlihat lebih hebat, atau lebih enak dibanding kondisi sebenarnya. Yang kita tangkap kadang cuma kesan atau pantulan permukaaan saja. Kita tidak pernah benar-benar tahu kondisi orang lain, baik secara finansial maupun psikis-mental.

Sawang Sinawang adalah sebuah perspektif brilian tentang cara memaknai hidup. Sawang Sinawang merupakan sebuah sikap dalam mengukur apa yang perlu dan tidak perlu kita risaukan. Sawang Sinawang adalah ekspresi paling gamblang untuk menumbuhkan rasa syukur di dalam hati. Ini adalah cara murah untuk menekan rasa iri atau kesumat dengki terhadap keberhasilan atau kehebatan orang lain.

Ingatlah bahwa kebahagiaan terletak di hati, bukan (semata-mata) ditentukan oleh kepemilikan materi. Kebahagaiaan bisa kita ciptakan (inward), bukan selalu kita dapatkan (outward).

Apakah Sahabat punya ungkapan bahasa daerah yang menginspirasi? Yuk tulis dan ikutkan pada kontes yang akan saya adakan dengan hadiah-hadiah menarik 🙂

49 Comments

  1. He he,,iya,,wang sinawang,,bener bgt bang,,sepertinya rumput tetangga lbh hijau yaa he he,,klo tinggal di kampung spt aku mgkn ngga bgitu terasa wang sinawangnya bang,,krn rata2 sama lah,,tp klo tinggalnya di kota ato di perumahan mgkn lain lg critanya,, bakalan wang sinawang trs,,

    Like

      1. He he mikir dulu niih,,istilah apa yaa,,colek2 ya bang,,suka kelewatan kontes klo dh tenggelam di kantor he he,,

        Like

    1. Benar sekali, Uni. Dalam bahasa Indonesia sepadan dengan rumput tetangga lebih hijau ya. Padahal tetangga belum tentu punya rumput, hehe.

      Nanti ikutan kontesnya ya Uni 🙂

      Like

  2. Tiap daerah punya ungkapan penuh makna yg juga dijadikan semacam slogan / semboyan penyemagat.. Slogan itu juga merujuk pada identitad daerah setempat.. Spt bbrp kabupaten/kota di Sumsel memiliki slogan berbeda yg masing2 punya makna.. Kapan nih mulai lombanya..insyaAllah aku mau ikut..

    Like

  3. Weleh-weleh kontesnya bikin mumet, karena harus nyari ungkapan daerah…lha aku wong jowo e mas, yo podo ae karo sampeyan “sawang sinawang” hahahaaaa trus piye jal xixixiiii

    Like

  4. Betul Mas Rudi…. apa yg org lain punya atau rasakan, blm tentu enak seperti dugaan kita. Maka adalah penting memliki ilmu syukur dlm hidup. Jadi pengen ikutan kontesnya *gelartikardulu* 😀

    Like

    1. Nah setuju, bersyukur, itu yang penting. Ngga gampang sih, tapi bukan berarti ngga bisa.
      Kontesnya, hmmm … harus tanya2 suami nih tentang ungkapan dalam bahasa daerah sunda. Secara saya mah setengah2, sunda bukan, jawa kagok .. hihihi

      Like

  5. Betul sekali. Orang kampung saya bilang saya orang makmur, tapi pengusaha mungkin bilang saya lebih banyak hormatnya daripada gajinya ha ha ha ha
    Salam hangat dari Surabaya

    Like

  6. Sebenarnya sikap “melihat rumput tetangga selalu lebih hijau” manusiawi sekali ya mas Belalang …
    Asal tau trik utk tdk meninggalkan rasa syukur, maka hidup ini akan lebih nikmat ..

    Salam

    Like

  7. Aku nanti tolong dicolek yo kangmas nek kontes-e wis mulai, sembari mikir nih ungkapan Jawa lainnya selain wang sinawang. Opo takkonsultasi dengan mbahku yg keturunan Jerman yo, opo boso Jerman-e wang sinawang :p

    Like

  8. Mau ngadain GA tentang istilah bahasa daerah ya Mas?
    Semoga diperbolehkan repost..
    Soalnya saya pernah menuliskannya, duluuuu banget, hehe.. 🙂

    Like

Tinggalkan jejak