Yang Lebih Berbahaya Dari Beras Plastik

Publik di tanah air belakangan ini heboh akibat beredarnya beras yang disinyalir terbuat dari plastik. Saya pribadi tak menguasai bidang yang diperdebatkan sehingga tak berani berkomentar. Ada yang menyebut isu beras plastik ini adalah masalah serius dan harus ditangani karena berbahaya. Sebaliknya, ada pula yang menyebutnya sebagai hoax dan semata-mata untuk mengalihkan isu. Entah isu apa yang dimaksud.

Sabtu malam kemarin saya kebagian ronda bersama para tetangga. Salah satu peserta ronda ternyata bekerja di industri plastik yang nilainya miliaran rupiah. Tak pelak lagi, perbincangan pun mengarah soal beras imitasi yang santer diberitakan. Menurut penuturannya, isu beras plastik itu hampir mustahil kebenarannya. Bahan baku plastik katanya sangat mahal dan dengan demikian cukup sulit untuk memproduksi beras berbahan plastik. Belum lagi teknologinya yang sangat canggih.

Dongkol kuadrat

Saya bergeming dan memilih jadi pendengar. Selain tak punya kompetensi dan ilmu yang mumpuni, saya juga tengah didera kedongkolan luar biasa. Saat para bapak asyik bercengkerama, pikiran saya melayang. Saya larut dalam lamunan sendiri. Betapa tidak? Warung sop ayam yang menjadi langganan kami sekarang ternyata dikenakan pajak. Tentu saja itu membebani pembeli, yang sebelumnya bebas tanpa pajak.

Kedongkolan kedua adalah selepas membeli tepung ketan di sebuah supermarket grosir asal Negeri Ginseng. Memang harganya lebih murah daripada tempat lain, namun di akhir jumlah item ternyata ditambah pajak 10% sehingga harga total yang harus saya bayar menjadi membengkak.

“Wah, wingkonya enak ya, Pak. Manisnya pas. Ga gosong juga kayak wingko yang di Semarang itu!” ujar seorang bapak yang sudah sepuh, membangunkan saya dari lamunan. Saya tersenyum lalu mengiyakan (dengan harapan dia bakal pesan seribu biji, hehe).

Hati imitasi

Lalu apa hubungan kedongkolan saya dengan isu beras plastik? Tentu ada. Maraknya pemberitaan tentang beras imitasi ini membuat saya merenung. Ternyata barang-barang tiruan dari plastik sudah lama menemani kita dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari buah, sayur, hingga kursi pun terbuat dari plastik. Namun di luar semua itu, sebenarnya ada satu hal yang jauh lebih berbahaya ketimbang beras plastik yang lupa kita sadari.

Apa itu? Hati plastik. Hati plastik adalah organ yang dimiliki para pemimpin korup dan busuk yang telah menyengsarakan kita semua. Hati plastik adalah hati palsu yang sudah tidak bisa difungsikan untuk mensejahterakan manusia. Tak heran bila pemiliknya cenderung kemaruk dan terus menggerogoti kekayaan negara juga rakyat.

Silakan baca berita tentang kepala daerah yang korup, pejabat yang disuap, anggota dewan yang kongkalikong dengan pengusaha licik, dana masih banyak lagi. Merekalah para pemilik hati plastik. Saat menuju tampuk kekuasaan, mulut mereka berbusa menjual ayat-ayat agama dan kepedulian sosial yang ternyata direkayasa demi memuaskan hasrat pribadi. Mereka tampil santun, cerdas, dan intelek–pokoknya bersih ibarat beras plastik yang putih berseri.

Sayangnya, lagi-lagi kita selalu diperdaya dan dibohongi. Uang pajak yang kita bayarkan melalui beragam saluran ternyata mereka embat. Kita bekerja keras mati-matian guna meraup rezeki halal, mereka asyik menikmati apa yang kita bayarkan. Sekarang saya paham mengapa mereka bisa berlaku demikian. Sebab hati mereka bukan hati pada umumnya yang berfungsi dengan baik. Hati mereka ternyata imitasi belaka, mungkin terbuat plastik murahan yang tak punya kinerja dan tiada mampu mengoperasikan kompas moral.

Butuh metode yang jelas

Oknum pemimpin dan pejabat seperti ini sungguh sangat berbahaya. Saya sebut berbahaya sebab kebusukan mereka kerap tak bisa kita endus. Mereka menjadi ancaman laten karena kita belum punya piranti untuk mengecek validitas mereka sebagai pemimpin sejati saat beranjak menjadi petinggi atau penguasa. Kita belum punya metode untuk menguji apakah hati mereka tulen ataukah tersusun dari bahan baku plastik yang beracun.

Saya pribadi tetap akan loyal membayar pajak selama pajak dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat sebesar-besarnya, bukan memperkaya segelintir orang saja. Sangat perih bila pajak yang kita bayarkan ternyata ditelikung dan dimanipulasi untuk memuaskan keserakahan jiwa-jiwa yang kerdil. Lagi-lagi, itu lantaran hati yang sudah malih menjadi sampah sehingga tak memikat untuk disinggahi nurani.

Dari Kompas Health, saya dapatkan kiat berikut untuk mendeteksi beras plastik.

beras

Nah, mengingat kita sudah sering dikibuli, haruskah kita terapkan langkah-langkah di atas sebelum menyerahkan amanah kepada seorang calon pemimpin? Beras plastik–jika memang betul ada–memang berbahaya, tapi pemimpin berhati plastik jauh lebih berhaya sebab operasinya seperti siluman dan dampaknya sangat masif.

19 Comments

  1. Dalam berita yang tadi malem saya lihat di televisi, katanya hasil lab pemerintah menyatakan bahwa sampel beras yang diteliti tidak mengandung plastik. Padahal, hasil teliti lab sebelumnya mengatakan ada unsur plastiknya. Entah yang mana yang benar. Bila ternyata ada yang tak jujur dalam hal ini, benar kata sampean, Kangmas, yang lebih berbahaya itu hati plastik. Nemen wes…, nemeeennnn….!

    Like

    1. Perbedaan hasil ini juga memicu perdebatan baru ya Mas, kian membingungkan publik. Sementara pemilik hati plastik makin asyik, asyik, dan tenggelam dalam urusannya sendiri saat rakyat menjerit….

      Like

  2. Sepertinya pengalihan isu yg itu. Tiap kali satu kasus blm kelar heboh kasus yg lain..
    Ahhh syg sekali. Disaat org lain yg gajinya ga seberapa trs dpotong pajak. Eh pajaknya dsalahgunakan.. Smg org2 berhati plastik cpt punah aja 😦

    Like

  3. Ah, hati plastik memang lebih bahaya ya, pasti keras dan susah ditaklukan oleh nilai-nilai kemanusiaan.

    Selain beras plastik, isu-isu lain juga banyak yang membuat kita bingung, benar atau hoaknya. apalagi isu yang memancing ‘amarah’ dan ‘ribut’ antar manusia.

    Like

    1. Sepertinya cuma rumor belaka, Mas. Syukurlah tempat Mas Tuxlin ga ikutan heboh. Bogor juga tenang aja kok. Tentunya tempat Mas heboh dong oleh irama kerja para peternak yang emmerah sapi kambing 😉

      Like

  4. iya…. aku penasaran siapa sebenarnya oknum yang pertama kali memasukkan dan memasarkan beras plastik di indonesia itu… apa benar produk import atau jangan2 orang indonesia sendiri yang emang suka aneh saking kemaruknya (inget tayangan reportase aku)

    Like

    1. Memang miris, Mbak. Segalanya simpang siur seolah hanya ingin membuat rakyat kisruh dan galau. Apalagi kalau ingat reportase, haduh, paraaah. Semua dimanipulasi dan diakali demi keuntungan semata. Prihatiiin…. 😦

      Like

Leave a reply to belalang cerewet Cancel reply