Mengapa Berbagi Nasi?

Hari Jumat 6 November akhirnya saya bisa bergabung bersama para pejuang nasi Bogor. Ya betul, pejuang nasi. Mereka adalah himpunan orang yang sepakat bertemu setiap Jumat malam dua pekan sekali untuk selanjutnya menyisir beberapa rute kota Bogor dengan tujuan tertentu. Misinya sangat mulia: membagikan sebungkus nasi plus air minum untuk para gelandangan, pemulung dan mereka yang didera kelaparan namun tak sanggup membeli makanan.

Barangkali sobat pembaca sudah akrab dengan gerakan Berbagi Nasi atau disingkat Bernas yang memang sudah merambah banyak kota di tanah air. Saya pribadi tertarik berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan berbagai alasan (akan saya jelaskan nanti). Kebetulan Mbak Anazkia blogger kondang itu — (selanjutnya saya sebut Kanaz) juga turut dalam program ini. Maka saya jadi enjoy sebab sudah ada yang kenal.

Kumpul di Mesra

Meeting point atau titik kumpulnya sudah saya kenal: depan Masjid Al-Mikraj atau yang akrab dikenal Mesra atau Masjid Raya di seberang ADA Swalayan dan Toko Buku Gramedia Padjadjaran. Menjelang pukul 20.00 saya sudah siap di tempat dengan menenteng amunisi. Amunisi adalah sebutan khas nasi bungkus yang akan dibagikan. Saya pantau di grup WA Bernas Bogor masih sepi. Lalu satu dua orang berdatangan. Saya belum nimbrung, sambil mengamati kalau-kalau Kanaz sudah masuk radar. Rupanya dia dan Novi masih otw dari stasiun dan langsung memesan nasi di depan BTM.

Saya segera bergabung dengan para pejuang nasi yang sungguh membuat saya terkejut. Mereka masih belia dan bolehlah disebut ABG. Mungkin ada satu dua yang sudah bekerja, namun partisipan malam itu didominasi anak-anak SMA yang belakangan saya ketahui kebanyakan adalah siswa aktif maupun alumnus SMAKBO. Bahkan Fahmi, pejuang nasi yang baru sekali ikut, sempat menginterogasi saya saat berkenalan, “Mas anak SMAKBO juga?” Tadinya mau ngangguk, tapi kumis dan jenggot susah berbohong, hehe.

Tak ada ungkapan lain selain rasa salut kepada para pejuang muda ini. Di tengah hingar-bingar kota yang megah, ketika teman-teman mereka asyik kongko-kongko di kafe dan haha-hihi enggak jelas, mereka mau meluangkan waktu, tenaga, dan rupiah untuk bertemu saya terlibat dalam kegiatan yang sangat positif. Sikap peduli di usia belia semoga akan mengantarkan mereka pada kesuksesan dan keberkahan hidup.

Surken ke Empang

Pukul 21.08 (versi hape saya) kami pun bergerak. Pasukan dibagi menjadi tiga tim untuk menjelajah tiga rute, dan saya kebagian Jalan Suryakencana (Surken) bersama Sandi, Selvi dan Firman. Kami meluncur ke BTM untuk menjemput Kanaz dan Novi yang sudah standby di sana dengan amunisi lengkap. Total malam itu ada 71 nasi bungkus. Setelah semua siap, kami langsung menyisir jalanan Surken. Satu dua target mulai kami identifikasi. Sandi dan Novi sigap menghampiri dan menyerahkan nasi bungkus.

Saya melihat tiga orang penerima. Satu wanita dan dua lelaki. Si wanita terlihat tertidur sementara dua lelaki terjaga, di mana salah satunya tampak sebagai tunanetra. Saat menerima nasi itu, sang bapak tunanetra terlihat gembira dan segera membangunkan istrinya yang terlelap di sebelah kanannya. Sang istri tergeragap dan menjumpai Novi sudah ada di depannya. Dia pun menyambut gembira nasi yang diserahkan. Hiks, terharu 😦

Dok. Bernas Bogor
(Bapak tunanetra dan istrinya – Dok. Bernas Bogor)

Malam yang Berkesan

Begitulah, malam itu adalah pengalaman saya ikut berbagi nasi bersama para pejuang yang ternyata masih unyu-unyu. Usia muda nyatanya tak menghalangi mereka untuk sudah peduli pada sesama. Kami menyusuri Jl. Surken dan berakhir di Empang. Saya berjumpa dan bercakap langsung dengan para penerima. Ada orang gila, ada bapak yang tak punya rumah dengan penghasilan tak tentu dari memulung – biasanya 15.000/hari. Dan masih banyak cerita yang dijamin tidak akan kita saksikan dalam sinetron yang tidak layak tonton itu.

Pukul 10 sekian menit pembagian nasi pun rampung. Semua pejuang nasi bergerak ke Lapangan Sempur untuk rapat evaluasi. Karena saya masih ada urusan, saya pun pamit tanpa ikut evaluasi. Sungguh pengalaman berharga dan mengesankan bagi saya. Tadinya saya bermaksud mengajak Rumi mengingat besoknya dia libur TK. Lantaran dia tidak tidur siang, jadilah saya meluncur sendiri.

Mungkin ada yang berkomentar apatis, “Ngapain bagiin nasi segala? Bukannya itu malah bikin malas aja si penerima?!” Atau komentar lain yang lebih idealis, “Daripada berbagi nasi, kenapa tidak menciptakan peluang usaha agar mereka mandiri dan bla bla bla….” Komentar ini ada benarnya dan tidak salah. Untuk merespons komentar seperti itu, ada baiknya saya tuliskan alasan kenapa tertarik ikut berbagi nasi sebagai berikut. Ini sekaligus menjawab pertanyaan Kanaz dan Fahmi.

Dirindukan Surga

Ustaz Edi pernah menyampaikan, empat golongan yang dirindukan surga adalah: orang yang membaca Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang berpuasa di bulan Ramadan, dan orang yang memberi makan orang kelaparan. Redaksi hadis ini menggunakan kata ‘dirindukan’ atau kalimat pasif, yang artinya surga sudah menanti-nanti dan mau menerima empat golongan tersebut. Ibarat orang kena razia polisi, tentu asyik bila kita dinyatakan lolos tanpa inspeksi, “Anda langsung saja. Lanjut…ga perlu diperiksa,” begitu ujar Ustaz Edi memberi perumpamaan. Sebagai seorang muslim, saya tentu ingin masuk surga. Siapa tahu tindakan sederhana ini bisa mengantarkan ke sana.

Ekspresi Syukur

Berbagi nasi adalah cara paling mudah untuk mengungkapkan rasa syukur. Saya merasa dicukupi oleh Allah, dengan kesehatan, tempat tinggal, keluarga, makanan, anak-anak dan banyak pemberian lain yang tak ternilai harganya. Berbagi nasi adalah wujud bahwa kita tidak hidup sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang ternyata jauh lebih memprihatinkan hidupnya dibanding kita. Saya yang sering merasa kurang dan kerap mengeluhkan kekurangan terpaksa menahan air mata saat menyadari bahwa saya begitu kaya. Sebab masih punya keluarga yang menyayangi, banyak teman yang peduli, dan banyak hal lain yang semakin membuat saya bersyukur.

Wujud Empati

Ini salah satu alasan kuat yang menggerakkan saya ikut berbagi nasi. Bahkan saat saya ceritakan hal ini kepada Fahmi, mata saya mendadak berkaca-kaca. Saya pernah didera rasa lapar yang menyiksa. Saat masih kuliah di Semarang, saya tak lagi punya uang. Atau ada uang sekian ratus rupiah yang cukup untuk membeli gorengan saja. Padahal tanpa nasi apalah daya. Saya berjalan dari Wonodri Raya hingga sampai di Wartel Simpang Lima untuk meminta kiriman uang. Ternyata tak ada yang bisa dikirimkan. Saya tak bisa memaksa ibu mengirimkan uang lagi. Saya tahan rasa lapar.

Malu jika harus berutang pada teman kuliah atau teman kos yang sudah pernah mengutangi saya. Saya meringkuk di kasur tipis di kamar kos. Membayangkan kelezatan makanan teman-teman yang uang sakunya selalu melimpah. Inilah salah satu titik nadir yang membuat saya menangis bila mengingatnya. Pikiran saya kala itu hanyalah mengisi perut dengan nasi. Makan, titik. Maka saat sekarang saya punya rezeki lebih, saya ingin menyumbang nasi untuk mereka yang lapar namun tak sanggup membelinya atau tak kuasa meminta pertolongan kepada orang lain.

Kontrol sosial

Alasan keempat ini mungkin terdengar terlalu idealis. Mana mungkin sebungkus nasi bisa jadi alat kontrol sosial? Pemikiran saya sederhana. Coba renungkan cerita berikut. Ada seorang pemulung, sebut saja namanya A. Kebetulan hari itu usaha A nihil. Atau dapat uang tetapi sangat sedikit. Sementara A dan keluarganya harus makan hari itu juga. Terakhir kali melihat nasi adalah kemarin, misalnya. Lantas demi mendapatkan uang untuk makan, A gelap mata dan menjambret seseorang. Yang ada dalam pikirannya adalah anak-anaknya harus makan. Titik. Hari itu saja, tidak muluk-muluk. Sebab esok dia optimis bisa memulung dan menghasilkan. Memang tidak semua orang lapar berniat buruk demikian. Namun ingat, lapar itu radikal, Saudara-saudara! Jika Anda pernah merasakan kelaparan yang sangat dan tak ada jaminan bisa makan, Anda tahu apa yang maksud.

Nah setelah menerima nasi, barangkali niatan buruk itu terkikis dan sirna. Sehingga tindakan buruk penjambretan tidak terjadi. Ketertiban sosial pun terjaga. Dari pengalaman kemarin, bila ada satu keluarga, mereka akan mendapatkan nasi sesuai jumlah orang. Bahkan dalam kasus tertentu, saat amunisi sudah habis sementara jumlah orang masih belum terpenuhi, pejuang nasi tak segan membeli nasi lagi agar semua bisa merasakan.

Ingin turut berbagi?

Nah, bagi sobat pembaca yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan Bernas, silakan berbagi sesuai kemampuan. Jika mampu, sediakan nasi bungkus plus minum minimal satu porsi lalu bergabunglah dengan para pejuang di kota yang Anda minati. Bila punya uang tapi tak punya waktu, silakan mentransfer donasi ke rekening yang disedikan. Kalau tak sanggup menyumbang amunisi, boleh menyumbangkan tenaga dengan membantu pendistribusian nasi bungkus. Bila tak ada dana atau tenaga, silakan bantu menyebarkan kegiatan ini lewat media sosial yang Anda kuasai. Bila tak bisa menyebarkan informasi ini, silakan inbox saya, nanti saya beliin pulsa, hihihi. Lagian masak semua ga bisa sih. Hari gene kan tinggal klik, copy, share, enter…beres dah! 😀

Terima kasih sudah membaca. Salam bernas!

66 Comments

  1. Subhanallah.. suka banget dengan cara pemikiran berbagi ini. Semoga mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah, aamiin.. Baiklah.. saya ikutan share tulisan ini, gak perlu inbox u beliin pulsa kok, gak mau saingan sama mama di kantor polisi, tlg beliin pulsa hahahaha..

    Like

  2. Jaman di sidoarjo dlu aku selalu ikut nyumbang kebetulan ada temen yg jd relawan tetap. Tapi aejak si semarang belum nemu gwrakan yg sama di semarang. Jd rada kehilangan juga 😦

    Like

  3. Dapat salam dari berbaginasi pontianak, ntar main kesini ya rasakan sensasinya berbagi 😁

    AWak datang kamek sambot.

    Like

  4. Membaca tulisan ini hati menghangat dan ada yang mengambang di sudut mata. (*biarinlah dikatain lebay, hehe)
    Ini harusnya bisa menggerakkan hati yang lain untuk bisa melakukan hal yang sama. Saya baru melakukan sendiri saja di daerah Cimahi (atau kalau berkelompok, acara rutin di partai *** )

    Like

  5. Argumen kontrol sosial nya menarik sekali hehe. Mungkin mereka yg apatis baru bisa menganalisa secara sosiologi tanpa merasakan lapar beneran.

    Titik fokus dan benefif utama berbaginasi sebetulnya bukan utk target nya, tapi di pejuang nya. Sebungkus nasi nggak akan merubah kehidupan mereka, besok juga laper lagi.
    Tapi sebungkus nasi mungkin bisa merubah yg apatis menjadi empatik di malam itu. Sebungkus nasi bisa mengingatkan kita akan perjuangan masa lalu. Sebungkus nasi bisa memaksa kita utk bersyukur.

    Bahkan siapa tahu.. Mungkin bungkus nasi yg sama bisa membuat seseorang menulis postingan blog. Yg dibaca ratusan orang. Di share di beberapa akun facebook. Lalu kupu-kupu kupu-kupu. Butterfly effect…

    Seorang anak calon pencerah bangsa membacanya. Membuatnya tergugah dan jadi motivasi dia utk membuat negara ini lebih baik dua-tiga puluh tahun kedepan. Amin.

    Like

  6. Semangat terus berbagi…
    Kenyangkan kota hujan..
    Salam dari pejuang nasi bumi majapahit..@berbaginasi mojokerto…

    Like

  7. Prnh dengar komunitas ini tp br tau klo ada di bbrp kota… klo sy palingan cm bs berbagi sdkt smbako utk yg membthkan di dkt sini sj.. Bahagia msh byk ank2 muda yg peduli utk berbagi…

    Like

    1. Iya, Mbak Ir. Hampir di tiap kota ada karena sifatnya sporadis dan manasuka sesuai kekuatan masing-masing kota. Berbagi sembako juga bagus Mbak, bisa membantu meringankan pengeluaran keluarga yang membutuhkan. Kami nyumbang makanan siap santap agar target tidak repot sesuai kondisi di lapangan. Lanjutkan, Mbak… Top!

      Like

  8. Terharu saya membacanya kang. Saya juga pernah mengalami susahnya dapat nasi. Maka seperti kata kang Rudi: “saat sekarang saya punya rezeki lebih, saya ingin menyumbang nasi untuk mereka yang lapar namun tak sanggup membelinya atau tak kuasa meminta pertolongan kepada orang lain.” Saya ingin berpartisipasi dengan menyumbang uang untuk kegiatan itu. Berhubung di kota tempat saya berdomisili sekarang sepertinya belum ada komunitas seperti itu, saya akan salurkan buat saudara kita yang di Bogor saja, melalui kang Rudi. Insya Allah gajian bulan november ini saya transfer. Mohon nomor rekening bank melalui email.

    Saya punya pengalaman hidup sedih, gembira, mengharu biru, berurai airmata, ceria tralala, pokoknya gado-gado selama tinggal di kota Bogor. Surken, Empang, Pasar Anyar, Pasar Bogor, Kebun Raya, Pasar Bogor, BTM, rumah sakit tentara, rumah sakit pmi, pusat bahasa ipb, Pasar Ciluar dan banyak tempat lainnya yang menjadi kenangan saya. Makanya saya pilih Bogor untuk sumbangan ini.

    Like

    1. Rupanya Mas Alris sudah khatam soal Bogor ya, banyak wilayah yang sudah dijelajah dengan berbagai kisah. Dengan senang hati kami akan membelikan amunisi untuk didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, Mas. Memang perih dan menyedihkan saat mengingat kejadian pahit yang pernah menimpa kita terutama sulitnya makan dan memenuhi kebutuhan harian di masa lalu. Semoga pahit masa lalu tidak membuat kita menjadi pelit utk berbagi melainkan semakin empatik untuk memberi. Saya email ya Mas. Terima kasih dan semoga Mas Alris diberi kemudahan dalam segala aktivitas.

      Like

  9. masya Allah, di solo juga ada acara beginian mbak tiap hari kamis malam jumat klo gak salah..acaranya emang keren, tapi sayangnya saya blm pernah berpartisipasi

    Like

    1. Memang gerakan serupa sudah ada hampir di tiap kota dan kabupaten, Mas Dhanang. Bila Mas ingin berpartisipasi, bisa langsung mengontak komunitas di kota setempat atau mengirimkan donasi untuk dibelikan amunisi oleh teman-teman yang turun ke jalan. Terima kasih.

      Like

  10. Alhamdulilah masih kebaikan itu masih ada. Semoga para pejuang nasi dicatat amalnya dan dikenal oleh penduduk langit sebagai orang2 yg gemar berbagi.

    Saya dan rekan pernah melakukan kegiatan ini (tapi pas bulan Ramadhan). Kami bahkan berbuka di pinggir jalan bareng tukang becak. Tukang becaknya senang banget ada mahasiswa yang masih peduli dan berbagi. Mahasiswa itu cenderung apatis, mikirnya cuma kuliah dan demo pemerintah. oh itu anak BEM ding hehehe.

    Saya pikir kegiatan seperti ini justru mengetuk nurani si pemberi nasi. Dengan berbagi kita akan menemukan rasa syukur.

    Terima kasih atas postingan menarik ini Mas 🙂

    Like

  11. Baru sadar ini tulisan tahun lalu setelah nyampe kolom komentar. Kok komentarnya tahun 2015 semua? Hahaha… Tapi kisahnya inspiratif. Teman saya ada yang aktifi komunitas Berbagai Nasi Pekalongan. Mas Indra yang profilnya pernah saya tulis itu juga pernah aktif di Berbagi Nasi.

    Btw, saya pernah mengalami kelaparan semasa di Jogja, Mas. Cuma bisa minum teh tiap hari, sama andalannya main ke tempat kawan berharap disuguhi apa-apa aja selain teh. Hihihi. Itu berlangsung berbulan-bulan, sampe bobot 70 kg lebih susut jadi 50 kg saja.

    Terus diajak “ngamen” di Stasiun Balapan tiap Jumat sore sampe Ahad pagi sama teman yang aktif di organisasi sosial. Mereka galang dana, saya nyari uang. Dari ikut ngamen itu lumayan bisa makan nasi, dapet uang 10-20rb sebagai “fee” megang bass. Hehehe. Lah, malah curhat.

    Like

    1. Prihatin juga ya Mas. Tapi alhamdulillah akhirnya sekarang sudah lebih baik ya. Ini memang post tahun lalu, tadi nemu tweet-nya di Twitter bernas nusantara jadi saya retweet. Otomatis nongol di facebook dan dijempol teman-teman lain. Kelaparan itu radikal Mas, bisa membuat orang berbuat nekad baik yang positif maupun negatif.

      Like

  12. Enjoy Your Coffee Your way with A 12-Volt Coffee Machine
    When you leave home, whether its running errands, on a trip, or traveling someplace, it can be tough to discover coffee made the way you like it.
    Sure, there are gasoline stations, rest stops and takeaway food areas that sell coffee, nevertheless there is absolutely nothing to notify you how fantastic it’s going to taste.
    The coffee might be a cheap brand name with bad taste.
    For more information please go to https://www.electricpercolatorcoffeepot.com/10-top-coffee-bloggers/

    Like

Tinggalkan jejak