Ubi, Kudapan Sehat dan Nikmat

Tumbuhan berdaun lebar satu ini memang sangat saya gemari. Berbeda dengan kentang, umbinya khas dan sedap. Pun bisa diolah menjadi aneka camilan. Di kampung saya, selain buahnya yang dikonsumsi, daunnya juga dimasak menjadi sayur yang lezat. Tanpa lauk pun, berpiring nasi bisa tandas asalkan nasinya matang dan hangat, haha.

Ya, itulah dia ubi. Cara mengolahnya beragam. Bisa dikukus atau direbus, dibikin keripik, dibuat menjadi kue lapis serta biji salak yang biasa dicampur kolak. Wah, sedaaap nian. Sewaktu kecil, saya bahkan langsung mengudap tanaman ini begitu keluar dari tanah gembur. Tentu setelah dibersihkan. Bergetah dan agak langu, tapi manisnya cukup nikmat.

IMG_20160423_155139_HDR

Kenikmatan ubi membuat saya tetap gandrung pada makanan ini. Maka pada gelaran Festival Buah dan Bunga Nusantara (FBBN) 2014 silam saya gembira betul saat panitia menyuguhkan satu paket makanan untuk setiap peserta yang memasuki arena festival. Sayang sekali saya tidak menyimpan fotonya. Kemasan mika itu berisi ubi kukus/rebus, jagung manis, dan kacang tanah rebus. Aduhai. Sungguh maknyus kala itu. Sambil berteduh di tenda-tenda, saya menyantap ubi cs.

Sayang sekali, pada FBBN 2015 panitia tak lagi menyediakan bekal serupa. Padahal ini seharusnya selaras dengan program pemerintah yang mendukung pemanfaatan makanan alternatif yang bisa kita tanam sendiri dalam rangka ketahanan pangan. Makanan lokal seperti ubi dan pisang harusnya menjadi jawara di negeri sendiri. Saya jadi miris ketika belakangan ini kesulitan mendapatkan pepaya lokal. Bahkan di pasar tradisional dan lapak-lapak pinggir jalan, pepaya impor California berlimpah ruah.

Pada saat yang sama, film seri Upin & Ipin justru gencar mengajak anak-anak Malaysia untuk lebih memilih buah-buah tempatan atau buah produk lokal. Program pemerintah yang kerap saya dengar lewat RPC (Radio Pertanian Ciawi) tentang makanan alternatif seperti ubi tampaknya hanya slogan belaka. Jangankan ubi dan kawan-kawannya, seorang anggota dewan bahkan merasa gengsi untuk sekadar makan di warteg dan memilih lobster sebagai ganti. Padahal itu pakai duit rakyat loh.

Apa pun yang terjadi, ubi tetap primadona bagi saya. Apalagi di Bogor terdapat aneka jenis ubi, terutama ubi Cileumbu yang sangat lezat setelah dioven. Saya biasa membeli ubi kuning di pasar lalu mengukusnya sebagai camilan sambil bekerja di rumah. Alhamdulillah, nikmatnya.

Beberapa hari lalu saya baru saja menikmatinya. Bila ubi kukus masih tersisa, saya biasanya mencampurnya dengan tepung + mentega + gula. Setelah kalis menjadi adonan, saya bulatkan dengan isian butiran cokelat atau meises. Setelah itu digoreng, sedaaap. Anak-anak pun suka. Alternatif lain, bila ubi kukus masih ada, bisa pula diolah menjadi getuk.

Mau coba? Yuk cintai produk lokal.

21 Comments

Tinggalkan jejak