Kontroversi Full Day School

Wacana full day school yang digulirkan Mendikbud baru ternyata menuai penolakan yang luas–setidaknya yang terpantau di media sosial dan pemberitaan media daring.

Mungkin Pak Menteri merasa harus menyampaikan gagasan baru begitu beliau ditunjuk untuk memimpin departemen yang sebelumnya dipegang Pak Anies Baswedan.

Maksud beliau memang baik dan mulia yaitu agar anak lebih terbangun karakternya dan tidak menjadi ‘liar’ saat berada di luar lantaran orangtuanya belum pulang dari kantor. Namun alasan ini mudah dipatahkan.

Mungkin lebih baik jika beliau menggodok setiap ide sebelum dilempar ke ranah publik. Mengingat era informasi yang serbacepat ini memungkinkan tersebarnya sebuah wacana bahkan saat masih berupa embrio.

Saya pribadi bukan pakar pendidikan meskipun punya perhatian besar mengenai hal ini. Mungkin lebih bijak, seandainya ada jurnalis bertanya tentang program Mendikbud baru, beliau lantas menjawab, “Saya akan mengkaji semua kebijakan Pak Anies dan meneruskan yang sudah baik. Bahkan mungkin akan kami perbaiki atau sempurnakan program yang sudah berjalan dan terbukti efektif.”

Barangkali dengan memberikan pernyataan seperti itu, tidak akan muncul komentar miring terhadap inisiatif beliau yang boleh jadi belum matang. Malah belakangan saya baca beliau akan mengkaji sistem sekolah gratis. Mungkin, sekali lagi mungkin, beliau akan lebih didukung jika mengupayakan pengembangan sekolah kejuruan atau vocational.

Mungkin perlu kita perhatikan juga cara kita menanggapi usulan seseorang, terlebih lagi seorang menteri. Saya baca komentar-komentar di sebuah portal berita, sungguh miris rasanya. Bahasa dan diksinya sangat tidak pantas seolah menunjukkan rendahnya mutu pendidikan si komentator padahal ia mengomentari isu pendidikan. Bukankah ironis?

Mungkin kita harus lebih menahan diri untuk tidak terbawa ledakan emosi. Buktinya ada yang menggalang petisi dengan bahasa yang santun dan persuasif. Kita harus banyak belajar.

19 Comments

  1. Betul mas, terlepas dari setuju atau tidak setuju seharusnya kita sendiri lebih bijak menanggapi hal tersebut, jangan apa-apa langsung menghujat dan sebagainya.. pastikan dulu kebenaran berita tersebut apakah sudah fix atau baru wacana, bisa jadi bapak menteri pun butuh masukan yang membangun dari rakyat bukan hanya sekadar hujatan..

    semoga para petinggi juga lebih bijak jangan langsung melempar wacana sebelum digodok matang..

    Like

  2. Bukan hal aneh full day school. Banyak pesantren sudah melaksanakan full day school sejak dahulu tanpa ribut-ribut. Banyak juga sekolah Islam terpadu yang sudah melaksanakan full day school tanpa menimbulkan ke-lebay-an di medsos.

    Like

    1. Betul yang Anda bilang itu, Mas. Tapi ya harap maklum mengingat masyarakat kita terdiri dari komponen yang heterogen, jd wajar bila ada pro dan kontra.

      Mereka yang di sekolah swasta atau pesantren mungkin sudah biasa dengan sistem Full Day school. Namun bagi sekolah negeri barangkali masih waswas karena dirasa belum siap sumber dayanya. Banyak faktorlah.

      Tapi bisa saja dikondisikan full day school dengan catatan manajemen sekolahnya dijamin baik jadi anak tetap ceria.

      Like

  3. saya kok agak sedih membaca para komentator baik yg pro dan kontra yang mengabaikan nilai2 kesantunan, meskipun kita tidak setuju misalnya, bukan berarti kita boleh menghujat beliaukan ya?. Entahlah mas Belalang saya kadang2 merasa banyak pe-er saya sebagai orang tua 😀

    Like

  4. Saya termasuk yang ketar-ketir waktu wacana FDS itu muncul. Bukan apa-apa. Saya tahu banget gimana kondisi sekolah negeri tempat anak2 bersekolah. Dan FDS di sana….nggak mungkin dalam waktu dekat. 🙂

    Btw, saya juga sering miris kalau baca komen2 netizen dalam menanggapi suatu berita. 😦

    Like

    1. Iya, Mbak Retno. Sekolah negeri rasanya memang belum semuanya siap bila harus nerapin FDS. Gurunya pun mungkin tidak setuju karena waktu bersama keluarga jadi berkurang. Memang miris lihat cara netizen berkomentar ya Mbak.

      Like

  5. Sempat kagum sewaktu mendengar wacana ini. Lumayanlah anak sekolah jadi punya kegiatan yang lebih positif untuk dilakukan selain untuk pengembangan diri juga. Cuma saya agak ragu dengan pelaksanaannya. Apakah memang dapat sesuai dengan rencana dan teorinya? Karena yang saya lihat untuk sekolah-sekolah di daerah perkotaan saja masih kesulitan memfasilitasi kebutuhan ekskul siswa yang beragam. Belum lagi daerah pedalaman dan pelosok. Kalau masalah-masalah itu bisa diatasi mungkin ini jalan terbaik untuk perbaikan generasi…

    Like

    1. Iya, Mas. FDS bisa jadi salah satu solusi yang bagus untuk pengembangan mutu peserta didik. Namun kesenjangan fasilitas dan kesiapan sumber daya manusia tentu menjadi PR tersendiri mengingat persebarannya belum merata. Kita tunggu saja kelanjutannya. Terima kasih sudah mampir.

      Liked by 1 person

  6. Semunya sudah terlanjur, semoga bisa jadi pembelajaran
    Pak mentri juga terlalu cepat melontarkan ide yg belum matang pembahasannya. Netizen juga merespon dgn emosi. Kalau Full Day diterapkan, kesiapan sekolah yg paling penting. Anak2 kalau mrk merasa nyaman, sampai malam juga akan enjoy menjalaninya.

    Like

  7. iyap mas, belum apa2, hebohnya dulu, ibaratnya kebakaran guedeeeee, eh sebabnya baru dianalisis belakangan gitu 🙂 Aku jg mau nulis ini lbh dalem, ada masukan ga? 🙂

    Like

    1. Tulisan saya ini memang spontan, belum mendalam. Hanya merespons tema harian dari WordPress tentang kata ‘mungkin’. Jadi ya banyak dugaannya, hehe. Kalau saya pengin mengaitkan sama pendidikan ala Finlandia yang santer dibicarakan belakangan ini. Benarkah kita cocok meniru pola pendidikan mereka? Sama angkat isu soal full day school yang sudah diterapkan di tanah air semacam pesantren dan SDIT. Mungkin bisa disambungin. Sama persaingan di kancah internasional. Buktinya banyak banget pelajar Indonesia yang berprestasi kaliber dunia di berbagai bidang.

      Like

Tinggalkan jejak