Hari Kamis Kemarin

Hari Kamis kemarin, pagi-pagi, aku ke luar rumah. Bogor dingin banget, tapi itu sudah biasa jadi tak perlu diceritain. Meninggalkan rumah pasti ada perlunya. Kalau tak ada perlunya, tak perlulah kita begadang. Itu kata Wak Haji Oma. Walau memang saya keluar pagi-pagi mau ketemu seorang wanita yang kami sebut Oma.

Martabak manis

Bu Louis namanya. Dari namanya kalian tahu kan itu nama khas Jawa? Ya, betul, kalian salah kalau setuju. Bu Louis asli Medan, Sumatera Utara. Orang Batak, beragama Kristen, sedangkan saya mulism. Tapi bukan itu yang mau saya ceritain. Beliau sudah cukup berumur. Seorang janda beranak satu yang anaknya belum lama lulus kuliah dan kini sudah bekerja di salah satu operator seluler terbesar Indonesia. Syukurlah. Wanita tangguh, anaknya Es Satu (S1).

Setiap hari Bu Louis membuat martabak mini. Itu loh martabak kecil berisi keju dan cokelat meises. Terkenal enak. Keluarga mereka tak punya motor sehingga setiap hari dia menitipkan dagangannya kepada saya untuk saya bawa ke sebuah toko kue dengan sistem konsinyasi. Lazimnya, orang yang dititip akan mengambil selisih harga sebagai ongkos. Namun saya tidak, saya membawa martabaknya tanpa meminta kompensasi. Saya cerita begini mungkin dianggap sok biar dipuji. Kalau betul begitu, ya apa daya.

Sejak mengenalnya sekitar dua tahun lalu, saya tergerak untuk membantunya. Cukup sampai segitu yang bisa saya bantu. Dia senang, saya pun gembira ketika martabaknya laris. Apalagi bila ada pesanan. Jadi setoran dua minggu pun berpindah tangan. Biasanya per minggu setiap hari Selasa pagi. Berhubung saya sempat tak enak badan, setoran jadi numpuk untuk dua minggu.

Poop

Kamis berjalan seperti biasa. Saya melaju setelah selesai bertemu. Di pertigaan Marcopolo Waterpark ada yang mendorong-dorong. Oh, rupanya perut. Bukan lapar tetapi sedang gusar. Meluncurlah ke masjid terdekat. Tuntas dan lega. Jongkok, enggak duduk kayak toilet di rumah. Lebih sehat katanya. Nanti kapan-kapan kuceritain soal jenis poop, eh, tentang sebuah masjid di Bogor yang tak mengizinkan orang pup.

Happy itu senang. Panjang-panjang kusiram cepat menghilang. Bukan jijik, tapi panjang-pendek, terputus-putus atau terurai panjang, itu konon mencerminkan kesehatan. Kata acara televisi suatu siang. Orang bule kurang kerjaan, panjang pendek feses pun diperhatikan.

Walau kalian enggak kenal Bu Louis, apa kalian sudah pup? Jangan sepelekan pup, karena pup itu adalah berak.

*Gaya bercerita edan terinspirasi oleh Pidi Baiq

19 Comments

  1. Iya tuh, memang si bule kurang kerjaan, masak panjang pendek pup di diskusikan, bahkan dengan selebriti kenamaan.

    Tapi, kupikir-pikir, gak pa-pa sih jadi menambah wawasan.

    Sejak saat itu ada kegiatan tambahan saat pup dituntaskan, sesaat meneliti warna dan ukuran pendek panjang.

    Hahaha… seru juga nih postingan. Mengusir galau karena artikelku sudah tak ada dalam 30 jagoan.
    Semoga terjadi keajaiban. Eh, memangnya keajaiban masih eksiskah di zaman yang kian edan?

    Like

Tinggalkan jejak