5 Hal Yang Kurindukan Tentang Bogor

SEPEKAN SUDAH KAMI di Kota Tahu Campur, cuaca panas tak bisa dihindari. Meskipun hujan kerap turun, namun rasa pengap dan terik matahari tetap tak bisa disembunyikan.

Lamongan kini sudah banyak berubah. Jalan-jalan di kota kini dipagari pohon-pohon rindang yang sangat bermanfaat untuk menyerap panas matahari. Bangunan-bangunan terlihat rapi di sepanjang jalan, entah berupa rumah maupun gerai-gerai yang dipergunakan untuk kepentingan bisnis. Kemajuan tampak terlihat dari sektor ekonomi dan penampilan fisik. Tapi itu tak menghalangi kerinduan kami, terutama saya, kepada Bogor kota yang sebelas tahun kami huni.

1. Hujan

Kata yang langsung terbayang saat mendengar Bogor adalah hujan. Tak perlu heran karena di Bogor curah hujan memang sangat tinggi. Paling tidak berdasarkan pengalaman saya selama tinggal di sana. Konon Bogor dilimpahi hujan demikian kerap lantaran posisinya yang diapit Gunung Gede dan Gunung Salak sehingga terjadilah hujan orografis alias hujan dari pegunungan.

Namun karena secara administratif terdapat dua wilayah yakni Kota dan Kabupaten, curah hujan tidak selalu merata. Di beberapa daerah di Kabupaten Bogor bisa dilanda kekeringan parah sampai terjadi kelangkaan air. Adapun di Kota fenomena seperti itu jarang terjadi. Pasokan air selalu melimpah dan hujan pun turun tanpa bisa diduga.

Kendati Lamongan belakangan sering disambangi hujan, namun hujan Bogor berbeda. Hujannya awet seperti pakai formalin. Sedangkan di Lamongan hujan sering berlangsung kilat walau deras, dan malah sering gerimis dan tak berubah menjadi hujan sehingga udara menjadi gerah.

Hujan oh hujan, kenapa engkau tak turun? Macam mana aku nak turun….  

2. Kebun Raya

Siapa yang tak kenal Kebun Raya Bogor (KRB)? Meski mungkin belum pernah berkunjung, atau berkunjung hanya saat masih kecil, Kebun Raya di Kota Hujan ini sudah tersohor di antero negeri, bahkan mancanegara. Kami sekeluarga dan beberapa teman sangat menikmati wisata ke kebun raksasa ini. Selain tarifnya murah, pesona pohon-pohon besar berusia tua plus aneka tanaman membuat kami betah berlama-lama di dalamnya.

piknik
Piknik dongeng tahun 2015 yang menghadirkan pendongeng asing

Kini kondisinya semakin bagus, beberapa area dipugar agar tampil kian cantik dan memanjakan pengunjung. Seperti sudut galangan perahu untuk berfoto dan area rehat tak jauh dari danau di depan Istana Kepresidenan Bogor. Asyiknya lagi, di KRB sering dihelat acara-acara menarik untuk anak dan keluarga. Jadi selain menambah pendapatan daerah, kita juga bisa membangun hubungan positif dengan anak dalam acara-acara semacam itu.

Entah sudah berapa kali kami ke KRB, selalu betah dan ingin kembali. Piknik dongeng yang dua kali kami hadiri sangat membekas dalam ingatan. Belum lagi acara komunitas lain yang juga berlangsung di kebun sejuk ini. Rindang dan menyegarkan, apalagi kini dilengkapi kereta wisata dan sepeda untuk pengunjung.

Baca juga: Piknik Edukatif di Kebun Raya Bogor; Oleh-oleh dari Festival Dongeng Kota Hujan

Ku akan kembali kepadamu, wahai KRB…. Habis itu nonton film di BTM yang murah meriah, hihi….

3. Kopi Cap Teko

Kendati bukan penikmat ulung, kopi menjadi klangenan tersendiri bagi saya–dan istri. Dua tahun terakhir kami memang menggemari kopi apalagi sejak menemukan kopi khas Bogor dengan merek Cap Teko. Awalnya kami menyukai kopi tulen yang dikeluarkan oleh brand besar. Lama-lama rasanya biasa. Kami bahkan sudah mencoba kopi merek Liong Bulan yang juga kondang di Bogor dan sekitarnya bahkan hingga luar Jawa.

mug-copy

Tapi namanya selera, tak ada yang bisa mengatur. Keseragaman selera justru bisa merusak cita rasa. Dan cita rasa unik itu kami temukan dalam kopi dengan kemasan yang sangat tradisional. Dengan kertas cokelat (saya menyebutnya kertas kelobot) yang dicetak secara sederhana, kopi ini mampu merebut hati kami. Belakangan saya ketahui kopi dengan merek serupa juga tampil dalam kemasan baru yang lebih berwarna dan modern.

Namun kami tetap memilih versi old school-nya. Selain terkesan alami, harganya pun terpaut sedikit, hehe. Dan saat pindah ke Lamongan pun kami membawa sisa kopi Cap Teko ini. Kopi di Jawa Timur, terutama di kampung, kebanyakan berupa kopi arabika yang cukup asam untuk kami. Sedangkan Cap Teko pahitnya lumayan, tanpa asam. Konon  robusta memang lebih pahit lantaran kadar kafeinnya yang 50% lebih tinggi dibanding arabika. Memang lebih harum arabika, namun rasa tetaplah robusta yang kami suka.

Rupanya stok tinggal beberapa cangkir lagi. Itu artinya kami harus membeli lagi sebagai stok. Siapakah yang berkenan saya titip untuk beli Cap Teko? Masak ke Bogor cuma beli sebungkus kopi? Hehe….

4. Kereta Rel Listrik (KRL)

Aha, KRL! Komuter Bogor-Jakarta tentu sangat familiar dengan kereta ini. Selain murah, rutenya pun lengkap. Dari Bogor kita bisa ke Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Perjalanan bisa sangat praktis dan terjangkau lantaran bisa kita sambung dengan layanan ojek online atau bus Trans-Jakarta.

Kereta Rel Listrik ini bukan hanya andalan para pekerja, tetapi juga siapa pun yang ingin berwisata di Jabodetabek tanpa harus terjebak kemacetan yang parah. Keretanya bagus dan nyaman, stasiun bersih dan lengkap dengan fasilitas jajanan, rute banyak dan harga sangat murah. Saya paling sering ke Depok untuk terapi akupunktur. Biasanya pergi bersama Bumi yang sangat menggandrungi kereta.

Bila BBC mania ke Jakarta, sempatkanlah mencoba KRL walaupun untuk jarak yang singkat. Tapi ingat, jangan lupa mengambil uang jaminan ya, seperti kasus saya dua kali yang kelupaan menukar uang jaminan setelah keluar. Lumayan juga sih jadi punya suvenir dari PT KAI Commuter Jabodetabek, hehe….

5. Kawan-kawan

Uyip

Last but not least, yang kurindukan adalah teman-teman. Ada Om Uyip alias Surip yang sering mengobrol di Masjid Al-Hidayah tentang banyak hal, mulai dari bisnis hingga soal pribadi. Surip kini mengelola toko buku online bernama BukuBukuLaris dan siap menerima pesanan BBC Mania. Saya sering memesan buku kepadanya karena cepat dan dapat diskon. Tanpa ongkir karena kami tinggal berdekatan. Sekarang kalau pesan buku ya harus kena ongkir, hiks… 😦

u
Bike to hike!

Dia ini orang yang paling saya repotkan di hari-hari terakhir sebelum pindah ke Lamongan. Hinggaa rela menemani ke Stasiun Senen dan ngos-ngosan mengejar kereta ke Surabaya, hehe. Sorry ya bro! Semoga ototmu tambah kuat biar gowesnya makin hebat, hehe…. Goweser sejati yang juga praktisi bulu tangkis. Klop!

Selain piawai berbisnis (dulu sempat beternak dan usaha agribisnis), Uyip rajin puasa Senin-Kamis jadi aku pun ketularan walau kadang-kadang. Anaknya cewek semua dan membuka lowongan besanan…halah, hihi. Setiap berkomunikasi lewat WA atau BBM, dia selalu bersemangat menggunakan bahasa Inggris. Tak pernah padam padahal saya pengin berlatih bahasa Sunda. Kumaha iyeu teh?

Catur

Catur adalah sahabat yang lain. Dia teman kuliah yang kini masih berhubungan. Lucu memang, dulu saat kuliah kami beda jurusan dan tak terlalu mengenal–walau sempat berhimpun di satu komunitas yang sama. Setelah sama-sama bekerja di Bogor, hubungan kami semakin intensif dan rekat. Untunglah segera ketemu jodoh masing-masing, hehe.

Orangnya tak banyak bicara (dulu), tetapi rajin, terampil, dan gembira. Selain itu, dia rela menolong (saya) dan tabah (saya paksa menolong). Dia mengelola jasa penerbitan Halaman Moeka dan menangani banyak klien. Saya pun sering berbelanja buku anak kepadanya karena sang istri membuka toko buku online khusus buku anak yang berkualitas. Sebagai pelaku bisnis, dia saya kenal bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Tapi entahlah apakah dia suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, hehe.

Dua dulu deh yang saya ceritakan, karena badan capek selepas pulang bawa anak-anak wisata di kota Lamongan. Masih banyak juga teman yang akan saya ceritakan selama tinggal di Bogor, termasuk kisah unik bersama Catur sebelum dia menikah. Penasaran?

 

24 Comments

  1. Kopi Cap Teko gak saya temukan di Sukabumi. Adanya kopi Cap Oplet…
    Tapi bersedih juga karena kopi favorit saya Cap Liong Bulan sudah wafat. Itu kopi khusus buat orang ganteng…hehehe

    Salam,

    Like

Tinggalkan jejak