Saatnya Millenials Berkarya, Membangun Negeri Tercinta

Saya tertegun mendengar kisah anak muda ini. Air mata ketakjuban hampir-hampir menetes saat mengikuti tahap demi tahap kesulitan yang akhirnya membentuk dirinya. Setelah gagal kuliah di Jerman karena ayahnya dilanda kebangkrutan, ia lalu banting setir untuk menekuni dunia perhotelan dengan harapan tetap bisa keliling dunia.

Tak lama berselang, kuliah perhotelannya di Bali terusik ketika sang ayah sakit yang memaksa pemuda ini menanggung beban keluarga secara finansial. Sembari kuliah, dia pun membuka usaha laundry kiloan bertempat di sebuah ruko sewaan yang bisa dibayar setiap bulan. Setiap hari selepas kuliah ia memasak dan menjual martabak bikinannya di depan sebuah minimarket yang juga disewa bulanan.

Buah ketekunan

Kalau boleh jujur, anak usia 17 tahunan ini tak terlalu asyik menekuni bisnis laundry. Masih pengin kongko, main, dan jalan bareng anak seusianya. Namun keadaan membuatnya mengambil sikap agar tetap bertahan hidup di kota besar. Di sebuah kontrakan berukuran 3×3 m ia akhirnya memindahkan keluarganya dari Purwokerto, Jawa Tengah ke Bali.

Titik balik terjadi setelah ia memenangkan kontes L-Men dan mulai merambah dunia pertelevisian sebagai presenter di Jakarta. Dari sanalah lambat laun kerja keras dan ketekunannya membuahkan hasil, termasuk mengantarkannya sebagai Youtuber tajir yang tetap rendah hati. Siapa lagi kalau bukan Kevin Hendrawan yang juga jago renang dan menekuni bela diri Wushu.

Presentasinya tentang perjalanan mencari mimpi menghipnotis ratusan pengunjung yang memadati Wisma Ahmad Yani Gresik dalam event bertajuk Millenials Berkarya, Jumat 23 November 2018 lalu. Acara yang digagas oleh Sitos ini jelas telah menyihir anak-anak millenial untuk menyerap inspirasi dari tiga narasumber utama guna menemukan jati diri dan membangun motivasi untuk kemajuan dalam berkarya sejak usia belia.

Kevin tampil memikat.

Expand dan open-minded

Selain Big Stage yang menampilkan komika Fico Fachriza, Vikra Ijas (kitabisa.com), dan Kevin Hendrawan, acara yang dikemas ala festival ini juga menawarkan dua mini stage yang bisa diikuti sebelum big stage dimulai. Tepat pukul 2 saya mengikuti kelas Think Globally, Act Locally yang diisi oleh Aini Hanifa dari Surabaya Youth dan Sigit perwakilan Semen Indonesia. Aini mengingatkan pentingnya self-branding agar bisa sukses di era digital, salah satunya dengan menyeleksi apa yang hendak kita unggah di media sosial. Menanggapi fenomena lulusan kuliah yang salah jurusan, Aini meminta agar mereka expandalias mengembangkan diri agar tetap bisa bersaing di ranah yang baru.

Sedangkan Sigit menggarisbawahi sifat open-minded sebagai solusi untuk menjembatani jurang antargenerasi, seperti perbedaan budaya kerja generasi Y dan generasi millenial. Berdasarkan pengalamannya di dunia korporat, Sigit menambahkan bahwa pihak HRD kini gencar mengintip akun media sosial pelamar sebelum melakukan perekrutan pegawai. Selain status di medsos, pengalaman berorganisasi dan keterampilan menulis di blog atau koran sangat berkontribusi pada proses ini.

Tepat pukul 15.45 big stage dimulai yang dibuka dengan sambutan dari Adi Munandir selaku direktur bisnis dan pemasaran Semen Indonesia. Selain menyinggung transformasi Semen Gresik menjadi Semen Indonesia, Aris mengisahkan sepenggal pesan dari guru sekolahnya dulu. Seorang guru biologi, misalnya, menginspirasinya untuk menjunjung integritas meskipun hasil yang kita capai belum maksimal. Guru bahasa Indonesianya meninggalkan kesan lebih mendalam yaitu bahwa kehadiran setiap masalah akan menyiapkan kita untuk fase kehidupan berikutnya.

Impian sejati

Pukul 16.17 Fico naik ke panggung dan menceritakan perkenalannya dengan Internet, lalu menjajal dunia stand-up comedy dan keluar sebagai runner up di StandUp Commedy Indonesia 3. Pengalaman terjerat narkoba juga tak lupa Fico singgung dan bagaimana ia bangkit tanpa merasa malu hingga menjadi dirinya saat ini. Ia sempat curhat soal impian untuk membeli mobil dan rumah, namun segera mengoreksi bahwa ternyata jika impian sebatas benda fisik seperti itu pastilah tidak tahan lama. Namun yang jauh lebih HQQ adalah berusaha menjadi diri sendiri dengan versi terbaik sesuai kemampuan.

Konsep the best version of me itu diamini oleh Vikra Ijas saat berbicara pada sesi kedua. Menjadi diri sendiri dalam versi terbaik akan terus berproses. Perjuangannya sebagai minoritas di Selandia Baru, termasuk badannyayang mungil, merefleksikan perjalanan meraih mimpi yang sejati yakni menciptakan value atau kontribusi positif bagi masyarakat tanpa khawatir dicap gagal oleh orang lain setelah dia hengkang dari jurusan akuntansi yang bergengsi menuju kampus bisnis dan pemasaran yang jauh lebih cocok dengan passion-nya. Dalam wawancara terpisah Vikra mengatakan, “Akhirnya kitabisa kan misinya menghubungkan kebaikan orang-orang sebagai sebuah tujuan … untuk berkarya bagi bangsa. Nah itu salah satu misi yang menurut saya sebuah kemewahan.”

“Akhirnya kitabisa kan misinya menghubungkan kebaikan orang-orang sebagai sebuah tujuan … untuk berkarya bagi bangsa. Nah itu salah satu misi yang menurut saya sebuah kemewahan.”

Fiksi sosial dan kiat potensial

Satu hal yang menarik adalah konsep social fiction yang Vikra pinjam dari Muhammad Yunus penggagas Grameen Bank itu. Menurut Yunus, selama ini dunia telah didominasi oleh science fiction, maka sudah saatnya narasi itu ditandingi oleh genre baru yakni social fiction–sebuah kondisi di mana kemiskinan sudah tak ada, penyakit berbahaya musnah, dan problem sosial hanya bisa disaksikan oleh generasi mendatang lewat museum. Dan itu bisa dicapai salah satunya lewat kitabisa.com.

Jika Vikra mengaku pribadi yang introvert, Kevin yang berbicara di sesi akhir pun menuturkan hal yang sama. Kalau boleh pilih, Kevin lebih suka orang tidak mengenalnya, tapi lewat karyanya. Namun kondisi mengharuskan dia berbicara di sana sini sebagai narasumber. Sore itu, seperti bisa diduga, Kevin mendapat antusiasme paling besar dari generasi millenials yang hadir. Saat ditanya tips untuk bisa terus konsisten sebagai Youtuber, Kevin membocorkan dua kiat: forecasting dan selecting.

Forecasting berarti membaca gejala atau menganalisis preferensi viewer di tanah air dan apa saja yang berpotensi menjadi tren ke depan. Dengan banyak membaca dan membuka telinga, kita bisa meramu materi yang tepat dan siap merilis videonya ketika tren sedang booming. Kedua, menyeleksi feedback dari viewer kanal kita. Penonton sering melemparkan pertanyaan atau usulan kepada Kevin mengenai apa yang mesti diunggah di Youtube. Dua cara ini bisa jadi jurus agar tetap eksis di belantara Youtube.

Booth Polyglot Indonesia

Acara Millenials Berkarya yang digagas oleh Sitos (Semen IndonesiaTotal Solution) diharapkan menjadi wadah kreatif bagi anak muda masa kini untuk berkarya sesuai passion dan mimpi mereka. Tak heran jika sore itu booth-booth yang memenuhi aula wisma berasal dari komunitas-komunitas kece seperti Kelas Inspirasi Gresik, Polyglot Indonesia, P!yc, marching band Semen Indonesia, Gresik Fit Squad, dan Swelagiri.

Yang jelas, enggak rugi deh ikut acara ini karena pulang bawa banyak ‘hadiah’ berkesan. Akhirnya, dari generasi mana pun kita terlahir—terutama millenials—yang paling penting adalah bagaimana berusaha menunjukkan peran dan menciptakan karya dan aksi nyata untuk bangsa demi kemajuan bersama melalui sinergi dan inovasi. Setuju?

26 Comments

  1. Keviiiin, aku padamu. Sumpah perjuangannya inspiratif banget. Ditempa hidup yg keras dari kecil, sekarang pun dia masih kerja keras menjadi yutuber keren.
    Makin seneng karena akhirnya ketemu mas Belalang hihi 🙂

    Liked by 2 people

  2. Kalau saya inget kata-katanya Kevin yang ini Pak:
    Kalau ada yang bilang generasi millennials melakukan apa yang ia suka, itu salah.
    Pas denger kata-kata ini rasanya nonjok banget buat siapa saja yang malah ngikutin rasa suka baru kata mau melakukan.

    Liked by 1 person

  3. Dari acara ini saya pun berpikir tak ada salahnya keluar dari zona nyaman asal ada kemauan dan kerja keras untuk menggapai tujuan kita. Saya sangat seneng bisa ikut acara ini deh.

    Liked by 1 person

Tinggalkan jejak