Nyaris Gagal ke Cirebon: Diturunin di Tol hingga Kopdar yang Mantul

We travel not to escape life, but for life not to escape us.

–Anonim

Pucuk dicinta ulam tiba. Saat berniat mengadakan liputan untuk sebuah lomba, ada surel masuk berisi voucher perjalanan darat plus potongan harga untuk menginap. Kesempatan emas semacam itu tak mungkin saya sia-siakan. Segera kukontak tuan rumah yang akan saya kunjungi agar saya dapat memesan tiket pada tanggal yang produktif. Produktivitas harus menjadi pertimbangan utama karena sebagai bloger plus freelancer manajemen waktu sungguh sangat penting. Saya lihat skedul blogging event dan tenggat PR menulis, barulah saya susun itinerary sederhana sebelum menempuh perjalanan lintas provinsi.

Kali ini Kota Udang yang saya tuju. Bukan Sidoarjo atau Tuban yang terkenal dengan terasinya loh, melainkan Cirebon yang batik mega mendungnya sangat populer. Kebetulan lokasi yang harus saya liput berada di sebuah kelurahan di kota ini. Selain liputan, saya berniat melakukan kopi darat dengan seorang narablog atau bloger setempat yang sudah saya kenal di dunia maya. Hastira Soekardi atau Mbak Tira namanya.

Sudah lama saya ingin menghibahkan buku cerita anak kepada ibu dua orang anak ini karena beliau mengelola sebuah gerakan bertajuk Circle of Happiness (CoH). Berbekal sebuah tablet baru hasil menang sebuah kompetisi, saya membayangkan bisa duduk di teras rumahnya lalu mendongengkan isi buku tersebut kepada anak-anak CoH sambil bermain menggunakan gadget yang multifungsi itu. Selesai meliput, saya bisa mendapat hiburan dari anak-anak, pikir saya.

Info tak lengkap

Selasa 18 Desember sore saya pun bertolak ke Cirebon dari Lamongan. Seperti saya sebutkan pada judul, saya nyaris gagal berangkat gara-gara ketidakjelasan informasi pemesanan tiket bus di redbus. Karena kesibukan, saya baru sempat menyurvei lokasi pemberangkatan pada Selasa pagi. Startup penyedia tiket asal India itu tidak merinci keterangan tempat secara akurat. Hanya menyebutkan seberang stasiun tanpa nama dan nomor telepon. Sempat parno juga setelah berkeliling-keliling namun tak juga menemukan lokasi keberangkatan.

Bus dijadwalkan berangkat pukul 5 sore sementara pukul 11 siang saya masih berkutat mencari lokasi pickup atau penjemputan. Setelah Zuhuran di Masjid Agung, saya coba menghubungi nomor yang tertera di aplikasi redbus, namun selalu gagal karena jaringan sibuk terus-menerus. Karena butuh kepastian, saya sisir kembali Jalan Sudirman dan mencari bus Kramat Djati sebagai kata kuncinya. Teman-teman bloger Lamongan yang saya tanya pun tak mampu memberikan jawaban pasti. Syukurlah setelah bertanya-tanya agen tiket Bu Wien tak jauh dari Koramil ternyata menjadi titik penjemputan bus tersebut.  

Ketinggalan bus

Kelegaan rupanya tak berlangsung lama ketika PO Bus menelepon saya sekitar jam 4 sore. Kernet bus menyampaikan bahwa saya tidak bisa turun di Terminal Harjamukti seperti yang tertera pada tiket. Bagi saya ini kelemahan redbus karena mereka tidak bisa dikontak untuk dimintai bantuan atau pertanggungjawaban. Jujur saya tak paham wilayah Cirebon, pun tak ada bloger Cirebon selain Mbak Tira yang bisa dimintai tolong. Bayangan diturunkan di Tol Palimanan bagi saya bakal jadi drama kumbara. Apalagi menurut skedul bus akan tiba jam 4 pagi. Mau ngapain jam segitu di sana?

Soal tempat turun atau drop-off saya putuskan untuk dipikir belakangan. Bus yang akan saya tumpangi ternyata datang sangat terlambat: 2 jam dari jadwal seharusnya. Sebelum naik bus pun sempat ada insiden kecil. Ceritanya Bu Wien pulang sebelum magrib dan menyerahkan urusan ticketing kepada kedua anaknya yang saya taksir duduk di bangku SMA. Karena tak diberi tahu pelat nomor busnya, saya santai saja ketika sebuah bus Kramat Djati melenggang di depan gerai. Sesuai bocoran Bu Wien, bus saya jurusan Surabaya Jakarta sedangkan bus yang baru saja lewat jurusan Malang Jakarta.

Belum lama bus beranjak, si anak yang berjaga ditelepon ibunya. Salah satunya tanya apakah saya sudah boarding. Tak lama berselang telepon lain masuk. Kali ini wajah si anak mendadak tegang dan bibirnya tak banyak berucap. “Benar Pak, tadi itu bisnya!” ujar si anak bongsor itu. Sewaktu bus lewat tadi si anak asyik bermain game bersama adiknya sehingga tak lihat bus yang melaju. Tanpa babibu, saya diminta naik motor tanpa helm dan harus menenteng ransel berat dan dua jinjingan lain. Untunglah bus baru akan sampai di Terminal Lamongan, tak jauh dari gedung perpustakaan daerah. Pfuihh, akhirnya naik juga!

Diturunkan di pintu tol

Duduk di samping seorang bapak asal Surabaya, sesekali kami bercakap. Agak aneh karena beliau lebih memilih berbahasa Indonesia padahal bermukim di Surabaya dan jelas bisa berbahasa Jawa. Dia hendak ke Bekasi untuk mengurus paspos sebab akan diberangkatkan umrah oleh kakaknya. Sementara saya sibuk memutar otak tentang agenda esok hari. Kalau benar turun di Palimanan sepagi itu, mau ngapain? Berbeda jika saya turun di Terminal Harjamukti, masih bisa ngaso di mushola dan bersih-bersih sebelum meluncur ke lokasi liputan.

Sekitar pukul 7 pagi bus menurunkan saya di pintu tol Plumbon, bukan di Palimanan seperti kata kernet sebelumnya. Untunglah semburat matahari sudah terlihat dan saya putuskan berjalan kaki mencari mushola. Ketemu SPBU, shalat dan bersih-bersih. Tak lupa menyantap jatah roti dari bus. Sengaja tak makan pagi karena erut belum lapar. Menurut informasi penjaga toilet, saya disarankan naik Isuzu Elf menuju terminal. Dari sana saya bisa naik angkot atau ojek online menuju Kelurahan Larangan.

Dari seberang SPBU mobil Elf melaju kencang menyusuri Jl. Plered hingga tiba di Terminal Harjamukti. Tentu saja setelah melewati Gua Sunyaragi yang sebelumnya masuk daftar kunjungan saya namun urung saya datangi karena keterbatasan waktu. Tak lama kemudian pengojek daring datang dan membawa saya ke lokasi yang saya tuju. Akhirnya tiba juga ke tujuan utama yang saya incar sejak dari rumah.

nasi jamblang dan nyasar sejenak

Beres liputan sekitar pukul 11.30 saya meluncur ke pusat kota dengan menumpang angkot sesuai arahan Pak Agus tuan rumah yang saya sambangi. Menjelang Zuhur, perut keroncongan karena belum sarapan pagi. Di Jl. Rajawali saya perintahkan sopir menepi. Nasi jamblang lezat menanti, empal paru tak kuasa kuhindari, hehe. Segelas es teh melengkapi, hidup seindah ini mana mungkin tak kusyukuri?

Setelah menyelesaikan pembayaran hotel di ATM sebuah minimarket, saatnya meluncur ke sana untuk mandi dan menaruh barang-barang. Badan lengket dan mulai pegal-pegal akibat perjalanan jauh lintas provinsi. Sayang sekali, entah mengapa Internet di ponsel macet. Akses Grab Bike bermasalah, jadilah saya naik angkot lagi dengan risiko menyasar! Saya lantas turun di dekat Taman BTN dan mengorder Grab lewat ponsel yang sama. Alhamdulillah bisa dengan hati waswas lantaran baterai tinggal 5%.

Wah, sudah 1.000 kata! Cukup di sini ya BBC Mania. Jilid kedua akan menceritakan kunjungan balik saya pada sore hari ke lokasi liputan, wisata kuliner, dan tentu saja kopdar dengan Mbak Tira yang sangat menyenangkan. Bloger enggak kopdar? Ya kecuuut, Rek!

12 Comments

  1. Wah, baca cerbon jadi pengen pulang…
    Saya jadi pikir pikir lagi pulang cerbon naik redbus setelah baca oengalaman mas rudi..

    Tapi empal dan jambalanfnya memang ngangenin kok…

    Liked by 1 person

  2. Ampun! Aku blogger kacrut dong ya, karena beberapa kesempatan ke luar kota dan nggak kopdar sama satu blogger setempat pun. Hahaha. Btw, seru ya ternyata perjalanan ke Cirebon yang lalu itu.

    Liked by 1 person

Leave a reply to Rudi G. Aswan Cancel reply