Mengenal Asal Usul Nasi Djenggo Khas Bali dari Chef Henry Alexie Bloem

Suka makan nasi bungkus? Kalau ya, jangan sampai melewatkan kelezatan nasi djinggo atau djenggo atau jinggo khas Bali yang sudah sangat kondang. Perkenalan saya dengan nasi djenggo bermula saat kami masih tinggal di Bogor. Seorang teman asal Surabaya kebetulan menitipkan nasi djenggo buatan istrinya di lapak tempat kami juga menitipkan wingko khas Lamongan. Setelah mencoba beberapa kali, rasanya langsung suka dan penasaran dengan asal usul nasi djenggo.

Nasi djenggo khas Bali biasa dibungkus daun pisang yang membuatnya harum.

Gayung pun bersambut ketika saya mendapat undangan untuk meliput suatu acara di sebuah mal di Surabaya. Di sela liputan ternyata diadakan sesi masak bersama Chef Henry Alexie Bloem yang tidak lain adalah putra penggagas dan pembuat nasi djenggo yang pertama. Demo masak di area resto itu pun berjalan meriah dan gayeng. Temanya unik: masak dengan resep Indonesia tapi bahan yang dimasak (yaitu daging sapi) berasal dari Amerika Serikat dengan tajuk Story of Heritage Culinary.

Asa usul nasi djenggo Bali

Sebagai putra pembuat nasi djenggo khas Bali, Chef Henry pun menuturkan bagaimana kisah sang ibu ketika berjualan nasi djenggo, termasuk asal mula mengapa nasi bungkus ibunya disebut nasi djenggo atau nasi djinggo. Nasi bungkus daun pisang yang khas Denpasar, Bali ini memang sangat populer di Bali bahkan di Indonesia. Kalau Anda belum tahun, selama ini ke mana saja? Hehe….

Chef Henry yang menggagas berdirinya Indonesian Chef Association (ICA) menceritakan bahwa ibunya membuat nasi djinggo sekitar tahun 1970. Nasi bungkus buatan ibunya ditawarkan seharga 75 rupiah per bungkus. Ibunya biasa bangun pukul 2 pagi untuk menyiapkan dagangan yang kala itu dibantu oleh tiga karyawan.

Kelezatan nasi djenggo atau nasi jinggo dalam balutan daun pisang

Begitu siap pada pukul 6 pagi, nasi bungkus pun dibawa ke daerah Pelabuhan Benoa untuk dijajakan kepada pembeli. Waktu itu nasi bungkus ditawarkan dengan tiga pilihan lauk: babi guling, sapi, dan ayam. Mengenai pilihan lauk, tentu saja itu dipilih berdasarkan keragaman calon pembeli di wilayah Bali.

Lalu mengapa nasi bungkus itu disebut nasi djenggo, djinggo, atau jinggo? Ceritanya sang ayah sangat menggemari film-film cowboy asal Amerika sehingga sejak Henry bayi pun ia sudah sering ditidurkan dengan lirik lagu dari film tersebut, “Django jago tembak! Django jago tembak!!” hingga Henry kecil pun tertidur. BBC-Mania mungkin pernah mendengar atau menonton film Django (1966) yang dibintangi Franco Nero? Itulah sosok yang disukai ayah Chef Henry.

Begitu seringnya sang ayah menyebut kata Django atau melantunkan lagunya, maka tetangga sekitar dan saudara-saudara di rumah pun memanggil Henry dengan nama Django sebagai nama kecil, yang identik dengan kesukaan ayahnya.

Nasi djenggo terjual 300 hingga 800 bungkus

Seiring perjalanan waktu, tahun 1970 pun sang ibu berjualan tetap nasi bungkus itu. Semula ia memproduksi 300 bungkus untuk konsumsi para pekerja di Pelabuhan Benoa, para sopir angkot, truk Pertamina, dan para pemancing di pelabuhan. Karyawan ibunya menjajan nasi bungkus itu di pinggir jalan pelabuhan dengan sebutan Nasi Bungkus Men Djenggo yang berarti nasi bungkus ibu si djenggo.

Dari situlah popularitas nasi djenggo atau nasi jinggo semakin meningkat. Tak heran jika ibunya kadang mampu menjual 800 bungkus nasi djenggo yang merupakan pesanan dari kapal pesiar yang merapat di Pelabuhan Benoa kala itu. Sejak disajikan kepada para turis asing dalam kapal pesiar tahun 1970-an, nasi djenggo pun kemudian dicicipi oleh kalangan yang semakin luas yakni turis mancanegara yang kapalnya berlabuh di pelabuhan tersebut.

Nah, untuk mengenang dan mengingat cerita serta perjuangan ibunya, Chef Henry pun memodifikasi Nasi Djenggo dengan gabungan bahan-bahan dari Amerika Serikat tapi dibumbui dengan resep tradisional Bali, terutama sambal mbe yakni sambal terasi yang khas pada nasi jinggo. Jika selama ini pencinta kuliner Nusantara lebih mengenal sambal matah yang disajikan semi mentah, maka sambal mbe diramu dari cabe rawit, bawang merah, bawang putih, dan terasi yang semuanya digoreng dan dihaluskan.

Berpose sejenak bersama Chef Henry; serasa ingat Upin dan Ipin bukan?

Adakah BBC Mania pernah menyantap nasi djenggo yang sering disebut sebagai nasi kucing ala Bali? Enak loh, coba beli atau bikin sendiri karena banyak resepnya di Internet. Terima kasih Chef Henry Alexie Bloem yang telah berbagi inspirasi seputar memasak, terutama mengungkap asal usul nasi djenggo atau jinggo yang ternyata penuh perjuangan sang ibu tercinta.

46 Comments

    1. Loh loh, mosok ga kuman, Mbak?! Enak sih secara bumbu, tapi masih agak aneh dengan kombinasi beef dari Amrik, hehe. Mungkin ilat ndeso ya kudune butuh yang ori. 🙂

      Like

  1. Ya ampun. 5 tahun di Bali udah makan nasi kucing ini hampir setiap hari. Sekarang baru tahu sejarahnya kayak gini toh. Kirain ini nasi biasa aja. Lha wong cuma dibungkus daun pisang yang sebenarnya udah biasa di kampung gw. Harganya yang murah jadi santapan mudah bagi mahasiswa kala itu. Makan di pinggir jalan sambil ngeliat mbaknya yang jualan berpakaian seksi. Malu sih. Tapi yang aku beli kan nasinya, bkn ngelihatin mbaknya😁

    Like

    1. Begitulah, Mas, menurut penuturan Chef Henry yang merupakan putra pembuat nasi djenggo yang pertama. Jadi pengin ke Bali nih hehe. semoga pandemi cepat berakhir jadi bisa pelesiran lagi.

      Like

  2. Namanya unik banget, Nasi Djenggo. Wah ada sejarah nya pula ya. Dilihat dari bungkusnya yang memakai daun pisang, pasti rasanya Nasi Djenggo ini lezat banget ya mas Rudi?

    Like

  3. Owalaaah, sejarahnya unik juga dari kegemaran film n lagu. Kenapa ya, selalu menarik menyimak asal usul sebuah makanan khas. Semacam terbawa spirit n perjuangan pembuatnya yang pastinya tak mudah kala itu.

    Like

    1. Itulah bukti bahwa kuliner Nusantara akan selalu berjaya karena kaya dengan filosofi dan sejarah ya, Kak. Ada perjuangan dan nilai yang diangkat, yuk coba nasi djenggo!

      Like

  4. Waktu ke Bali sering banget dengar istilah Nasi Djenggo ini, penasaran tapi gak sempat beli. Biasanya sih liat ini di pinggir2 jalan atau warung-warung kecil, wah gimana ya rasanya jika yang masak adalah seorang Chef Henry. Kuliner Indonesia memang menjadi pribadona bahkan bisa masuk kelas Internasional ya.

    Like

    1. Wah, sayang banget enggak sempat mencicipi kelezatan nasi djenggo, Kak. Nasi bungkus ini mirip nasi jotos kalau di Madiun, nasi sekepal yang khas daerah setempat. Semoga bisa ke Bali lagi dan ikut makan nasi djenggo ya, siapa tahu bisa ketemu Chef Henry juga, hehe.

      Like

  5. wah suwerrrr baru tahu kalau nama nasi Djenggo ini dari film Djanggo. Film masa kecil aku banget ini. Aku belum pernah sih makan nasi Djenggo, mungkin mirip-mirip sego kucing di angkringan yogya ya modelnya. Tapi pasti rasanya beda banget.

    Like

  6. Ke mana aja saya selama ini ya, taunya makanan Bali cuma ayam betutu qiqiqiqiii…
    Klo nasi kucing angkringan di Yogya udah sering coba, Mas, tapi khusus nasi jinggo khas Bali belum pernah. Mungkin mirip nasi balap khas Lombok yang ada sambal dan suwiran daging ayamnya ya, secara cita rasa makanan Lombok dan Bali itu mirip. *karena saya lahir di Lombok, jadi lumayan paham
    Btw, film koboi Djengo juga pernah dengar, ngehits banget zaman saya kecil.

    Like

    1. Iya, sepertinyaa mirip ya karena Bali dan Lombok bersebelahan. Memang ini pakai sambal terasi dan suwiran ayam. Ada juga yang ditambah telur dan srundeng, pokoknya enak banget deh.

      Like

  7. Baru tahu ada nasi bungkus Jinggo, tahunya nasi bungkus ya rames ala-ala warteg doang. Ternyata di Bali juga ada khas nasi bungkusnya. Yang mana tercipta dari ibu Chef Henry. Film cowboy Amerika ada ya judul Django. Aah, mungkin saya belum pernah nonton nih.

    Like

  8. Temen kakak sepupu daku jual nasi djenggo (Jinggo) juga, rasanya enak walau agak pedas. Tapi nikmat. Melahapnya senang, karena ke khas-an nasi dari berbagai wilayah Nusantara memang sesuatu yang jangan sampai dilewatkan.

    Like

    1. Tenang, Kak. Banyak kok yang belum tahu, jadi nanti Mbak Rani bisa jadi ketua komunitas orang yang belum akrab dengan nasi djenggo, hehe. Yuk cobain deh, bisa ke Bali atau bikin sendiri.

      Like

  9. Seiring perjalanan waktu, tahun 1970 pun sang ibu berjualan tetap nasi bungkus itu. Semula ia memproduksi 300 bungkus untuk konsumsi para pekerja di Pelabuhan Benoa, para sopir angkot, truk Pertamina, dan para pemancing di pelabuhan.

    Dan hingga jadi 800 bungkus…

    keren banget sih dedikasi dan mental nya….salut

    Like

  10. Tadinya kukira kayak nasi timbel gitu. Ternyata bukan yah. Nasi Djenggo udh sekalian ama lauk pauknya ketika dibungkus.
    Enak dong, apalagi pakai sambelnya.
    Lauknya juga terlihat enak²

    Like

  11. Aku pernah dooong, pagi buta habis subuh main ke Pantai Kuta. Di pinggir jalan banyak yang jualan nasi Djinggo bawa motor.
    Pertengahan tahun 2019 kalo enggak salah, harganya 6000 perbungkus enak sih, tapi kalau pingin kenyang kudu beli 2 bungkus hehehe

    Like

    1. Iya, Mbak Retno. Porsinya memang kurang nendang kalu beli satu, untuk di Bali ya. Tapi yang pernah kumakan di Bogor itu porsinya pas untuk sarapan atau makan siang, kayaknya sengaja disesuaikan buat santap utama.

      Like

  12. Gemes banget kemasaa nasi djenggo ini. Saya belum pernah nyoba karena udah belasan tahun nggak ke Bali. Baca ini jadi makin penasaran seperti apa rasa nasi jenggo dan sambal mbe.

    Like

    1. Ayo agendakan ke Bali lagi, Mbak Alfa. Enaknya sih nanti aja ya pas pandemi udah ga ada. Biar bebas wisata kulineran. Dijamin suka deh sama nasi djenggo yang khas banget.

      Like

  13. Berarti setiap daerah itu, punya ciri khas nasi sendiri ya kak. Jogja punya nasi kucing, madura nasi jagung. Bali nasi jenggo. Jadi pingin coba deh

    Like

    1. Ya belum ada survei sih, Kak, apakah setiap daerah pasti punya ciri khas nasi yang unik. Kalau nasi jagun sih hampir di tiap daerah punya ya, hanya beda lauk saja. Yang jelas nasi djenggo ini sangat nikmat dan bikin kangen.

      Like

Tinggalkan jejak