SUNGGUH MIRIS ketika membaca laporan yang dirilis Microsoft bernama Digital Civility Index (DCI). Laporan ini didasarkan pada survei terhadap lebih dari 16.000 responden online di 32 negara, termasuk 503 orang dari Indonesia. Kabar itu pun sontak menuai kontroversi menyusul warganet Indonesia yang disebut menduduki peringkat terendah dalam hal tingkat kesopanan sepanjang tahun 2020. Saat berkomunikasi secara daring, mereka dianggap paling tidak sopan di Asia Tenggara, tentunya hal yang berat kita terima.

Terlepas dari perdebatan seputar sahih tidaknya data tersebut, ada satu fakta tak terbantahkan yaitu bahwa literasi di negeri ini harus digarap lebih intensif. Kecintaan pada buku dan kegiatan sastra bisa menjadi modal untuk membangun negara yang beradab.
Peningkatan literasi tidak hanya akan meningkatkan keterampilan seseorang, tetapi juga mampu membuka peluang inovasi dan kreativitas. Hal itulah yang menjadi perhatian Heri Chandra Santoso yang akrab disapa Heri. Ia tidak setuju bahwa generasi muda Indonesia kurang tertarik pada buku.
Perlunya akses pada bacaan bermutu
Yang sebenarnya terjadi adalah sulitnya akses terhadap buku karena berbagai alasan. Demi memenuhi kebutuhan anak-anak dan remaja agar lebih mencintai dan menikmati buku, Heri pun kemudian menggandeng sahabatnya Sigit Susanto untuk mendirikan KLM yang merupakan singkatan dari Komunitas Lereng Medini. Didirikan pada tahun 2008, nama komunitas tersebut merujuk pada Medini, sebuah dataran tinggi yang mengelilingi Boja, Kendal, Jawa Tengah.
KLM ingin mendorong generasi muda di daerah tersebut untuk gemar membaca dan mengakrabi karya-karya sastra. Mereka diharapkan dapat menempa diri melalui aktivitas kreatif, baik menulis maupun menganalisis, dalam berbagai genre. Lebih banyak interaksi dengan buku berarti lebih banyak nilai dan kerendahan hati yang bisa ditanamkan.
Cikal bakal KLM bermula dari perbincangan tiga orang yang menghadiri acara bertajuk “Parade Obrolan Sastra” yang digelar pada tanggal 3-11 Mei 2008 di Pondok Maos Guyub di mana Sigit merupakan pemiliknya. Saat itu, Heri mengelola Pondok Baca Ajar, sedangkan Nurhadi adalah guru sekaligus aktivis komunitas Tetas.
Heri menuturkan,
“Kami ngobrol tentang pentingnya sebuah forum atau ruang publik yang memungkinkan para pengunjung perpustakaan Guyub dan para pecinta sastra di Boja untuk berbagi (tentang literasi).”
Heri memutuskan untuk mengajak sejumlah temannya agar berkumpul pada tanggal 3 Agustus 2008. Mereka adalah orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kegiatan berbasis sastra atau literasi yang diadakan oleh Pondok Maos Guyub dan Pondok Baca Ajar. Para peserta inilah yang kemudian menjadi anggota generasi pertama KLM.
Karena koleksi di perpustakaan-perpustakaan tersebut sebagian besar adalah buku-buku sastra, baik karya penulis Indonesia maupun asing, maka Heri berpesan agar anggota perpustakaan gemar membaca terlebih dahulu sebelum beranjak menikmati karya sastra. Untuk mewujudkan hal ini, anggota KLM didorong untuk aktif dalam forum membaca di mana mereka membaca dan mendiskusikan buku sastra secara kolektif.
“Sebelum belajar sastra, kita perkenalkan mereka dengan bacaan,” ujar Heri mantap.
Lahir di Kendal, kabupaten yang bersebelahan dengan Semarang, pada tanggal 22 Mei 1982, Heri adalah lulusan Universitas Diponegoro jurusan Sastra Indonesia dan kini bekerja sebagai jurnalis di sebuah stasiun radio Semarang. Adapun Sigit, ia merupakan seorang yang gemar membaca dan pegiat sastra asal Boja yang kini berdomisili di Swiss.
Memupuk pikiran generasi muda
Bersama KLM, Heri ingin menegaskan bahwa sastra tidak khusus diperuntukkan bagi masyarakat kota atau kaum elite di kampus. Artinya, karya sastra harus dapat diakses oleh masyarakat pedesaan, bukan hanya oleh para sastrawan atau mahasiswa perkotaan. Penduduk desa tidak boleh kehilangan kenikmatan sastra hanya karena terbatasnya sumber daya.

Oleh karena itu, Komunitas Lereng Medini terus menggalakkan kesadaran bahwa KLM adalah komunitas terbuka di mana setiap orang — khususnya generasi muda di pedesaan — bisa tampil optimistis melalui berbagai aktivitas bersastra. Mereka bisa menjadikan Medini yang menjulang gagah dengan perkebunan teh yang luas sebagai inspirasi sejati bagi masyarakat bahkan di pelosok desa yang paling terpencil sekalipun untuk menumbuhkan minat terhadap pembelajaran sastra.
KLM adalah komunitas yang inklusif tanpa memandang usia atau status sosial. Pelajar, guru, dan siapa pun yang berkeinginan mempelajari sastra, melalui tulisan dan apresiasi, akan diterima dengan terbuka di KLM. Inilah jawaban bagi mereka yang berusaha menjadi individu yang kreatif. Maka masyarakat umum dapat dengan leluasa mengikuti program KLM apa pun tanpa keengganan karena membaca buku, pengetahuan, dan kegembiraan sastra tidak bersifat eksklusif.
Hal ini salah satunya diwujudkan dengan kehadiran Reading Group atau Kelab Baca yang menggelar kegiatan setiap Sabtu sore. Kegiatan ini selalu dipadati anggota KLM yang berdiskusi dan mendalami karya sastra tanpa terburu-buru menyelesaikan atau berkompetisi. Targetnya adalah menikmati dan menyelami, bukan cepat apalagi bersaing menuntaskan. Selain masyarakat umum, pesertanya juga terdiri dari pelajar SD, SMP, SMA, dan mahasiswa.
Kemah Sastra bersama penulis ternama
Salah satu program paling menonjol di KLM adalah Kemah Sastra yang diadakan setiap tahun sebagai ajang silaturahmi dalam upaya membangun persahabatan spiritual antarindividu dan komunitas. Di sinilah terjadi pembibitan, yaitu ketika peserta mempelajari dan memahami karya sastra dengan kejujuran dan kerendahan hati.
“Harapan kami ini menjadi ruang menyemai proses mengenal sastra secara bersahaja. Menjadi ruang asah-asih-asuh antarpenulis, baik itu penulis pemula maupun penulis yang kawakan,” imbuh Heri.
Kemah ini memberikan banyak kesempatan bagi para penulis dan pengarang untuk berbagi pengalaman, di mana para pemula belajar dari penulis kawakan dengan santai, tanpa sekat atau jarak. Dengan begitu, mereka yang masih pemula bisa menimba ilmu dan wawasan dari penulis berpengalaman dalam obrolan santai tanpa hambatan atau batasan.

Kemah Sastra III yang diadakan pada 12-14 Mei 2017 patut disoroti. Mengusung tema “Misteri Alam dalam Narasi Sastra”, kemah ini menghadirkan Eka Kurniawan, seorang penulis ternama yang menjadi sorotan nasional dan internasional berkat novelnya yang terkenal Lelaki Harimau dan Cantik Itu Luka yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing.
Kendal Award dan kearifan lokal
Salah satu tujuan jangka panjang Heri bersama KLM yang akhirnya terwujud adalah terlaksananya Kendal Award bagi para penulis lokal. Ia sangat bersyukur Kendal Novel Award 2022 bisa digelar sebagai upaya mengapresiasi sastrawan setempat lewat seleksi karya kreatif.
Sebelum penganugerahan novelis terbaik, KLM mengadakan workshop teater pada tanggal 8-9 Oktober 2022 di Rumah Kebun Sastra Guyub, Boja serta residensi akhir pekan pada tanggal 29-30 Oktober 2022 di Teras Budaya Prof. Mudjahirin Thohir di Sabrang Lor, Kutoharjo, Kecamatan Kaliwungu.
“Kami pengin ngopeni dulu kawan-kawan calon penulis atau para penulis di Kendal yang memang kami nilai masih minim ruang berekspresi, apalagi motivasi,” ujar Heri yang didapuk sebagai ketua Kendal Novel Award 2022.

Yang paling menarik perhatian adalah hadiah bagi para pemenang Kendal Novel Award ternyata berupa hewan hidup, bukan uang tunai atau gadget mewah yang biasanya ditawarkan dalam kontes serupa. Juara pertama diraih Yozar F. Amrullah asal Kecamatan Cepiring yang membawa pulang seekor kambing peranakan Etawa sebagai hadiah utama.
Heri menegaskan kambing memang menjadi ikon Kendal Novel Award. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa hadiah lomba juga dapat mengakomodasi kearifan lokal yang berakar pada potensi setempat. Kendal adalah kabupaten yang terkenal dengan Wisata Edupark Kambing Peranakan Etawa, tepatnya terletak di Desa Wisata Jungsemi.
Adapun pemenang kedua mendapatkan sepasang kelinci dan juara ketiga membawa pulang sepasang ayam kampung. Selain itu, ada seekor bebek diberikan kepada penulis naskah menarik yang direkomendasikan oleh dewan juri. Keputusan menganugerahi pemenang dengan hewan ternak boleh dibilang tindakan produktif sebab bisa beranak pinak dan awet ketimbang uang yang mungkin cenderung cepat habis.
Kesuksesan Kendal Novel Award tahun 2022 dilanjutkan dengan penyelenggaraan Kendal Puisi Award tahun 2023 yang memberikan ruang bagi para penyair atau penulis puisi agar berkreasi.

Wanitaku, manuskrip puisi karya Wahyu Indah Puji Lestari terpilih sebagai pemenang Kendal Puisi Award 2023 dan diganjar seekor kambing peranakan Etawa sebagaimana hadiah dalam pergelaran sebelumnya. Begitu pula untuk tiga juara lainnya.
Para pemenang juga menerima plakat, piagam penghargaan, dan bingkisan dari pendukung acara, dalam hal ini berupa selembar kain batik Kendal Textile dan paket buku dari penerbit di Kendal yang bekerja sama dengan KLM.
Adopsi kambing peranakan Etawa setidaknya punya dua fungsi penting. Pertama, membantu ekonomi lokal agar tetap bergairah, dalam hal ini peternak yang merupakan pegiat UMKM setempat. Kedua, ini menyiarkan kepada publik bahwa Kendal punya potensi daerah yang layak dibanggakan dan dilestarikan sebagaimana telah dilakukan oleh KLM.
Wakul Pustaka, ikhtiar menjemput bola
Bentuk kearifan lokal lain yang diterapkan KLM adalah Wakul Pustaka yang secara harfiah berarti keranjang pustaka. Wakul adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti keranjang nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Wakul dipilih karena mengandung nilai-nilai lokal. Keranjang berfungsi sebagai alat multifungsional dalam rumah tangga. Baik untuk menampung nasi atau untuk menyimpan sayuran yang sudah dicuci, wakul sayangnya tidak lagi populer saat ini dengan munculnya magic jar atau rice cooker.
Heri mengingatkan, “Ibaratnya, wakule ngglimpang, seperti halnya petani yang kian tersisih akibat gempuran pembangunan yang merangsek ke lahan-lahan pertanian.”
Bukankah sudah menjadi pemandangan umum saat ini semakin banyak kompleks perumahan dan ruko yang dibangun, melahap tanah-tanah pertanian yang mestinya produktif? Wakul merupakan simbol kearifan lokal yang berjuang melawan budaya serbadigital. Hal ini juga melambangkan perlunya asupan gizi berupa ilmu pengetahuan dari membaca buku (literasi) dibandingkan sekadar asupan rasa kenyang secara fisik.

“Namun, kami sadar diri dan sadar posisi. Sastra belum menjadi isu vital bagi masyarakat. Revolusi masih seputar perut. Untuk itu, kami pun tak pernah berespektasi yang lebih.”
Lewat Wakul Pustaka, KLM ingin menjemput bola dengan menyambangi pembaca di warung-warung tanpa harus repot berkunjung ke perpustakaan atau pondok baca. Ini adalah cara mudah untuk mendekatkan buku dengan warga saat mereka menunggu antrean dilayani di warung atau toko selama berbelanja.
Memanusiakan manusia
Singkat kata, bersama KLM Heri tak pernah berpretensi ingin melahirkan penulis atau seniman terkenal di masa mendatang. Mereka tidak punya mimpi muluk-muluk untuk mengantarkan generasi muda lokal menjadi penulis mapan berskala nasional.
Sebaliknya, ketika lebih banyak orang mau membaca buku (termasuk karya sastra), di situlah Heri dan tim merasa puas dan bahagia. Mereka akan semakin bahagia bila semakin banyak anak di desa yang mengenal puisi dan cerita rakyat. Yaitu ketika anak-anak bergembira karena membaca buku, itu menjadi berkah dan kepuasan tersendiri.
Dengan sastra, Heri lewat KLM berharap agar anak-anak “ … bisa menjadi manusia seutuhnya. Karena saya melihat, salah satu fungsi sastra adalah memanusiakan manusia,” ujarnya penuh optimisme.

Ini senada dengan pernyataan C.S. Lewis pengarang The Chronicles of Narnia yang sangat fenomenal, “Sastra itu mengairi kehidupan kita yang telah berubah menjadi gurun.” Dengan sastra yang mendarah daging dalam masyarakat, terutama anak muda, maka kesantunan dan keberadaban bisa lebih terjaga.
Tentu saja Heri ingin menyadarkan publik bahwa ada hal yang tak kalah pentingnya dibanding makanan, pakaian, dan rumah, yakni sastra. Jika ketiganya merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan jasmani, maka sastra memenuhi kebutuhan rohani dan batin. Mengutip penulis serbabisa Remy Sylado, “yang membedakan manusia dengan hewan adalah bahwa hewan tidak bisa mengapresiasi sastra.”
Sastra, fondasi peradaban bangsa
Kiprah Heri Chandra Santoso melalui KLM adalah andil penting dalam membangun literasi sebagai investasi masa depan guna mendukung pembangunan manusia Indonesia dengan semangat berkelanjutan. Berkat kolaborasi dan kepedulian, spirit itu akan terus berdetak dan menular hingga ke pelosok negeri.
Pantaslah jika optimisme, semangat, dan konsistensi Heri membuat PT Astra International, Tbk tertarik menganugerahinya SATU Indonesia Awards pada tahun 2011 silam atas jasanya dalam membangun literasi melalui karya sastra dari desa dan terus menghidupkannya sebagai komponen penting dalam kemajuan bangsa. KLM masih eksis dan kegiatannya bahkan terus bertambah memasuki usia hampir dua dasawarsa.
Heri antusias saat mengatakan, “Nah, peran sastra sesungguhnya membangun jiwa-jiwa masyarakat Indonesia. Jiwa dulu, baru badan. Peran sastra dalam meletakkan fondasi peradaban bangsa sangat penting.”
Intinya melalui karya sastra, seseorang tidak hanya mengembangkan imajinasi yang bisa digunakan untuk membangun bangsa, tetapi juga sebagai media untuk mewariskan nilai adiluhung bangsa kepada generasi muda. Ini adalah harapan positif yakni terbentuknya jati diri bangsa Indonesia dengan merawat sastra di mana pun kita berada.
