Lingkungan Lestari Berkat Toleransi: Potret Ketahanan Pangan di KBA Larangan

kampung berseri astra cirebon

“Tiga komponen yang menurut orang bijak mampu menembus batas ruang dan waktu. Humaniora atau nilai-nilai humanisme, pendidikan, dan lingkungan.”

Suara berat Pak Agus memancarkan kepercayan diri yang kuat. Ia yakin bahwa radikalisme bisa ditekan lewat kesadaran atas lingkungan. Sewaktu berkeliling di Kampung Berseri Astra (KBA) yang ia kelola, saya akhirnya membuktikan sendiri kebenaran ucapannya.

Dari pintu utama, di sebelah kanan jalan atau seberang Taman Astra, saya melihat jalan setapak menuju Vihara Bodhi Sejati. Kami pun bergerak ke sana lalu berbicara singkat di depan wihara yang diliputi pepohonan rindang.

Harmoni keberagaman

Harmoni keberagaman, modal pelestarian lingkungan berkelanjutan | Dok. pri

Meninggalkan wihara, saya diarahkan ke kanan dan menjumpai Pura Agung Jati Pramana di Jl. Bali. Letaknya berseberangan dengan Panti Wreda yang dikelola oleh Yayasan Kristiani. Nah dinding pura dan Masjid As-Salam ternyata persis berhimpitan, menjadi simbol kerukunan.

Pagi masih sejuk saat kami berjumpa seorang lelaki tua yang akrab disapa Pak Haji. Rumahnya bersebelahan dengan panti wreda, punya pekarangan cukup luas yang biasanya dimanfaatkan sebagai tempat parkir bus saat para pemeluk Hindu mengadakan acara di pura. Ini contoh lain moderasi beragama di RW Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kec. Harjamukti Kota Cirebon.

Begitu juga dengan para pemeluk agama lain, terutama kaum muslim, akan sukarela turun tangan sebagai juru parkir dan memberikan pengamanan selama acara berlangsung.

“Inilah smart NKRI, juga smart environment!” ungkap Pak Agus Supriono, ketua RW setempat sekaligus penanggung jawab Program Kampung Iklim (ProKlim) Merbabu Asih.

Agus menunjukkan asrinya ruas jalan di samping Baperkam. | Dok. pribadi

Ia tegas menyatakan bahwa rahasia soliditas kerukunan warga di RW 08 itu bertumpu pada kesadaran untuk mau mengelola lingkungan hidup yang mereka tinggali bersama-sama. Intinya, modal toleransi itu dioptimalkan untuk menyelesaikan masalah bersama, dalam hal ini lingkungan, seperti sampah dan banjir.

Maka bukan pemandangan aneh ketika para warga dari berbagai keyakinan berhimpun santai di baperkam untuk memasak bersama. Mereka akan menikmati hasil kerja keras dari kawasan rumah pangan lestari (KRPL). Sayur dan ikan tinggal diambil, sedangkan beras didapat dari sumbangan warga. Kerupuk atau pelengkap lain berdatangan dari warga lainnya.

Duduk lesehan di lantai, mereka pun menyantap sajian bersama beralaskan daun pisang khas kampung. Berbicara tanpa sekat tak peduli apa suku dan agamanya. Harmoni kebinekaan terjaga, baik antara anak-anak maupun orang dewasa.

Kesabaran Berbuah Kesadaran

Proklim Merbabu Asih dimulai sejak 16 tahun lalu oleh Chaidir akibat keresahan akan busuknya bau sampah di TPS dekat rumahnya. Bersama Agus, ia bertekad melakukan sesuatu untuk merespons bencana perubahan iklim yang kerap menimpa Cirebon. Saat itu banjir, longsor, kekeringan, dan penyakit akibat sanitasi kerap singgah. Namun, berkat keberhasilan ProKlim, wilayah mereka pun kini terbebas dari banjir, misalnya.

“Jadi kalau hujan deras, air hanya kulanuwun saja,” ujar Agus sambil terkekeh.

Agus dan Chaidir tak menampik rasa lelah selama proses memulai hingga menjadi Kampung Berseri Astra seperti sekarang. Kesabaran ekstra dan istikamah benar-benar dibutuhkan untuk mewujudkan wilayah yang peduli lingkungan.

Disingguh tentang kiat untuk menggugah kesadaran warga agar proklim-minded, Agus membocorkan tiga poin yang terus-menerus ia bisikkan kepada warga. Dengan mimik serius dan suara tegas, ia berujar,

“Satu, sangat tidak bisa dibantah bahwa kita hidup berada di lingkungan hidup. Kedua, laju pertumbuhan sampah lebih cepat daripada laju pertumbuhan penduduk. Ketiga, hanya orang gila yang tidak mau kampungnya bersih.”

Nah, pesan-pesan pentingitu disuntikkan kepada khalayak dalam berbagai kesempatan. Misalnya saat ada pertemuan rutin, khotbah Jumat, ritual keagaman, hingga acara-acara krusial lainnya.

Dari situlah kesadaran lambat laun terpupuk sehingga menjadi energi yang menggerakkan spirit merawat lingkungan secara berkelanjutan. Mereka hingga kini masih bersemangat dalam berbagai kegiatan.

Energi Berbagi Kebaikan

Pemilihan kata “kegiatan” sepintas sederhana tetapi sangat genius. Kata kegiatan menyiratkan aktivitas yang mengingatkan warga untuk terus ‘giat’ dalam mengakrabi lingkungan. Beda dengan kata program, misalnya, yang mungkin sulit diakrabi.

“Pokoknya jauhkan dari hotmix-minded, Mas!” pesan Agus saat kami meninggalkan Baperkam (Balai Pertemuan Kampung).

Mereka memang sengaja melapisi jalanan kampung dengan paving block alih-alih aspalgunamemudahkan air agar kembali ke tanah dan bisa dimanfaatkan lagi.

“Di satu pihak masyarakat jor-joran ngambil air bawah tanah, tetapi belum mau mengembalikan ke bawah tanah,” ujar Agus lebih lanjut.

Chaidir saat menunjukkan jagung subur di KRPL | Dok. pribadi

Di sinilah peran penting sumur resapan yang mereka buat di sejumlah titik. Sebanyak 17 sumur resapan dirancang untuk menampung air hujan agar dapat dipanen oleh warga saat air langka.

“Kita juga di sini enggak ada sumur, mungkin yang menikmati air kita itu para tetangga (luar RW),” imbuh Chaidir sembari tersenyum.

Saya mengangguk ketika Agus menimpali, “Akhirnya jadi kebaikan banyak banget!” karena energi berbagi kebaikan nyata adanya berkat kolaborasi antarkeyakinan dalam melestarikan lingkungan.

Boleh dibilang inilah wujud harmoni lingkungan yang sesungguhnya: yaitu kesudian beraksi dan berbagi! Tak ada lagi genangan air apalagi banjir sebab sudah ada sumur resapan dan 118 titik biopori yang juga dimanfaatkan sebagai sarana composting. Adapun sumur resapan sebagian disulap menjadi kolam lele sehingga bisa lebih produktif.

Agar menjadi kebaikan lain, maka air hujan tak boleh terbuang sia-sia ke dalam tanah. Air itu dihimpun dan dialirkan melalui pipa-pipa khusus menuju sumur yang telah dipersiapkan, antara lain di depan masjid, baperkam, dan titik lainnya.

Lubang biopori dan sumur resapan, cegah banjir dan pemasok makanan | Dok. pri

Selain dipanen saat air langka, tandon air pada empat lokasi itu ternyata mampu menjaga kualitas bangunan di sekitarnya sehingga tetap kokoh dan tidak retak.

“Kuncinya adalah menjelaskan hal-hal kompleks kepada warga dengan bahasa awam,” ungkap Agus ketika saya tanyakan seputar tanggapan warga pada awal-awal penggagasan panen air hujan.

Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan

Berkat pengelolaan lingkungan terpadu dan berkelanjutan, tak heran jika keesejukan langsung menyergap saat saya menyusuri jalanan kampung. Berbagai vegetasi terlihat hijau dan rimbun melingkupi seluruh lorong kampung.

Seandainya Agus tak menjelaskan, saya nyaris tak percaya bahwa saya tengah berada di sebuah perumahan kota karena tampil begitu asri layaknya perkampungan yang alami. Agus dan Chaidir mengajak saya menapaki gang-gang kampung yang memang berseri itu, sesuai nama yang disandang: Kampung Berseri Astra (KBA).

Karena itu pula RW Merbabu Asih telah berkali-kali diganjar penghargaan seputar pengelolaan lingkungan sebagai manifestasi Program Kampung Iklim (ProKlim) yang dicanangkan oleh pemerintah. Spirit pengelolaan keberlanjutan selalu mereka kedepankan.

Aneka kerajinan berbahan sampah anorganik | Dok. pri

Pada praktiknya, semua komponen mereka sulap menjadi sumber daya yang membawa berkah. Tak terkecuali sampah. Setelah dipilah-pilah, sampah organik diolah menjadi kompos, sementara sampah nonorganik direkayasa menjadi aneka kerajinan bernilai ekonomi tinggi.

Limbah plastik kresek, misalnya, alih-alih dicampakkan begitu saja di tong sampah sebagaimana dilakukan banyak orang, limbah itu dirajut menjadi tas keren dan bernilai ratusan ribu rupiah. Namun berdasarkan kesepakatan bersama, sebagian besar sampah nonorganik itu dikumpulkan untuk dijual.

Ratusan Juta Rupiah dari Sampah

Dedeh yang menggawangi BSSP | Dok. pribadi

Untuk mewadahi hasil penjualan sampah ini, maka dibentuklah sebuah bank bernama Bank Sampah Secerah Pagi atau akrab disingkat BSSP. Secerah Pagi ternyata akronim dari Semoga Cepat Rapih Pekarangan Asri Gemerlap Indah.

“Bukan hanya nama, tapi doa ini, Mas!” ujar Dedeh, perempuan setengah baya yang menjadi penanggung jawab bank sampah saat kami mengunjungi lokasi BSSP sore itu.

Melihat para warga yang aktif mengelola lingkungan di sini, Secerah Pagi memang nama yang mewakili sebuah antusiasme. Bahwa setiap kegiatan mereka lakoni dengan optimisme dan penuh semangat seperti pendar matahari yang cerah pada pagi hari.

Setiap Sabtu pagi atau menurut jadwal yang disepakati, petugas BSSP biasanya akan berkeliling untuk menjemput sampah dari rumah ke rumah. Jadi mereka tidak hanya menunggu nasabah menyetor ke bank.

Setelah dipilah, sampah nonorganik kemudian ditimbang dan dicatat dalam buku rekening masing-masing. Uniknya, seluruh warga taat ketika Agus mengeluarkan infak alias instruksi faksa dengan menetapkan harga jual di bawah pasaran.

Uang hasil penjualan sampah diberikan pada penjemputan sampah berikutnya ketika sampah selesai dijual. Di luar dugaan, kebanyakan warga malah merelakan saldo mereka demi membesarkan BSSP.

“Di situ benefit yang keren!” kata Agus dengan suara beratnya yang khas.

Kendati demikian, warga yang merasa membutuhkan tetap boleh mengambil saldo yang dimiliki.

Demi alasan transparansi dan akuntabilitas, warga sepakat mendirikan Koperasi Secerah Pagi. Dari sekitar 111 nasabah, ada 69 di antaranya telah bergabung dalam koperasi tersebut. Nah, usaha bersama ini lama-lama berhasil menghimpun kapital sebesar 152 juta rupiah yang terakumulasi nyaris tanpa modal pada awalnya.

Menurut Dedeh, setiap anggota koperasi bisa mengakses pinjaman mulai dari Rp4-10 juta tanpa agunan atau proses yang rumit. Pengelolaan dana dikerjakan dengan asas kekeluargaan, maka tenor pengembalian ditentukan sesuai kesepakatan dengan tambahan yang ringan demi membesarkan koperasi mereka sendiri.

Dukungan Bermakna Astra

Membesarnya bank sampah yang mereka kelola juga tak luput dari dukungan PT Asuransi Astra Buana (AAB) cabang Cirebon yang selama ini menyumbangkan sampah kantor mereka untuk BSSP sebagai kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR). Selepas menerima sampah nonorganik, BSSP lalu menjualnya dan melaporkan hasil penjualan kepada AAB.

Dukungan semacam ini sangat produktif karena berkelanjutan sehingga turut memacu perkembangan bank sampah yang hasilnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga binaan terutama dalam program pemberdayaan lingkungan.

Tak hanya itu, Astra juga menyumbangkan 1.500 benih pohon demi menopang gerakan penghijauan dan tersedianya oksigen lebih banyak di Merbabu Asih. Warga mengaku senang atas bantuan ini sebab merasa ada ikatan batin untuk terus tumbuh dalam keramahan lingkungan bersama Astra. Dalam kurun tertentu Astra juga mendorong akselerasi ProKlim, salah satunya dengan membangun sebuah taman yang berfungsi baik secara ekologis maupun estetis.

Zona oksigen, pemasok udara bersih dan buah bergizi | Dok. pribadi

Selain itu, Agus dan tim telah membangun zona oksigen di lima titik. Selain memayungi para pejalan dan menebarkan oksigen, konstruksi aneka tanaman rambat rupanya telah dipilih sedemikian rupa agar juga menghasilkan manfaat.

Maka benar ucapan Agus bahwa bicara soal ProKlim bukanlah bicara profit, melainkan benefit. Buah-buahan seperti anggur, markisa, timun jepang, dan daun cincau yang merambati tiang-tiang di lima zona oksigen memang bisa dipetik oleh warga yang membutuhkan, seperti timun jepang yang bagus untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

“Coba perhatikan orang sakit di rumah sakit yang harus pakai oksigen. Sementara di sini kita dapat oksigen dari tanaman. Dengan menanam, warga bisa rasakan oksigen.” Kesadaran semacam ini juga Agus sebarkan yang diterima dengan baik oleh warga.

Adapun Taman Astra terletak di pintu masuk utama, bukan hanya menunjukkan komitmen Astra terhadap kelestarian lingkungan sebagaimana tertuang dalam salah satu visi mereka, yakni menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial dan ramah lingkungan.

Yang tak kalah penting, taman ini merupakan simbol positif untuk mengajak siapa pun agar mempertahankan budaya daerah seperti dilambangkan oleh motif batik mega mendung pada dinding taman. Adapun teks Peace of Mind yang tercetak di sebelahnya menyiratkan pesan kuat agar kita menghargai kebinekaan Indonesia yang sudah terwujud dalam bentuk kerukunan warga antaragama di KBA Larangan.  

Ketahanan Pangan Bukan Slogan

Ketika Agus menyebutkan iuran bulanan warga Merbabu Asih konsisten di angka tertentu sementara di perumahan lain terus melambung tinggi, saya menggelengkan kepala.

“Karena aman di koperasi, aman di bank sampah, aman di sektor pendidikan,” jawab Agus mantap. Intinya kemandirian ekonomi mereka telah terbentuk dan memadai.

Para pengunjung atau tamu yang datang secara rombongan biasanya juga menyumbang dana dengan mengisi kotak amal sebagai modal untuk makan siang plus mendapatkan pelatihan di KBA Merbabu Asih tentang pengelolaan lingkungan. Para tamu lantas dijamu dengan kuliner khas Cirebon sekaligus sebagai media promosi pangan lokal.

KRPL jadi sumber gizi dan pangan warga lokal | Dok. pri

Selain keberhasilan menjalankan bank sampah yang bermanfaat bagi warga, upaya seputar ketahanan pangan di kawasan ini juga patut diacungi jempol. Betapa tidak, dengan keterbatasan lahan di kompleks perumahan, mereka tetap bisa punya sumber pangan dengan menyulap sebidang lahan kosong menjadi Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Milik seorang warga, lahan ini kemudian disepakati untuk dikelola sebagai kawasan bercocok tanam, termasuk tempat berdirinya greenhouse di mana proses pembenihan dan pembibitan berlangsung.

Bukan cuma greenhouse, tanah seluas 60 m2 ini ditanami aneka sayuran dan buah yang telah dipanen silih berganti. Ada bayam, kangkung, pokcoy, daun jeruk, jagung, terung, cabai, pepaya, jambu, hingga umbi-umbian, semuanya bisa dinikmati warga tanpa harus dibeli.

Greenhouse tempat pembenihan berbagai tanaman produktif | Dok. pribadi
Cabai sehat nan subur bantu hematnya kebutuhan dapur | Dok. pribadi

Jadi ketika warga di tempat lain menjerit karena harga cabai melejit, warga Merbabu Asih justru mendapatkan keberlimpahan. Harga cabai melambung tinggi tak berpengaruh sama sekali sebab mereka tak pernah membeli.

Seolah tak ingin mubazir, di pojok KRPL juga dibuat kolam dari terpal berukuran kira-kira 1×6 meter yang ditanami ikan nila sumbangan dari dinas pertanian setempat. Ikan-ikan ini bisa dipanen ketika warga menghendaki, misalnya saat bersantap santai di baperkam.

Jagung siap panen dan kolam buatan di KRPL | Dok. pribadi

Wujud ketahanan pangan lain di RW seluas 5,8 hektar itu tampak ketika saya mendapati tanam-tanaman hijau yang mengisi seluruh lorong dan halaman rumah warga. Entah berbentuk hidroponik atau ditanam di polybag, warga tampaknya tak mau menyiakan lahan sekecil apa pun di depan rumah.

Selalu ada deretan tanaman, seperti yang saya lihat di depan rumah Chaidir. Kangkung, cabai, bawang, kenikir, belimbing, pepaya, kelor, hingga bidara tumbuh subur di sana. Mangga dan jambu sumbangan dari Astra juga rindang menaungi ruas-ruas jalan.

Tidak berlebihan jika ketahanan pangan telah menjadi value bersama di KBA Larangan, Cirebon. Sudah terbangun kesadaran kolektif untuk mengakui tentang ketergantungan manusia pada alam sehingga kita tak bisa mengabaikan lingkungan dengan sewenang-wenang.

Kolaborasi dan duplikasi

Penghargaan sebagai KBA Terbaik Nasional dari Astra | Dok. pribadi

Persatuan antarumat beragama di RW 08 ini jelas telah melahirkan energi kolaborasi dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan secara mandiri. Tak heran jika juri dan para dan panelis KBA 2017 menobatkan Merbabu Asih sebagai Kampung Berseri Astra Terbaik Pertama—menyisihkan 5 finalis lain se-Indonesia.

Penghargaan itu pun membuka kesempatan bagi pihak luar untuk menimba rahasia pengelolaan lingkungan berbasis toleransi. Tak kurang-kurang warga perumahan dari kota lain, komunitas, unsur pemerintah, mahasiswa, hingga akademisi pernah ‘ngangsuh kawruh’ di tempat yang asri ini. Bahkan pernah seorang tentor asal Indramayu dan Kuningan belajar di KBA Larangan lalu kota mereka diganjar Adipura sementara Cirebon tidak. Agus mengaku senang dan selalu berharap agar para tamu bisa menerapkan konsep lebih baik di daerah asal mereka.

Apresiasi juga datang dari mancanegara. Tercatat tamu-tamu asing dari Malaysia, Australia, Burma, Amerika, Kanada, Inggris, dan Swedia pernah berkunjung dan mengungkapkan ketertarikan mereka terhadap konsep ProkLim sederhana yang berhasil diterapkan di wilayah Merbabu Asih.

Taman Astra melambangkan optimisme dan keberlanjutan. | Dok. pri

PT Astra International, Tbk memang tak salah pilih dengan menggelontorkan dukungan bagi Kampung ramah lingkungan ini. Dari Agus dan warganya kita belajar bahwa kepedulian lingkungan telah menjadi energi kolektif untuk merekatkan persatuan antarpemeluk agama yang berbeda tanapa ada gesekan berarti. Lingkungan akhirnya lestari berkat toleransi.

Hubungan antarwarga akhirnya semakin kokoh sebab ditopang oleh kemampuan berdikari soal pangan dan pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, mereka bergerak sesuai kearifan lokal. Dampaknya kian besar saat mendapat dukungan korporat seperti Astra.

Sebagai sebuah kampung yang ramah lingkungan, KBA di Kelurahan Larangan Cirebon ini setidaknya patut dijadikan sebagai model untuk diduplikasi di daerah-daerah lain di Indonesia tentang pengelolaan lingkungan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan kesehatan warga setempat dengan dukungan ketahanan pangan yang diolah secara mandiri di atas toleransi atau keberagaman.

Tinggalkan jejak