Beberapa hari lalu seseorang mengunggah status di akun Facebook-nya tentang dua sahabatnya yang baru saja berpulang akibat diabetes. Dua kawan itu baru beberapa tahun mengidap kencing manis sementara si penulis status itu sudah hidup bersama diabetes selama 13 tahun.
Namun soal ajal, tak seorang pun paham. Yang sakit berkepanjangan, jangan GR antrean sudah dekat. Yang sehat bugar, jangan GR antrean masih jauh. Begitu imbuh si penulis. Soal maut memang rahasia, maka kita harus waspada.

Di zaman serbadigital seperti sekarang, soal ke-GR-an seolah menemukan habitat yang kondusif. Kita dengan mudah tergoda untuk merasa baper, GR, atau bahkan terancam lantaran membaca sebuah status di media sosial.
Sebagai contoh, seorang teman kita menulis status tentang kedongkolannya terhadap perilaku seseorang di akun FB-nya. Lantaran namanya tidak disebutkan, kita lantas terpancing untuk tersinggung padahal orang yang dimaksud adalah tetangganya. Di kesempatan lain, teman FB kita mengunggah beberapa baris kalimat yang menohok, dan seketika itu pula kita rongseng dan bersungut padahal status itu berasal dari lagu atau kutipan sebagai pengingat bagi si pengunggah status sendiri.
Makna Ideasional
Hindari bersikap GR seolah semua ungkapan dan kalimat tertuju pada kita, tentang kita. Sifat terburu-buru GR membuat hidup menjadi susah lantaran kita mudah baper dan berpikir tidak jernih. Bukan hanya kita orang di semesta digital ini. Pun bukan hanya kita yang paham bahasa pengunggah status.
Saya teringat pada kejadian tahun lalu saat hendak membesuk seorang kawan yang baru saja mengalami kecelakaan. Di halaman rumah sakit, tak jauh dari tempat saya berdiri, ada seorang pria yang tengah sibuk bercakap-cakap lewat ponsel dengan lawan bicaranya.
Sebagai penjual amatir, saya pun kepo, lalu sesekali mendengarkan kata-kata dalam percakapannya. Dia menyebut harga, pemasangan, dan janji bertemu yang hingga akhir perbincangan tak bisa saya simpulkan apa barang yang dijualnya.
Dalam bahasa ada istilah yang disebut makna ideasional. Yaitu makna yang hanya dikuasai oleh orang-orang yang terlibat dalam perbincangan. Kendati saya mengerti bahasa yang dipakai orang tadi, yakni bahasa Indonesia, nyatanya saya gagal memahami maksudnya. Inilah yang disebut makna ideasional.
Sering bukan BBC Mania mendengar percakapan dua orang atau sekelompok orang di tempat umum tetapi tak tahu maksud atau tema pembicaraan? Meski bahasa yang dipakai kita kuasai, kita hanya sibuk menduga-duga sebab konteks tidak kita kuasai.
Demikian juga dalam menanggapi status di media sosial apa pun, jangan biarkan diri kita mudah terseret arus baper sehingga kita jadi galau lantaran merasa diomongin atau dinyinyirin. Kita tak pernah tahu apa maksud mereka dan sebaiknya tak perlu repot menebaknya karena tidak produktif.
Tak hanya GR soal status orang, jangan pula GR dengan status kita. Maksud saya status kita di mata Tuhan. Boleh jadi kita rajin bebribadah dan mengaji, juga beramal, lalu tergoda untuk GR dengan merasa lebih baik dan lebih mulia dibandingkan orang lain. Kita mungkin merasa tampan atau cantik, pintar, kaya, dan terkenal, serta disukai banyak orang–tapi jangan gegabah merasa diri kita suci dan pasti disayang Tuhan.
Merasa lebih ini dan lebih itu, lantas cenderung meremehkan orang lain dan mengunggulkan diri sendiri. Ingat, percaya diri dan arogan itu beda. Jadi jangan GR, jangan baper, itu pesan saya untuk diri sendiri. Selamat berakhir pekan, BBC Mania!
Gambar diambil dari The Edge Enterprise Network
Betul sekali.
LikeLike
Semoga bisa belajar.
LikeLiked by 1 person