Pesona Petungkriyono: Dari Surga Air Terjun Hingga Kopi yang Harum

“MENJADI BUMI LEGENDA Batik Nusantara,” begitu ujar Bupati Pekalongan Asip Kholbihi saat memberikan sambutan resmi soal target branding Pekalongan ke depan. Sejumlah batik pesisir Nusantara, mulai Sumatera hingga batik Papua memang mendapat dukungan baik pelatihan ataupun bahan kain dari Pekalongan. Selain memperkuat branding batik, program Amazing Petung National Explore (APNE) 2017 yang malam itu dibuka dimaksudkan untuk memperkenalkan kepada publik bahwa Pekalongan punya sihir wisata yang lain.

Petungkriyono disebut-sebut sebagai satu-satunya hutan alami yang masih tersisa di Jawa dan dijuluki ‘paru-paru Jawa’. Menurut Asip, Petungkriyono dibangun sejak Dinasti Syailendra dan berkembang hingga Pekalongan Kuno. Tak mengherankan jika di dalamnya terdapat banyak situs budaya yang sekarang sedang diamati oleh para peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri.

“Di Curug Lawe terdapat pohon yang menarik. Konon bila kulitnya sengaja dikelupas, niscaya orang yang melukainya akan ikut terluka. Dan luka itu baru sembuh jika kulit pohon sudah mengering.” Bupati memberi contoh kisah sedikit ‘magis’ di kawasan Air Terjun Lawe yang juga menawarkan suasana perkemahan yang menenangkan.

Selepas mandi dan sarapan pagi, Sabtu 5 Agustus, para peserta APNE langsung berangkat menuju Pendopo Kajen pukul 07.30. Dua bus wisata membawa kami dan tiba pukul 08.45. Setelah jamuan makan pagi, Bupati melepas kami pukul 09.30 dengan berpesan agar mengabarkan kepada Indonesia dan dunia bahwa Pekalongan punya potensi alam yang mencengangkan.

diri

Kami menyambut pesannya dengan gembira, apalagi ketika panitia kemudian membagikan syal batik unik untuk dikenakan selama petualangan berlangsung. Oiya, sesaat setelah tiba di halaman pendopo, kami tak lupa meluncur ke titik-titik yang Instagrammable. Ikon yang paling laris dan wajib disambangi sebagai ajang selfie adalah gunungan superbesar yang berada tepat di seberang pendopo.

anggun paris 2

Pukul 10.45 kami tiba di Terminal Doro. Ada 10 Anggun Paris yang siap membawa kami menuju kawasan hutan. Anggun Paris merupakan singkatan Angkutan Gunung Pariwisata, pickup yang dimodifikasi sebagai angkutan penumpang untuk melewati jalur pegunungan yang berkelok dan curam. Untuk mengintip jalanan di Petung, juga acara APNE secara umum, Anda bisa menonton video berikut. Jangan lupa subscribe yak!

Selama di Petung saya hanya bisa larut dalam pesona alami hutan dan menyatu dengan liukan pohon bambu dan sengon, cabai-cabai merah gendut menggantung, tomat-tomat matang, hingga pohon kopi yang sesekali menyeruak di sisi jalan. Pesona itu harus kami bayar dengan perjalanan 1,5 jam melewati jalanan berlubang dan naik-turun sejauh 30 kilometer—dengan sisi-sisi jurang yang jaraknya hanya sekitar 1 meter dari mobil.

Tiba di Gerbang Petungkriyono, kami disambut segelas kopi khas Petung. Sambil menyesap kopi itu, kami dihibur tarian selamat datang oleh dua penari setempat. Para fotografer, pilot drone, dan bloger maupun jurnalis tak menyia-nyiakan kesempatan ini.penunjuk arah

Perjalanan berlanjut ke spot berikutnya yakni Curug Sibedug. Lokasinya paling mudah dijangkau karena terletak tepat di pinggir jalan. Menurut guide yang memandu, Sibedug berasal dari bunyi bedug yang terdengar di malam hari pada zaman dahulu di lokasi ini. Curug setinggi 20 meter ini memiliki dua curah air terjun bahkan mencapai tiga saat musim hujan.

hormat

Yang menarik di sini adalah dipasangnya beberapa tiang bendera merah putih di jalan setapak menuju air terjun, yang segera menjadi titik berfoto. Sangat relevan dengan perayaan kemerdekaan yang kita helat setiap bulan Agustus.

sungat sipingit

Setelah lanjut, kami lalu berhenti di Jembatan Sipingit. Sawah-sawah hijau bak hamparan permadani tebal berpola terasering itu menghipnotis para pendatang. Saya memilih berjalan menuju sungai dengan batu-batuan besar dan air sangat jernih. Perjuangan mencapai sungai itu lumayan juga, tapi terbayar kesegaran airnya. Membasuh muka dengan air pegunungan, wow! Saat mendongak ke atas nun di sana terlihat Jembatan Sipingit yang eksotik, sementara di sisi kanan biru langit tampak cerah, mempertegas hijau sawah-sawah dan aneka tumbuhan.sipingit

Kami bergerak lagi. Jalan semakin berliku. Pukul 13.00 kami tiba di Welo Asri, salah satu tempat paling menantang, sekaligus sangat menarik. Banyak titik selfie yang pamerable di Instagram seperti sepasang sendal raksasa, jembatan cinta, dan rumah pohon. Tempat terakhir ini cukup sulit dijangkau. Hanya yang niat dan berstamina kuat yang bisa mencapainya. Dari musola kita harus menuruni lereng kecil menuju sendal raksasa, lalu turun lagi menyusuri sungai-sungai licin, jalan terus hingga menemukan pohon raksasa yang siap dipanjat. Bila tak berhati-hati, bisa-bisa Anda tercebur ke dalam sungai seperti salah satu peserta berikut ini.

kecebur

welo

sendal

Sungai Welo ini cocok sekali buat pengunjung yang doyan tantangan seperti river tubing dan river trekking dengan mengarungi track sejauh 2-3 km. Selama 3-4 jam dalam arus Sungai Welo yang jernih, siapkan diri Agan-agan untuk menguji adrenalin lewat jeram-jeram yang bikin ketagihan. Bagaimana dengan biaya atau sewa alat? Cek infonya pada gambar berikut.

harga sewa

Waktu merambat cepat. Jam 14.30 kami meluncur ke air terjun berikutnya, yaitu Curug Bajing. Begitu tiba, kami bergegas menuju beberapa spot keren untuk berswafoto atau rame-rame dan dijamin bikin iri. Ada sayap kupu-kupu raksasa tak jauh dari gigir tebing. Indah deh! Bergerak ke kiri sebelum tiba di air terjun, kita bisa naik ke atas pohon menggunakan tangga buatan dan berswafoto dengan latar belakang deretan gunung disaput kabut seolah-olah kita berada di atas awan.

awan

curug bajing

Dibanding Curug Lawe atau Welo, air terjun di Curug Bajing relatif lebih mudah dicapai. Sebelum sampai di air terjun, kita bakal dimanjakan dengan dua spot lain yaitu ikon love dan blok tulisan Curug Bajing dengan curahan air indah yang deras sebagai latar belakang. Menurut penuturan pemandu, air terjun setinggi 75 meter ini awalnya menjadi sarang para pencuri atau bajingan yang kerap mencuri hasil panen milik warga lalu bersembunyi di sana. Itulah sebab munculnya nama Curug Bajing, bukan lantaran dihuni oleh kawanan tupai.

Harum kopi memanggilku

Selesai menjelajah keindahan Curug Bajing, aku putuskan kembali ke parkiran. Senang sekali saat hendak naik ke Anggun Paris, aku melihat sekelompok remaja menjajakan kopi khas Petung di atas meja kecil. Saya tak menyiakan peluang ini. Kubeli satu kemasan berlabel Kopi Wello seharga 20.000 rupiah berjenis Arabika. Sedap pun terbayang.

payung curug lawe
Di Curug Lawe

Mendekati pukul 5 kami memasuki area Curug Lawe, spot terakhir dalam APNE 2017. Rasa lelah sedikit pupus oleh sambutan musik dan tarian modern remaja setempat. Panitia lantas mengarahkan peserta yang datang untuk menuju warung makan. Ada nasi beras hitam, nasi jagung, ikan asin, tempe goreng, ayam goreng, urap dan telur balado yang menggoda. “Ada kacang rebus juga loh, Mas!” ujar sallah satu peserta penuh semangat, mungkin dengan harapan saya berkenan mengambil dan berbagi dengannya. Haha ….

makan
Yummy!

Tapi makan bisa nanti-nanti. Aku lebih terpikat menuju kerumunan di pojok kanan panggung. Ternyata ada penjual kopi khas Petung lain. Kali ini dengan mengusung label owa Jawa, tepat seperti yang kucari-cari. Meski menyandang nama owa, kopi ini tidak berhubungan langsung dengan pencernaan owa—jauh berbeda dari kopi luwak. Disebut Owa Coffee atau kopi owa karena terinspirasi oleh kerja konservasi owa Jawa di Hutan Sokokembang yang bertujuan mendukung kegiatan penelitian dan pelestarian primata di Jawa Tengah.

Menurut Pak Tasuri, penggiat dan petani kopi setempat, dahulu warga lokal suka memburu owa sehingga populasinya menurun. Warga lantas diajak merawat dan mengolah kopi liar secara tradisional. Disebut tradisional karena perawatannya dikerjakan nyaris tanpa rekayasa layaknya perkebunan besar. “Tanpa pupuk dan paling sesekali menyiangi kopinya,” ujar Bu Tasuri. “Ya tumbuhnya liar, semuanya bergantung alam, berbeda dengan perkebunan yang mapan. Panen setahun sekali,” ujarnya lebih lanjut.

kopi petung

Petualangan sehari di Hutan Petungkriyono begitu mengesankan. Nah, mumpung weekend panjang, pack your stuff and leave, guys! Nikmati indahnya Bumi Indonesia yang selalu mengundang decak kagum setiap pandangan mata. Merdekakan dirimu dengan jalan-jalan menjelajah Nusantara sebagai sumber inspirasi. Siap berpetualang?

Advertisement

8 Comments

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s