Jangan Ragu Membantu Orang yang Kesulitan dalam dua Hal Ini

Seorang sahabat mengontakku melalui WhatsApp suatu malam. Dengan segan ia mengungkapkan niatnya untuk meminjam uang. Aku memahami kondisinya yang dirundung kemalangan. Uang dari tugas menulis atau lomba tak kunjung cair untuk bisa dimanfaatkan.

Tak bisa beli beras

Yang membuatku semakin miris adalah foto yang ia kirimkan lewat chat malam itu. Sebuah wadah plastik apkir berisi beberapa lembar gorengan tipis yang tak lain adalah terigu yang diberi gula. Sudah beberapa hari mereka sekeluarga tak makan nasi karena tak ada sepeser pun buat beli beras. Sang ayah entah ke mana meninggalkan teman ini dan ibunya. Mbrebes mili, netes eluh ning pipiku.

Berilah kalau kita ada.

Sungguh kami pernah berada di titik itu. Pernah kesulitan makan sebagaimana saya ceritakan di blogpost berjudul Bloger Jangan Minder; Ini 9 Karakter yang Bikin Bangga Jadi Bloger. Maka saya pun segera meminta izin kepada Bunda Xi agar kami bisa membagikan uang tersisa yang sebetulnya juga minim karena kami tengah menanti pencairan fee beberapa job. Saya segera meluncur ke ATM terdekat dan mengirimkan sesuai kemampuan kami.

Ia tak hentinya berterima kasih meskipun hanya secuil yang kami kirimkan, yang belakangan ia kembalikan sebagai pinjaman. Sehari berselang, saya mendapat email content placement di blog. Uniknya, fee langsung dibayar seketika. Saya pun bisa membagikan separuhnya dengan sahabat tadi melalui transfer di ATM. Kami senang, dia senang.

HP baru, alahamdulillah!

Sekitar seminggu kemudian, Allah memberi kami sebuah ponsel Samsung baru dari Indosat. Alhamdulillah, sungguh bersyukur kami penuh kegembiraan. Kami tak berani menyimpulkan itu akibat uang yang kami pinjamkan, tetapi jelas kami sangat terbantu berkat hadiah lomba itu. CP dengan fee langsung dan HP baru, siapa tak mau?

Perihal kenapa kita tak perlu segan atau menunda membantu orang yang lapar, saya telah tuliskan dalam posting berjudul Mengapa Berbagi Nasi? yang terus diserbu spam hingga kini. Walau hanya sekepal nasi dan seiris tempe, jangan ragu mengulurkannya. Meski hanya sepotong singkong dan seteguk air, bagilah apa yang kita punya.

Kebelet poop

Kebelet poop atau kebelet buang air besar juga hajat yang mendesak, apalagi saat perut seseorang dilanda keriuhan. Bantulah mereka yang berhajat dalam dua hal itu tanpa berpikir panjang lagi. Kelegaan mereka adalah keberkahan buat kita, semoga.

8 Comments

  1. Hiks, jadi inget jaman masih di Jogja, sempat beberapa kali nggak bisa makan nasi karena keuangan terbatas. Diakali dengan makan jagung, dengan alasan lebih praktis dan ekonomis. Kali lain makan rambutan sekilo, yang mana belinya yang udah pretelan dan diobral murah, tambahan lagi penjualnya teman satu kos.

    Puncaknya di akhir 2006 sampai medio 2017, di mana aku cuma makan mi instan dicampur daun ubi rebus (yang dipetik dari halaman kos) tiap hari. Beberapa kali malah cuma teh buat ganjal perut. Bobot badan dari 75-an kg susut jadi 50-an. Benar-benar periode terberat. Untungnya masih single. Dan ini juga yang bikin aku nggak tega tiap kali baca/lihat orang nggak bisa makan begini.

    Terus berbagi, Mas.

    Like

  2. Judulnya semacam nasehat namun tak ada kesan menggurui…
    Ini memang yang selayaknya dilakukan dalam kehidupan sosial kita yang tidak lepas dari saling ketergantungan.
    Terima kasih Mas sudah mengingatkan akan hal sederhana ini namun terkadang sering berat melakukannya.

    Salam dari saya di Sukabumi,

    Like

Tinggalkan jejak