Harum Vanili yang Mengangkat Harkat Petani

KETIKA MENYEBUT Manggarai Barat, mungkin tak banyak yang tahu bahwa di kabupaten ini terletak Labuan Bajo yang sangat terkenal. Berada di Kecamatan Komodo, Labuan Bajo merupakan desa nelayan yang memukau, menjadi surga snorkeling dan diving bagi wisatawan,  juga trekking di perbukitan dan menginap di kapal pinisi (live-on-board). Keindahan bentang alamnya tak ayal membuat siapa pun berdecak kagum pada sepercik surga di Manggarai Barat, NTT ini.

Selain pesona alam, Manggarai Barat ternyata memiliki keunggulan lain dari sektor pertanian dan perkebunan. Bukan hanya beras, kawasan ini juga kaya dengan hasil bumi yang lain antara lain kopi, kelapa, kakao, jambu mete, lada, dan vanili.

Pohon vanili yang mengangkat harkat petani di Manggarai Barat | Foto: kliklabuanbajo.id

Vanili, Harumnya Bernilai Tinggi

Belakangan, vanili kian naik daun sebagai tanaman pendongkrak ekonomi petani di wilayah tersebut. Tak heran jika vanili dijuluki sebagai emas hijau sebab harga jualnya cukup tinggi mencapai Rp1,2 juta per kilogram untuk komoditas kualitas ekspor.

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2020, luas areal perkebunan vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 2.404 hektar. Capaian ini menjadikan NTT sebagai salah satu provinsi penghasil vanili utama di Indonesia, bersama 9 daerah lainnya.

Salah satu petani yang merasakan manfaat vanili sebagai pendongkrak ekonomi adalah Leonardus Tama. Petani vanili berusia 66 tahun ini tinggal di Desa Loha, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, NTT.

Dengan semangat gotong royong, Tama dan warga Desa Loha membentuk kelompok tani vanili yang bersama-sama mengelola vanili dalam setiap tahap budidaya, mulai dari penyerbukan hingga penjualan.

Kerja keras mereka pun membuahkan hasil karena vanili kering berkualitas tinggi mampu menembus harga jual mencapai Rp1,2 juta per kilogram untuk kualitas terbaik. Sedangkan di pasar lokal Manggarai Barat vanili mentah dihargai berkisar antara Rp250 hingga Rp260 ribu per kilogram yang tentu sangat menjanjikan.

“Setelah panen, awalnya dijemur selama sepekan tapi cuma dari pagi ke siang. Keringnya didapat dengan diangin-angin selama sebulan. Sudah kering jika terlihat kulitnya berminyak,” kata Tama. 

Butuh Kerja Keras

Tingginya harga vanili itu pada 2023 lalu jelas membesarkan harapan petani untuk kembali merawat dan bahkan membuka ladang baru untuk ditanami vanili. 

Tama menuturkan bahwa petani harus mau membantu proses polinasi agar serbuk sari bisa bertemu putik bunga. Suatu pagi di penghujung Agustus 2023 ia memperagakan kelincahan tangannya di antara rerimbun daun-daun vanili yang pokoknya mencapai ketinggian hampir dua meter.

Leonardus Tama cekatan membantu polinasi pada tanaman vanili. | Foto: Himawan L. Nugraha/bisnis.com

Kuntum bunga vanili yang mungil sudah berada di antara jemarinya. Dengan gerakan yang terlatih, Tama menusukkan alat bantu penyerbukan ke bagian mahkota bunga untuk membantu penyerbukan.

Tama mengingatkan bahwa proses penyerbukan dengan bantuan manusia harus dilakukan sepenuh hati, sebab jika tidak maka akan gagal. Putik terjatuh dan vanili bisa gagal dipanen karena tidak berbuah.

“Vanili hanya dipanen sekali setahun,” ujarnya singkat.

Maka ketika datang musim bunga, itu pertanda dimulainya tugas penting petani setempat, yaitu melakukan polinasi pada bunga vanili. Ini karena vanili tidak bisa membuahi dirinya sendiri sehingga manusia harus berperan aktif dalam proses perkawinannya demi menghasilkan buah yang banyak.

Menjadi petani vanili, menurut Tama, tidaklah gampang sebab membutuhkan stamina bertani yang unggul. Kesabaran diuji setelah vanili ditanam di kebun karena petani harus menanti panen periode pertama selama 2-3 tahun. Belum lagi proses penyemaian bibit menggunakan setek dan penyiapan tanaman pelindung yang juga butuh kinerja ekstra.

Semangat Berkelanjutan

Sebagai tanaman pelindung di kebun vanilinya, Tama memilih kopi kendati ada pula tanaman lainnya. Pola tumpangsari dengan kopi ini menjadi cara jitu untuk memaksimalkan lahan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Perpaduan ini juga merupakan upaya pelestraian keanekaragaman hayati yang mudah.

Yang tak kalah penting, praktik pertanian regeneratif seperti tumpangsari sangat mendukung semangat hidup berkelanjutan sebab satu lahan bisa menawarkan produktivitas berupa dua komoditas yang sama-sama menguntungkan. Dengan cara ini petani tak perlu melakukan ekspansi atau merambah ke lahan lain, melainkan cukup dengan intensifikasi yang ramah lingkungan.

Semangat petani vanili memang patut diacungi jempol. Penantian panjang sampai emas hijau ini siap dipanen harus diisi dengan kerja keras petani demi mencapai buah yang produktif. Singkat kata, keuletan dan kegigihan petani setiap pagi dalam membantu proses polinasi turut menentukan berhasil tidaknya buah vanili yang akan membuncahkan harapan. 

Vanili sebagai komoditas bernilai tinggi | Foto: kemenkeu

Kisah perjuangan juga dituturkan oleh Matius, petani lain dari Manggarai Barat. Memiliki ribuan tanaman vanili menuntut kerja keras seluruh anggota keluarganya. Mereka dikerahkan untuk membantu penyerbukan bunga pada waktu yang tepat. Jika berhasil, bunga akan berkembang menjadi polong dan siap dipanen setelah delapan bulan. Setelah itu, vanili bisa dipanen sekali dalam setahun dengan catatan pohonnya sehat. 

Ditanya tentang kendala, masih menurut Matius, tantangan dalam budidaya vanili salah satunya adalah cuaca yang tidak lagi sama dibanding semasa dia dulu muda. Hal ini menyebabkan tanaman vanili yang diolah konvensional oleh petani memiliki daya tahan yang lebih lemah. Akibatnya, vanili hanya dapat dipanen dua hingga tiga kali setelah panen pertama. Setelah itu biasanya hasil panen menurun atau tak lagi maksimal. 

Tentang harga jual, vanili kering tidak semuanya berada di angka satu juta rupiah lebih. Itu untuk produk dengan kualitas super, sedangkan grade di bawahnya bisa dihargai lebih rendah sesuai mutu. 

“Kalau dijual basah Rp100.000 per kilogram, tengkulak ambil semua tanpa grade,” ujar Matius. 

Vanili Angkat Harkat Petani

Mengingat potensi ekonomi yang menjanjikan dari komoditas vanili di Desa Loha, maka Lembaga Pengembang Bisnis (LPB) Manggarai Barat berkomitmen untuk mengoptimalkan pengembangannya. LPB menyadari bahwa budidaya vanili memerlukan perhatian khusus dan dukungan yang memadai.

Menurut Yunita Nursan Hasanah Loilatu, pendamping LPB Manggarai Barat, tujuan pendampingan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Loha melalui optimalisasi potensi komoditas vanili. Komitmen LPB terlihat dari berbagai pelatihan teknis dan manajemen pascapanen yang telah digelar bagi petani vanili di Loha.

Senyum para petani vanili, bisa mandiri secara ekonomi | Foto: viva.co.id

Pelatihan yang komprehensif meliputi manajemen budidaya vanili, mulai dari penentuan jarak tanam yang optimal, pemberian pupuk yang sesuai, hingga teknik pemangkasan (pruning) untuk meningkatkan produktivitas. LPB juga memberikan pendampingan dalam pengendalian hama dan penyakit, khususnya penyakit busuk batang.

Spirit Kolaborasi

Sebagai kepanjangan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YBDA), LPB juga aktif mempromosikan vanili dari Desa Loha ke pasar yang lebih luas, salah satunya menjadikan vanili lokal sebagai oleh-oleh resmi pada acara internasional seperti KTT G20 dan KTT ASEAN.

Dengan harga jual yang tinggi ini, untuk vanili kering, petani Loha pun memperoleh keuntungan hingga puluhan juta yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, misalnya untuk renovasi rumah dan terutama untuk biaya pendidikan anak-anak. Perputaran uang dari budidaya vanili secara tak langsung mampu menggerakkan ekonomi desa.

Ketua Yayasan Dharma Bhakti Astra, Sigit Kumala, meyakini bahwa pengembangan kawasan super prioritas di Manggarai Barat, khususnya Labuan Bajo, akan mampu membuka peluang ekonomi baru bagi para petani sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Vanili bisa menjadi komoditas bernilai tinggi asalkan digarap dengan serius dari hulu ke hilir.

Vanili yang angkat harkat petani | Foto: viva.co.id

Kesuksan vanili si emas hijau dalam mengangkat harkat petani di Manggarai Barat bukan hanya perlambang semangat dan optimisme, tetapi juga menggambarkan kerja keras berbagai pihak, terutama petani, dalam memanfaatkan potensi lokal untuk sejahtera tanpa desa harus berubah menjadi kota.

Tumpangsari vanili dengan kopi menunjukkan bahwa hidup harus dijalani dengan kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi atau pretensi. Sebagaimana kesabaran petani merawat dan menunggu masa panen vanili, begitulah hidup yang mesti kita rayakan dengan antusiasme dan harapan. Karena keberhasilan adalah milik mereka yang tidak berpangku tangan dengan segudang keluhan.

Tinggalkan jejak