Tak menyangka kehilangan seorang sahabat bisa begini perih dan menyisakan ruang hampa. Teman semasa SMP dan SMA belum lama ini berpulang di luar dugaan. Memang dia punya riwayat hipertensi, tapi kepergiannya sungguh tak terprediksi, dalam waktu yang begitu gegas seolah tanpa alarm emergensi.
Namanya Nur Kholis, kami seangkatan biasa memanggilkan Kholis. Saya mengenalnya sejak kami duduk di bangku SMP, lebih tepatnya MTsN Babat, Lamongan.
Persahabatan kami dimulai sejak kelas 1 ketika kami mesti masuk siang lantaran keterbatasan ruangan kelas. Pelajaran dimulai selepas Zuhur dan berakhir sebelum Magrib. Karena sama-sama tinggal di satu kecamatan, desa pun berdampingan, maka kami sering pulang dan pergi bersama.
Mitsubishi Colt dan koran sore
Kami biasa menumpang Mitsubishi Colt atau Suzuki Carry setiap hari. Sebenarnya naik bus lebih praktis dan cepat, tapi kami sering dihalau kondektur sebab dianggap anak-anak yang bayar tak penuh dan itu mungkin merugikan PO.
Yang lebih mengesankan tentu saja nunut alias menumpang truk atau pikap kosong saat pulang. Biasanya sebab ada kegiatan tambahan dan Colt sudah tidak beroperasi. Mencegat truk atau pickup jadi solusi mudah dan murah.
Karena ongkos bisa dihemat, maka uang itu bisa kami belikan koran pagi di sore hari. Harganya jauh lebih murah karena dianggap bekas. Dari situlah gairah membaca kami tumbuh. Truk atau pikap biasanya menurunkan kami di pertigaan Sukodadi tak jauh dari kampus Unisda.
Pribadi multitalenta
Sejak SMP Kholis kukenal sebagai pribadi yang multibakat. Secara akademis dia memang tak menonjol, tapi dalam organisasi dia punya jiwa leadership yang kuat. Bisa jadi karena didikan ortunya dalam spirit Muhammadiyah yang solid.
Dia juga gemar membaca dan punya kemampuan public spaking yang mumpuni. Tak heran jika kemudian dia terpilih sebagai ketua OSIS saat kami duduk di kelas 2 SMP.
Selain itu, dia juga piawai memainkan alat musik, juga pandai bernyanyi dengan suara merdu. Belum lagi gaya humoris atau kejenakaan yang membuatnya sebagai pribadi menyenangkan dalam segala situasi.
Menurutku, dia punya kepribadian yang kuat dan pembawaan yang tenang. Idealisme tertancap sebagai value yang tak goyah oleh pengaruh orang atau arus kebanyakan.
Itu bisa kusimpulkan dari persahabatan kami selama lebih dari 20 tahun. Baik semasa SMP maupun SMA, kami bergiat di OSIS. Saat SMP, saya pengin betul bisa sekelas dengannya, tapi baru kesampaian begitu kami duduk di bangku kelas 2 SMA.
Ujian dan pinggir bengawan
Ada dua teman lain semasa SMP yang juga bersinggungan dengan kami. Pertama Ihsan, yang selama SMP selalu sekelas dengan Kholis. Kami cukup dekat sebab sering jajan bareng saat istirahat, juga bergiat dalam pramuka di mana Kholis juga cukup unggul sampai pernah dikirim mewakili sekolah ke Jambore di Cibubur Jakarta.
Menjelang ujian akhir, EBTA namanya saat itu, saya dan kholis sepakat untuk menginap di rumah Ihsan yang terbilang paling dekat dengan sekolah. Menginap di rumah Ihsan bukan cuma bisa menghemat waktu dan ongkos transport, tapi juga menjaga pikiran agar tetap fokus pada ujian.
Jadilah kami datang ke rumah Ihsan dengan membawa beras selama kurang lebih 3-4 hari selama ujian akhir sekolah. Saya dan Kholis disambut dan dijamu dengan ramah dan sangat baik. Keluarga Ihsan memang sebaik itu, sama seperti namanya احسان.
Makan, mandi, tidur, kami merasa seolah berada di rumah sendiri. Aku ingat, sepulang dari rumah ini, aku menuliskan beberapa puisi tentang kesan selama tinggal bersama keluarga Ihsan. Sayang sekali, buku agenda (hadiah dari guru MTsN) raib entah ke mana sehingga tak bisa lagi kubaca puisi-puisi itu.
Setiap hari Ihsan menggenjot sepeda Federal dan aku bergilir membonceng Kholis di atas sepeda onta milik ortu Ihsan. Lumayan jauh sebenarnya, karena rumahnya dekat dengan Bengawan Solo; tapi jujur sangat menyenangkan bagi kami.
Menginap selama ujian di rumah Ihsan terbukti ampuh. Hasil EBTA kami terbilang bagus. Belajar bersama setiap malam, dan kami tak perlu ulang-alik dari rumah ke sekolah dengan menumpang Colt atau bus yang bakal melelahkan.
Jurnalis, Sasa, dan Batik Bangsawan
Di kemudian hari kami berempat ‘bertemu’ lagi, saat sudah berkeluarga. Berempat maksudnya saya, Kholis, Ihya, dan Ihsan. Kami berkomunikasi lagi setelah puluhan tahun terpisah jarak dan waktu. Kholis yg lulus sebagai SH dari UNIBRAW Malang akhirnya enjoy dan sukses sebagai pengusaha batik yang sangat unik. Saya dan Ihya beruntung pernah main ke workshop dan rumahnya.

Ihya adalah teman kami sesama SMP yang sempat menjadi jurnalis di sebuah jaringan media nasional dan kini banting setir sebagai pengusaha Event Organizer (EO). Ihya tinggal di Surabaya, sedangkan Ihsan bermukim di Probolinggo di perusahaan Sasa.
Sewaktu SMP, saya dan Ihya terhubung dengan Kholis karena suatu acara. Pada malam resepsi Agutusan, Kholis yang menjadi panitia 17-an mengundang kami berdua untuk menjadi qori dalam pembukaan acara. Kebetulan Ihya dan saya sama-sama suka qiroah dan kerap bertanding dalam musabaqah sebagai peserta.
Kholis belum sekali pun bertemu Ihsan, berbeda dengan Ihya dan saya yang sudah ketemu dua kali. Kesempatan pertama saat kami singgah di rumah dan sanggarnya, dan kesempatan kedua adalah saat kami bertiga berkunjung ke rumah Pak Rahardjo–guru teater dan musik semasa SMA.
Batik dengan banyak penghargaan
Batik Bangsawan yang dipilih Kholis sebagai jenama (brand) sudah berkali-kali dibanjiri penghargaan, baik skala provinsi maupun nasional. Bahkan Bu Khofifah dan Bu Arumi sudah hafal dengannya.
Selain nama yang eksklusif, Batik Bangsawan sangat unik sebab Kholis hanya membuat satu desain saja untuk setiap pesanan sehingga sangat istimewa. Dijual dengan seharga Rp500 ribu sampai 2 juta rupiah per lembar, kesuksesan ekonomi tentunya ia dapatkan. Apresiasi atas karyanya melengkapi bahwa batiknya memang memukau.
Hal menarik lain dari Batik Bangsawan adalah bahwa desain batik rancangan Kholis selalu fresh dengan corak yang fkebanyakan berakar pada kearifan lokal. Suatu kali dia mendesain corak tentang aneka penjual makanan keliling menggunakan gerobak.
Filosofi Jawa juga sangat kental mewarnai karya-karyanya. Sebut saja Suluk Lontar Surowiti. Menurut Kholis, corak Batik Bangsawan ini terinspirasi dari filosofi Jawa yang sangat populer. Adapun lontar (Borassus flabellifer) merupakan pohon yang daunnya dapat ditulisi, sebagaimana digunakan pada masa lalu.

Surowiti adalah nama sebuah desa yang terletak di pesisir utara Gresik. Terletak di perbukitan, desa ini juga telah menjadi bagian dari sejarah panjang Tanah Jawa. Di sinilah jejak Brandal Lokajaya dapat ditemukan.
Ia anak seorang bangsawan Tuban yang hidup sebagai berandalan dan kemudian menjadi sosok yang sangat berpengaruh. Beliau tak lain adalah Sunan (Susuhanan) Kalijaga yang mempunyai tempat istimewa di hati masyarakat Jawa.
Pola batik Suluk Lontar Surowiti mengabadikan ajaran dan gagasan penting Sunan Kalijaga tentang cara hidup orang Jawa (suluk) yang tecermin pada pohon lontar (siwalan) yang mengusung nilai-nilai filosofis nan adiluhung.
Dari pohon lontar kita belajar tentang pentingnya bermanfaat. Tangkai, buah, dan daunnya semua bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Buahnya biasa dikonsumsi untuk meredakan masalah gangguan pencernaan, segar diminum bersama es bersantan. Pelepah dan daunnya juga dimanfaatkan salah satunya oleh warga Pulau Rote sebagai bahan atap tradisional. Adapun orang zaman dulu memanfaatkan daun lontar untuk ditulisi teks dan gambar guna menyampaikan pesan.
Sejauh ini Kholislah yang menjadi mastermind di balik semua desain unik dan memikat sehingga Batik Bangsawan dikenal di mana-mana dengan pamor yang mengagumkan. Kecakapan desain dan orisinalitas ide inilah yang sulit diwariskan kepada desainer lain, termasuk istri atau pegawainya.
Sang pamomong telah pergi
Kholis terus berkarya hingga akhir hayat. Tanpa ada momongan, dia dan istri tak pernah terlihat mengeluh atau menunjukkan kesuntukan. Berkarya, srawung di kampung, membaca, dan terus belajar itulah yang dia lakukan. Dia sayang keluarga, terbukti dengan bekerja di rumah sambil merawat ibu mertua yang bed-rest karena sakit menahun.
Dengan kualifikasi dan kemampuannya, Kholis sebenarnya sangat mampu jadi jaksa, bahkan bupati. Suatu kali, menurut penuturan istrinya, Kholis pernah ikut seleksi jaksa, tetapi tersingkir akibat permainan ordal setelah mengerucut pada tiga kandidat.
Andai masuk partai dan jadi Bupati Gresik pun, ia sungguh pantas dan mampu. Namun, Allah ternyata jauh lebih sayang, tak ingin hidupnya ternodai oleh getah politik atau kesumat duniawi yang memang tidak pernah ia kejar.
Suatu kali dia bilang, usaha di desa ini dimaksudkan untuk melibatkan pemuda lokal agar bekerja tak jauh dari rumah. Gresik punya banyak pabrik, jadi pemuda setempat kerap tergoda jadi buruh saja. Pekerjaan kreatif punya potensi yang baik.
Tak heran jika tamu asing dari luar negeri pun kerap berkunjung ke sanggarnya, salah satunya para pelajar asal Belgia. Akhir bulan Januari ini sebenarnya ada agenda kunjungan dari LN, tapi terpaksa diundur sebab kepergian sang pamomong.
Pamomong, itulah istilah yang ia pilih. Alih-alih pengusaha atau pebisnis batik, Kholis memang lebih suka dipanggil pamomong sanggar. Itulah sebabnya workshop tempat dia dan karyawannya membatik disebut Sangraloka, bukan galeri atau studio batik, misalnya.

Dengan pamor dan kesuksesan ekonomi, Kholis tetap membumi. Idealisme tetap terjaga seperti dulu, tak butuh apresiasi atau validasi orang lain. Dengan kesuksesan ekonomi, dia justru tawadu dan hidup wara‘. Berbeda dengan kawan lain yang ketika sukses justru cenderung melupakan sahabat lama atau mengambil jarak lantaran perbedaan status atau strata.
Benarlah saat istrinya berujar tempo hari,
“Kemelekatan pada dunia sungguh enggak ada.”
Cara berpakaian, bersikap, dan bercakap masih seperti dulu. Hanya saja kini jelas wawasannya telah jauh meningkat–ada akselerasi nilai dan keilmuan yang dialaminya. Berkat pengalaman dan inspirasi bertahun-tahun mengarungi hidup sebegai pekerja seni dan seorang salik.
Semasa sekolah dulu (SMP & SMA) Kholis memang enggak pernah neko-neko. Apa adanya, tanpa manipulasi atau rekayasa, baik dalam hal penampilan maupun kepribadian. Kholis tetap seperti pribadi yang kukenal dulu. Sederhana dan bersahaja, penampilannya biasa tapi wawasannya berkembang luar biasa.
Ya, dia memang seorang salik sejati, seorang pejalan yang menempuh perjalanan batin melalui seni dan kreativitas tanpa tepi. Baginya, kesuksesan berarti pemberdayaan, dengan menebarkan manfaat seperti pohon siwalan yang berbuah sepanjang musim. Seperti namanya, Nur Kholis akan terus bersinar sebagai sosok hamba yang ikhlas menjalani peran–sebagai pribadi, sahabat, suami, menantu dan pegiat kreatif yang inspiratif.
Kulepas kepergianmu, kawan, dengan sepenggal doa tak putus; dengan alfatihah yang akan membasuhmu sebab kau senantiasa tulus….

Ikut berduka, semogaaaa beliau husnul khotimah
LikeLike
Amiin, terima kasih, Kak.
LikeLike
Kehilangan sahabat sejati rasanya spt kehilangan salah satu anggota keluarga. Orang baik memang sering kali dipanggil Allah lebih awal. Cak Kholis mmg orang yg baik hati & sosok yg inspiratif. Insya Allah husnul khatimah. Al-Fatihah utk beliau.
LikeLike
Betul banget, apalagi beliau orang baik, aamiin …
LikeLike
Bagus
LikeLike