Kehebohan penyelenggaraan kopdar akbar Blogger Nusantara di Yogya tak urung membuat hati saya ‘perih’ dan mengiri. Setiap kali membuka halaman facebook, yang terlihat adalah keakraban para narablog yang begitu asyik mengikuti rangkaian #BN2013. Syukurlah kepedihan itu terobati dengan agenda lain yang tak kalah mengasyikkan.
Kira-kira dua pekan sebelum pendaftaran peserta ditutup, saya mendapat undangan untuk mendongeng di depan anak-anak yatim. Ini merupakan undangan kedua dari Yatim Mandiri. Ajakan mendongeng pertama kira-kira setahun silam pascagempa di Desa Pamijahan, di kaki Gunung Salak. Undangan kali ini istimewa karena dongeng harus saya sampaikan di mal. Karena sedang dikejar deadline kerja, maka jujur tak banyak waktu untuk persiapan. Namun saya mengiyakan karena saya menyukai anak-anak.
Tentang mendongeng
Harus saya akui saya tidaklah terlalu terampil, apalagi ahli. Dahulu saat masih mengajar di Semarang, dalam beberapa kesempatan di kelas saya memang harus mendongeng. Namun semuanya berjalan naluriah tanpa banyak ilmu yang saya pelajari. Saya menemukan keasyikan saat mendongeng karena bisa menyalurkan hobi bermain peran. Itu pun peran suka-suka saya sendiri 🙂 Selama di SMA, saya pernah belajar teknik vokal dalam ekskul teater, namun keterampilan menirukan suara aneka binatang atau sejenisnya sungguh jauh api dari panggang. Saya betul-betul menjalankan fungsi story-telling secara harfiah yakni menuturkan cerita secara verbal di depan audiensi, dibumbui dengan sedikit gestur dan mimik cucu muka seram.
Saat menawarkan menjadi relawan di Yatim Mandiri, sejujurnya saya melamar sebagai tim pengajar karena mereka memiliki program pendidikan di luar sekolah. Namun tawaran pertama justru ajakan mendongeng untuk korban gempa. Ya sudah, walaupun amatir, saya penuhi juga undangan tersebut. Kisahnya pernah saya tulis di sini.
Saat masih bekerja di penerbitan buku, saya juga terpaksa mendongeng untuk difoto sebagai gambar pelengkap halaman isi buku. Waktu itu saya mendongeng si sebuah TK tak jauh dari kantor. Karena fotografer tak juga mendapatkan pose atau bidikan yang pas, maka saya harus terus bercerita sampai kehabisan dongeng. Ketika saya pas, justru anak-anak yang kurang cocok difoto. Anak-anak sih asyik saja, sementara saya serak dan lapar karena sudah memasuki jam makan siang. Ihiks 😦
Tak menyangka
Awalnya saya pikir saya akan mendongeng di ruang tertutup seperti acara di mal yang sama setahun yang lalu. Pada Iedul Adha tahun lalu, di mal yang tak jauh dari Kebun Raya Bogor ini, Yatim Mandiri pernah mengadakan acara bertajuk Sensasi Menyantap Sate bersama Anak Yatim di Mall. Kami mendapat satu ruangan khusus yang cukup besar dan tidak terakses oleh pengunjung lain.

Bayangan saya ternyata meleset. Hari Minggu kemarin hati saya dag-dig-dug-duer karena perhelatan Muharram ini mengambil tempat di depan arena bermain anak-anak di lantai 3. Ya, di tempat terbuka, di mana para pengunjung mal bisa leluasa melihat berbagai mata acara yang berlangsung di atas panggung. Termasuk sesi mendongeng yang akan saya hadirkan. Alamak, saya makin grogi. Di depan ratusan anak plus beberapa ibunya dan tatapan nanar pengunjung sungguh aduhai sensasi terornya.
Dokter ramah dan marawis yang bikin nangis
Acara dimulai tepat pukul 13.30 dengan dua sambutan dari kepala cabang Yatim Mandiri Bogor dan perwakilan donatur. Di tengah acara seorang rekan jurnalis tampak memasuki lokasi dengan menenteng cucian kotor kamera. Di beberapa titik juga terlihat wartawan yang meliput acara. Rasanya senang acara ini mendapat perhatian media agar lebih banyak orang menyaksikan keceriaan anak-anak yatim.

Anak-anak sangat antusias begitu tiga orang dokter tampil ke atas panggung untuk memberikan penyuluhan tentang cara hidup sehat. Acara semakin meriah karena ketiga dokter yang ramah dan komunikatif itu menyelipkan kuis berhadiah yang membuat anak-anak sangat bersemangat. Paket hadiah dari sponsor membuat mereka semringah dan tak terlihat lelah.
Setelah itu anak-anak menjalani pemeriksaan kesehatan. Sambil menanti giliran, anak-anak disuguhi alunan nasyid dari tim marawis salah satu panti asuhan. Saya tak menduga mereka yang masih belia begitu terampil menabuh rebana dan kasidah yang sangat menyentuh hati. Musiknya rancak dan kompak. Setelah tim marawis membawakan dua buah album lagu, MC menantang hadirin untuk maju menembangkan salawat. Di luar dugaan, tampillah dua bocah (mungkin kelas 3 SD) yang berani membawakan salawat yang dipopulerkan Ust. Arifin Ilham. Walau tanpa persiapan dan tidak saling mengenal dengan tim marawis, nyatanya mereka harmonis melantunkan nada hingga tuntas. Duo vokalis inilah yg menyedot perhatian pengunjung dan sukses membuat mata istri saya berkaca-kaca. Hiks, hiks. Merinding….

Akhirnya nongol juga
Giliran saya pun tiba. Berada di penghujung acara, saya mendapat jatah 20 menit setelah sebelumnya bernegosiasi dengan MC agar ditambah 5 menit ekstra. Praktis cerita berjalan dengan tempo agak cepat dan saya naik turun panggung seperti blogger kelaparan. 😉 Kali ini saya hanya membawa satu alat peraga yakni mahkota yang saya kenakan di kepala. Walaupun mengusung cerita yang sama dengan dongeng pascagempa tahun lalu, namun sengaja saya minimkan peralatan agar waktu termanfaatkan secara optimal.

Wajah anak-anak lumayan letih, tapi jelas mereka gembira. Saat saya mengangsurkan bingkisan untuk penjawab pertama, teman-temannya langsung berebut ingin mengetahui isi paket. Begitu juga dengan penjawab kedua. Ah, leganya. Oh sungguh senangnya. Kepala yang sejak pukul 2 nyut-nyutan pun berangsur pulih. Agaknya kegembiraan ini bisa mengganti terlewatnya momen Blognus 2013 di Yogyakarta.
Imbalan istimewa
Tepat pukul 5 acara ditutup dengan doa. Sebelum doa dilantunkan, secara simbolis kepala cabang menyampaikan bingkisan dari PT Khong Guan yakni paket berisi produk sponsor. Dari jauh bingkisan terlihat padat berisi dan berat. Mupeng juga sebenarnya saya, hehe. Namun menangkap senyum dan binar mata mereka saat menerima bingkisan itu, padam sudah keinginan saya untuk memilikinya.

Ya begitulah. Akhirnya mendongeng juga di mal setelah dulu pernah ditawari seorang teman mendongeng di mal kawasan Sentul. Bedanya, dulu saya ditawari honor yang cukup wah, sedangkan di BTM Minggu lalu upah mendongeng tidak bisa dikurs rupiah namun bisa membeli apa saja. Alhamdulillah.
oo itu BTM dekat hotel royal kemarin yaa..
hmm wah sayang bangeets yaa aq ga bisa ikutan dengerin dongengnya padahal kan bisa tuk mengobati ga ikut blog nus huehuehue
LikeLike
Iya betul, Mas. BTM tak jauh dari Royal Hotel tempat Anda menginap tempo hari. Masak ga sempat jalan-jalan ke BT sih? hehe. Biasanya yang training di area situ suka jjs ke BTM buat beli batik Mas.
LikeLike
pengen liat mas Belalang Mendongeng 😀
LikeLike
Sebaiknya jangan, Mbak 🙂 Selain masih amatir, dikhawatirkan semakin memperparah rasa nyeri akibat tak ikut BN2013 hehe. Istri saya sebenarnya berniat merekam sesi mendongeng, namun saya minta untuk tidak. Maluuu…
LikeLike
upah mendongeng tidak bisa dikurs rupiah namun bisa membeli apa saja… wow, nice words. ajari daku mendongeng juga donk pakne Rumi, biar bisa dipraktekkan paling tidak untuk Vivi dan Faris
LikeLike
Seperti yang kusebut di tulisan di atas Mak, daku cuma sekadar senang aja. Suruh ngajarin mana bisa? 🙂 Aku yakin dirimu juga mampu kok, wong cuma cerita aja ke anak-anak; asal tulus dan santai, insyaAllah tersampaikan kok. Nanti coba kutulis postingan terpisah tentang landasan ilmiah mendongeng. kalau sempat 😉 –nggaya,soksibuk.com
LikeLike
Met malam Mas, apa kabar?
Pertama, saya juga nyesek gak bisa ke Jogja padahal ada romobongan yang berangkat kesana dari Sukabumi. Lagi agak repot atur waktu. Biasa akhir tahun dikejar target produksi, karena saya kerja di pabrik nih Mas.
Kedua, tentang mendongeng ini. Ah ini luar biasa. Saya jadi terkenang masa kecil saya. Waktu itu tv belum jadi bagian dlm kehidupan rumah tangga. Bapa sering mendongeng sebelum tidur. Indah banget mengenangnya…
Salam kenal dari saya di Bekasi,
LikeLike
Alhmdulillah, baik walaupun capek 🙂
Wah ternyata banyak juga yang gagal ke #BN2013 meskipun ingin banget ke sana tentunya. Gapapa Pak, pekerjaan harus diprioritaskan sebagai bagian dari tanggung jawab. Biar bonusnya makin tebal, hehe.
Luar biasa punya ayah yang rajin mendongeng untuk Anda, Pak. Kenangan manis yang ga mungkin terlupakan. Jarang ayah yang mau meluangkan waktu untuk kegiatan mendongeng buat sang anak.
Salam kembali dari Bogor 😀
LikeLike