Masa Muda Harus Bermakna

Saat Neng Cheri L. Rowlands menggagas tema youth, tak ada hal lain yang mengemuka selain pesan Rasulullah tentang memanfaatkan lima perkara sebelum lima perkara lain merenggutnya. Saya yakin Pembaca sudah hafal betul nasihat ini. Sering disebut dan disinggung dalam berbagai kesempatan atau acara.

Lima soal yang sepertinya usang lantaran terus diulang tetapi sangat dalam maknanya. Pertama, memanfaatkan masa muda sebelum kesempatan ini hilang dicaplok masa senja. Saya bayangkan, masa muda kira-kira mencakup usia 25-45 tahun di mana manusia menjalani masa-masa produktif. Lalu saya renungkan ternyata sudah banyak masa tersia-sia dalam hidup saya. Sedikit sekali hal positif yang telah saya lalui. Begitu jarang langkah-langkah kaki meninggalkan jejak kontribusi yang berarti.

Penyesalan mendalam

Mungkin benar kiranya kata orang bijak, kita akan lebih banyak menyesali hal yang tidak kita kerjakan ketimbang hal-hal yang sudah kita lakukan di masa lalu. Ada sebuah pengalaman yang menguatkan ungkapan ini. Suatu siang, pukul satu atau dua, saat menunggu anak-anak dan istri yang baru saja memuaskan diri naik bus TransPakuan, saya menepi di depan Giant Taman Yasmin. Saya putuskan untuk menyantap semangkok mi ayam ceker di salah satu kedai PKL di sana.

d.jpg
Gambar pinjam dari img06.deviantart.net

Setelah memesan, saya menuju kursi dan membuka ponsel untuk mengecek kalau-kalau ada pesan masuk. Seketika itu juga terdengar sebuah percakapan.

“Bang, mi ayamnya berapaan?” kata suara satu. Rupanya seorang gadis usia SMP.

“Dua belas ribu,” si abang menjawab singkat.

“Lima ribu enggak boleh ya Bang?” tanya si anak ragu-ragu. Mukanya memelas.

“Wah, enggak bisa, Neng!” Si abang merespons cepat sambil mengaduk mi panas.

“Enggak boleh katanya…” si anak tadi menoleh pada kawannya yang duduk di kursi kayu pinggir jalan.

Keduanya lalu meninggalkan kami dan segera hilang dari pandangan. Bodoh betul saya untuk tidak mencegat kedua anak itu lalu menyuruhnya menyantap mi ayam yang mereka idamkan. Sesaat kemudian istri dan anak-anak datang dan ikut pesan mi ayam. Saya tak hentinya mengoceh kepada istri soal dua gadis yang sebelumnya menawar mi ayam. Istri juga menegur kenapa saya tak berpikir cepat.

Selagi belum banyak tuntutan

Entahlah, percakapan dan hilangnya anak itu terjadi begitu cepat. Saya seperti tercekat dan tak mampu merespons dengan sigap. Kalau dipikir-pikir, berapakah dua porsi mi ayam untuk anak itu bila saya harus mentraktir mereka? Mungkin mereka baru pulang sekolah lalu uang sakunya tak cukup sementara mulut sudah ngiler pengin mi ayam. Bodoh sebodoh-bodohnya saya untuk melewatkan peluang emas itu. Teringat adik saya yang juga cewek meskipun sekarang sudah berkeluarga.

Penyesalan itu terus menggelayuti pikiran hingga kini kalau teringat. Kenapa dulu tidak cekatan untuk menjadi sarana mereka bisa makan? Waktu tak bisa diputar. Peristiwa demi peristiwa terus berjalan. Begitu pula dengan masa muda, ia terus bergerak menuju masa tua. Kita sendiri yang harus memutuskan dengan apa mengisinya. Kita sendiri juga yang akan menyesali kelak apa saja yang terlewat oleh perhatian kita.

Menilik ke belakang, mungkin kita akan menyesal kenapa tidak ikut les ini dan itu sehingga kondisi kita sekarang lebih baik. Mungkin kita merutuk diri tentang abainya kita saat muda dan punya kesempatan untuk memuliakan orangtua tapi kita melewatkannya begitu saja? Mungkin kita anak orang kaya dan hidup semau-maunya tanpaa sadar suatu waktu kita akan menyesali kepongahan kita.

Masa muda kerap diidentikkan dengan berlimpahnya energi dan banyaknya kesempatan. Sangat banyak hal yang bisa kita kerjakan selagi badan masih kuat dan pikiran masih cemerlang. Masih muda dan belum berkeluarga juga memungkinkan kita bergerak dalam berbagai kegiatan positif karena belum banyak tuntutan, seperti mencari nafkah dan perhatian pada anak-istri.

Saya sadari betul, kini saya tak segesit dulu meskipun usia masih tergolong muda. Dengan adanya keluarga, saya hanya bisa bergabung dalam ngider Bernas bersama anak-anak muda luar biasa. Keluarga bukan penghalang, tetapi tentu tidak bisa kita abaikan dengan berbagai kesibukan yang menyita waktu.

Oleh karena itu, wahai kaum muda, manfaatkan peluang yang ada! Tak punya pacar, jangan sedih. Tak punya harta, jangan kecewa. Perbanyaklah teman, gali ilmu sebanyak yang kau bisa, dan kerjakan aktivitas positif yang akan membuatmu istimewa. Percayalah, suatu saat ketika usia semakin bertambah, kau akan merindukan masa mudamu karena belum banyak ikatan dan tuntutan.

Ibarat pohon, selagi masih hijau, produksilah banyak oksigen untuk manusia. Sediakan keteduhan dari daun-daun yang kita punya. Kelak ketika daun-daun berjatuhan, ranting-ranting mengering dan patah, batang tak akan lagi kokoh menahan sinar matahari. Lalu saat roboh, pohon diri ini tidak lagi berarti sebab kita bukanlah pohon jati.

Until then, what can we do? How much can we do?

Advertisement

5 Comments

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s