Merajut Mimpi Dari E-Corner Coffee: Catatan Dari Ulang Tahun ke-6 Sajubu

DILEMA adalah memilih satu di antara dua acara yang sama-sama diminati. Dilema berarti memutuskan pergi ke suatu acara sementara harus menyisihkan acara lain yang juga disukai. Berat dan tentu saja penuh pengorbanan. Itulah yang mendera kami sekeluarga akhir pekan lalu. Awalnya kami sudah mantap akan berkunjung ke Earth Book Camp di area Gedung Konservasi Kebun Raya Bogor (KRB) pada hari Minggu. Dari selebaran yang kami dapatkan, akan diadakan beberapa kegiatan asyik antara lain Book Camp Exhibition, Writing Workshop, Garden Treasure Hunt, Book Talkshow, hingga donasi buku. Meski belum jelas detail konsepnya, acara yang digagas dalam rangka mendukung KRB yang tengah menuju usia ke-200 nyatanya sangat menarik bagi kami.

Hingga Sabtu malam sesaat saya hendak dibekam karena badan meriang tak keruan, hati pun galau ketika Kanop dari Sajubu (Satu Juta Buku) mengirim undangan untuk merayakan ulang tahun Sajubu yang ke-6 pada hari yang sama. Dua acara ini bertalian kuat dengan literasi, dunia yang sangat kami gemari. Setelah cukup bugar, kami akhirnya mantap merapat ke e-Corner Coffee yang lokasinya tak jauh dari McD Lodaya. Alasan pertama, tempatnya lebih dekat dibanding KRB. Kedua, kami punya stok buku yang entah mengapa kami rasa lebih tepat disalurkan lewat Sajubu. Ketiga, sudah lama saya mendengar tempat ngopi ini namun belum juga kesampaian nongkrong untuk mencobanya.

pintu-depan

Instagrammable!

Hari Minggu di ujung bulan kadang bukan waktu yang asyik untuk bepergian di Bogor. Macet di mana-mana. Mobil membanjiri jalanan. Jalanan padat, kendaraan bergerak merayap. Ini fenomena umum setiap akhir pekan bahkan saat bukan tanggal muda. Maklum, sihir Puncak selalu memesona. Dengan pertimbangan itu, plus saya yang masih capai, bus Trans-Pakuan menjadi pilihan kami. Syukurlah dugaan kami melesat. Jalan Baru lancar meskipun ramai. Kami tiba di e-Corner Coffee yang merupakan basecamp Sajubu beberapa menit sebelum acara dimulai.

Setelah lapor kehadiran dibantu Sandi (yang juga aktivis Bernas Bogor), saya bergegas masuk demi mengambil foto-foto interior e-corner. Instagrammable, pokoknya! Anak-anak segera mengambil posisi paling strategis untuk bersantai meskipun berkali-kali bertanya apa tujuan kami datang ke kafe tersebut, haha. Sambil menunggu tamu undangan hadir (rata-rata dari komunitas), kami menikmati buku-buku yang dipajang di rak tepat di atas tempat duduk. E-corner memang sangat cozy dan bikin betah berlama-lama.

sandi
Sandi kok kayaknya mau nembak, eh 😀
interior
Silakan pilih, bisa baca sambil nunggu pesanan

Mulai dari yang Disukai

Setelah undangan mulai memenuhi kursi, Kak Yogi selaku MC membuka acara pukul 10.30 atau satu jam lebih lambat dari jadwal semestinya. Suasana menjadi rileks saat Kak Faris membacakan puisi diiringi musik. Kak Faris ini jauh-jauh datang dari Surabaya dan merupakan penggiat aktif Sajubu. Tepat pukul 10.45 acara bergeser ke Diskusi Literasi yang menghadirkan Mbak Ade Irma sebagai narasumber. Beliau adalah penggiat Aliansi Literasi Surabaya yang sangat concern dalam dunia literasi. Tak heran bila ia didapuk sebagai pembicara.

kak-ade
“Membaca dimulai dari hal yang disukai,” kata Mbak Ade Irma

Dengan mengusung tema Membaca: Budaya atau Kebutuhan?, Mbak Ade mengajak kami merenungkan tentang makna dan pentingnya membaca. Memang tak banyak yang diungkap sebab acara sengaja diarahkan ke sesi diskusi untuk memperkaya bahasan. Budaya membaca bisa dibangun dari rumah atau keluarga. Demikian salah satu pesan Mbak Ade. Untuk memicu kegemaran anak membaca, bisa dimulai dari bacaan yang digemari, seperti komik dan bacaan lain. Kami setuju, sebab Rumi dan Bumi pun jadi gemar membaca setelah kami tunjukkan ‘kesan’ bahwa membaca itu keren dan tentu saja banyak manfaatnya. Maka sinkron dengan ucapan pamungkas Mbak Ade bahwa perlu ada upaya menciptakan pencitraan positif tentang signifikansi membaca agar orang lain tergerak juga melakukan hal-hal baik–dalam hal ini membaca.

Kesenjangan Budaya

Hadirnya Mojang-Jajaka Bogor 2016 menambah suasana menjadi semarak. Galih dan Ulfa turut terlibat dalam diskusi dengan melemparkan pertanyaan seputar kiat menumbuhkan minat baca. Diskusi kian gayeng saat pertanyaan dan pernyataan dari beberapa komunitas yang hadir mewarnai proses bertukar ide. Beberapa komunitas yang turut nongkrong siang itu antara lain Warung Blogger, Buku Berkaki, Hibah Buku, Goodreads Indonesia, Komunitas Beraksi, Tangan Di Atas, dan Jenguk, Yuk

Selain itu, ada Mas Ingki Rinaldi dari Kompas yang melengkapi diskusi dengan opini yang menggugah. Di era serbadigital sekarang, tantangan literasi semestinya bisa ditangani melalui kecanggihan teknologi karena anak-anak era sekarang termasuk digital natives atau dibesarkan dan akrab dengan dunia IT. Kolaborasi karya, misalnya, bisa menjadi salah satu cara untuk melecut semangat membaca dan menulis anak-anak dari berbagai wilayah. Mereka dibiarkan menulis dan mengeluarkan ide lalu digabungkan dengan karya anak-anak lain di tempat berbeda sehingga menghasilkan karya yang luar biasa. Kesenjangan budaya antargenerasi harus benar-benar disadari. Atas pendapatnya tersebut, Mas Ingki beruntung membawa pulang satu novel kece karya saya Tere Liye.

ingki
Hore, buku baru!

Harapan dan Resonansi Kebaikan

Menjelang pukul 12 Kanop menutup acara dengan sesi brainstroming tentang literasi. Sesi ini menguak sejarah Sajubu hingga perkembangannya terkini. Pertanyaan saya pun satu per satu terjawab lewat penuturan CEO Sajubu ini. Menoleh ke tahun 2010, Sajubu berawal iniaitif para pembaca  setia Republika, yakni mereka yang berkontribusi pada ulasan buku-buku terbitan Republika. Bermarkas di Utan Kayu, Sajubu dibentuk sebagai respons positif terhadap rendahnya minat baca anak-anak. Sajubu ingin turut menyebarkan ilmu lewat buku di luar Jabodetabek. Jabodetabek tidak termasuk sebab dirasa telah memiliki distribusi buku yang memadai.

kanop

Tahun 2011 hingga 2012 markas dipindah ke Bandung karena sebuah alasan. Karena cukup jauh, maka selama rentang itu pula Sajubu menjadi vakum sampai tahun 2013 awal ketika sejumlah relawan IT Jogja menawarkan untuk membangkitkannya kembali. Mereka menawarkan dukungan teknis hingga penyediaan domain dan hosting secara cuma-cuma. Dan sudah dua bulan ini Sajubu resmi pindah ke markas baru di E-Corner Coffee Bogor. Hingga kini Sajubu telah mengirimkan sebanyak 13.000 judul buku ke 400 tempat yang layak menerima donasi.

Kendala terbesar yang dialami adalah soal pengiriman buku ke daerah-daerah terpencil yang termasuk wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Sebagai solusi, akhirnya Sajubu menggandeng komunitas apa pun yang berada di wilayah tersebut atau berdekatan dengan wilayah tersebut untuk membantu proses distribusi.

Simak kisah Bu Mimi. Suatu pagi dia bercerita dengan berurai air mata kepada Kanop.  Dia mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan buku di Kepulauan Anambas. Problema semakin parah sebab anak-anak ternyata banyak yang dilanda buta huruf. Maka selain mengirimkan buku ke sana, Sajubu lalu bekerja sama dengan komunitas sarjana dari Batam untuk sebulan sekali mengajar anak-anak di sana. Inilah yang ia sebut dengan resonansi kebaikan. Yakni saling menangkap dan menguatkan getaran kebaikan. Sajubu tidak bisa bergerak sendiri, tapi bisa menjadi jembatan untuk memfasilitasi kekurangan buku. Banyak komunitas yang bisa terlibat dalam aksi donasi buku ini.

hepi
Sejuta harapan untuk Satu Juta Buku

Harapan ke depan adalah agar getaran dari Sajubu bisa ditangkap atau menular kepada komunitas-komunitas lain yang peduli pada kemajuan pendidikan. Memasuki usia ke-7, Sajubu berharap besar agar anak-anak Indonesia bisa mudah membaca buku sebab dari buku mereka menimba ilmu dan membangun mimpi. Tepat seperti yang diangkat sebagai tema ultah yang ke-6 yakni 6etBooks6etDreams.

Dengan kantor baru di Bogor, semoga Sajubu semakin solid, semakin dimudahkan jalan untuk memberi pancingan bagi anak-anak Indonesia melalui buku. Dari buku mereka menatap dunia dan mengenal diri sendiri serta potensi. Dari E-Corner Coffee, Sajubu akan berusaha memanfaatkan semua sumber daya agar mereka mampu merajut mimpi. Terima kasih kepada kuli kardus dan semua pihak yang telah mendukung seluruh aktivitas Sajubu. Satu juta mimpi bisa mekar dari sebuah buku.

5 Comments

  1. aku juga diundang Kanop tuh mas, udah niat dateng, mau berangkat ke stasiun dan udah pakaian rapi, lah kok sakit perut makin menjadi. akhirnya ga diijinin suami ;( belum jodoh ketemu nih kita, hiks..Tapi harus ke Lodaya sendiri nih tanpa undangan^^

    Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s