Mewujudkan Kesetaraan untuk Membangun Kemandirian: Upaya Mengikis Batas Bagi Penyandang Disabilitas

Lelaki muda itu dihalau oleh dua staf hotel saat ia hendak memasuki ruang lobi. Lelaki ini meminta tolong agar ia dibantu menaiki tangga lantaran ramp untuk difabel terhambat oleh sebuah mobil. Singkat kata, pemuda itu akhirnya berhasil masuk hotel setelah diminta membersihkan roda kursi yang ia naiki.

Namun begitu memesan kamar, dua staf jail tadi sengaja memberikan kamar di lantai 7 yang segera diprotes oleh pemuda di atas kursi roda. Tentu saja itu akan menyulitkannya jika harus naik turun lantai untuk berbagai keperluan. Menurut mereka, tamu ini tak akan mampu membayar kamar tipe presidential suite yang ada di lantai bawah dengan melihat penampilannya sebagai penyandang disabilitas.

Diskriminasi masih terjadi

Ketika ia terbukti bisa membayarnya, pemuda tersebut lantas menginap di presidential suite walau kedua staf seolah enggan menerimanya. Pada hari berikutnya pemuda ini terlihat sedang bekerja menggunakan laptop di lobi hotel, yang segera diketahui kedua staf dan ingin segera mengusirnya agar tetap berada di dalam kamar. Pasalnya, hari itu seorang tamu istimewa akan datang untuk membeli hotel yang sebenarnya tengah berada di ambang kebangkrutan.

Pemuda ini akhirnya naik pitam dan bertemu langsung dengan pemilik hotel yang ternyata sama culasnya dengan kedua stafnya. Dengan dalih memberikan kamar terbaik sebagai permohonan maaf, pemilik hotel malah menggiring pemuda tersebut ke ruangan janitor dan menguncinya di sana agar tak mengacaukan pertemuan penting hari itu.

Tak lama berselang calon pembeli hotel pun menelepon dan meminta maaf karena tak bisa hadir secara langsung. Sebagai gantinya, mereka akan bercakap lewat tele conference dan meminta Daniel untuk mewakili dirinya dalam transaksi. Daniel adalah pemuda difabel yang dikirim ayahnya untuk menilai kondisi hotel sebelum membelinya. Ketika konferensi online berjalan, terkejutlah pemilik hotel jahat itu karena Daniel muncul dalam cahaya remang di dalam bilik janitor.

Melihat pemandangan itu, ayah Daniel kontan naik pitam dan meminta anaknya membuat keputusan. Hotel jadi dibeli tapi menunggu bank menyita seluruh aset dan pemiliknya dinyatakan bangkrut. Baru tahulah ternyata perilaku diskriminatifnya atas penyandang disabilitas justru memperparah proses kebangkrutan.

Kisah ini adalah fragmen dari sebuah tayangan Youtube asal Ukraina yang sedang naik daun. Tak masalah itu fiktif atau nyata, faktanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas masih terjadi dalam masyarakat kita. Orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dianggap jadi hambatan dalam usaha sehingga mereka kehilangan kesempatan kerja, termasuk OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta).

Kesetaraan untuk dukung kemandirian

Keprihatinan ini diangkat sebagai topik dalam Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR INDONESIA. Bertajuk “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara”, acara yang digelar Rabu, 30 Maret 2022 melalui Zoom dan Live streaming Youtube KBR ini dipadati peserta yang peduli dan ingin tahu tentang praktik kesetaraan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Saya beruntung bisa menyimak acara bergizi ini melalui Youtube dan mencatat beberapa poin penting yang ingin saya bagikan di sini. Dipandu Ines Nirmala, gelar wicara (talk show) yang berlangsung selama satu jam dari pukul 9 hingga 10 pagi ini sukses menarik minat peserta dengan membanjiri kolom komentar berupa tanggapan atau pertanyaan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penyandang disabilitas selama ini masih mendapatkan perlakuan diskriminatif, entah dia OYPMK ataupun penyandang disabilitas lainnya. Kendala utama yang memperburuk kondisi adalah pemahaman yang keliru dan stigma negatif yang masih bekelindan dalam benak masyarakat. Di sinilah pentingnya acara-acara positif seperti yang diadakan oleh NLR dengan tujuan mengedukasi publik.

NLR Indonesia berkomitmen kuat untuk membangun kesadaran agar masyarakat tidak memandang sebelah mata pada para penyandang disabilitas, apa pun bentuknya. Organisi ini bukan hanya fokus pada isu kusta tetapi juga upaya membangun inklusi disabilitas agar stigma negatif terkikis dan penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang setara sebagaimana orang lain pada umumnya.

Down Syndrome bukan gangguan kejiwaan

Itulah sebabnya acara “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara” dihelat, sebagai bentuk kampanye dan kepedulian atas para penyandang disabilitas intelektual, yakni down syndrome (DS) yang diperingati secara global tanggal 21 Maret kemarin. Tak heran jika KBR menghadirkan seorang dokter sebagai narasumber dalam gelar wicara kali ini.

Adalah dr. Oom Komariah, M.Kes yang diundang untuk memberikan pencerahan sekaligus motivasi bagi orangtua yang memiliki anak dengan DS. Selain menjabat sebagai ketua pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD) 2022, beliau juga memiliki pengalaman nyata menghadapi anak dengan DS sehingga sangat tepat memberikan semangat dan wawasan.

Oom Komariah mengakui bahwa memang tidak mudah menerima anak dengan DS apalagi pada kurun 1900-2003 belum banyak informasi mengenai DS yang bisa diakses yang menyebabkan DS disalahpahami. Ditambah lagi komunitas khusus tentang DS belum terbentuk yang sebenarnya bisa menjadi wadah bagi orangtua untuk saling berbagi informasi dan pengalaman.

“Akhirnya didirikanlah POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome). Untuk sosialisasi ke orangtua agar anak-anak dengan down syndrome bisa lebih optimal POTADS ada program paket new-born.”

dr. Oom Komariah

Lewat program ini, POTADS bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit yang memberikan dukungan berupa paket new-born bagi orangtua yang baru saja memiliki anak dengan DS. Paket ini berisi buku yang memuat segala informasi mengenai DS. Dalam paket juga disertakan informasi mengenai terapi, pengobatan, dan tes skrining apa saja yang dibutuhkan untuk mengetahui penyaki penyerta yang diderita oleh penyandang down syndrome.

Sinergi antarorangtua melalui komunitas diharapkan akan mendorong terbentuknya kemandirian bagi anak-anak penyandang DS sehingga mereka bisa mengambil peran sosial, misalnya kesempatan bekerja dan berkarya, tanpa harus mendapat stigma negatif atau pandangan sebelah mata dari lingkungan masyarakat. Dan tak kalah penting adalah bisa menepis kepercayaan bahwa down syndrome sebagai gangguan kejiwaan yang sangat tidak benar.

Jika mendapati anak kita mengalami DS, segeralah mencari bantuan melalui komunitas. Demikian pesan Oom. Lewat komunitas orangtua bisa saling sharing dan menguatkan untuk terus berusaha menemukan potensi anak. Langkah paling awal adalah berkonsultasi dengan dokter anak di klinik tumbuh kembang agar orangtua mendapatkan pengarahan yang tepat, terutama mewaspadai adanya penyakit penyerta

Kusta musnah, saatnya berkiprah

Stigma negatif pernah dirasakan oleh Uswatun Hasanah sebagai OYPMK yang merasa kecewa dan tidak percaya diri. Pada usia 14 menuju 15 tahun ia mengalami kusta basah tanpa sadar itu disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Untunglah ia mendapatkan pengobatan gratis selama satu tahun dari puskesmas.

Uswa menegaskan bahwa baik kusta basah maupun kusta kering sama-sama berbahaya. Hanya saja berbeda masa terapi: kusta basah selama 12 bulan dan kusta kusta kering selama 6 bulan. Jika ada lesi atau bercah putih kemerahan pada kulit dan mati rasa, dengan jumlah lebih dari 5, segeralah memeriksakan diri. Kalau ingin sembuh, penyandang kusta mesti teratur berobat dan mendengarkan saran dokter.

Ketika sembuh, ia pun kembali percaya diri dan kini berkiprah di NLR Indonesia. Selain mendampingi pasien kusta, NLR memang memberikan kesempatan magang bagi OYPMK di kantornya, OYPMK seperti Uswa juga dilatih menjadi konselor agar bisa memberikan peer counseling atau konseling bagi teman sebaya yang menderita kusta agar tetap semangat.

Lalu bagaimana cara melawan stigma dari luar dan pesimisme dari diri sendiri? “Kita harus sembuh dulu nih. Caranya dengan disiplin minum obat dan mendengarkan saran dari dokter,” tutur Uswa. Agar lebih produktif harus didukung dengan menjaga pola pikiran dan pola makan yang baik. Hindari negative thinking, stop berpikir menderita dengan cara positive thinking.

Bangunlah pemikiran positif seperti, ‘Saya bisa, saya sembuh, saya kuat!’ dan terus merasa percaya diri bahwa kita punya keinginan dan cita-cita untuk diwujudkan. Seingga atak ada alasan untuk bersikap malas, terutama malas berobat. Perlu proses belajar dan berusaha tanpa kenal lelah. Itu spirit yang saya tangkap dari Uswatun Hasanah.

Dukung kemandirian untuk masa depan

Dengan cara seperti itu, lewat pemikiran positif dan belajar untuk mengasah diri, para penyandang disabilitas bisa memiliki bekal untuk berkiprah dalam masyarakat sesuai kemampuan dan potensi dalam kerangka kemandirian. Jika NLR Indonesia memberikan kesempatan magang bagi OYPMK, maka POTADS menyediakan seminar edukatif bagi orangtua, mulai dari tema psikologi, terapi, hingga kesehatan anak dengan DS.

Kabar baiknya, POTADS juga telah mendirikan Rumah Ceria Down Syndrome yang menjadi wadah anak-anak dengan DS untuk mendapatkan pelatihan yang membantu mereka mendapatkan kemandirian. Pelatihan yang tersedia antara lain kriya, permainan alat musik, memasak, renang, karate, dan bahkan kelas menjadi barista.

Dukungan orangtua memang vital bagi kesusesan anak di masa depan, dimulai dari mengenali kelainan pada diri anak lalu memberikan terapi yang dibutuhkan–baik dalam konteks kusta maupun down syndrome. Akan tetapi, masyarakat sebagai lingkungan sosial ikut memberikan sumbangsih besar pada masa depan anak-anak penyandang disabilitas.

Publik harus memberikan akses setara pada kesempatan untuk sama-sama berkembang. Bukan dengan cara memperlebar jarak diskriminasi, melainkan mengikis batas-batas yang selama ini menghambat kemajuan atau memperparah stigma negatif yang sudah kadung mewabah. Itu bisa dicapai dengan sinergi dan kolaborasi agar dunia setara dengan kontribusi positif siapa saja tanpa memandang kondisi fisik atau keterbatasan lainnya.

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s