Peringatan Hari Kusta Sedunia, Momentum Agar OYPMK Bisa Setara

Di tengah gegap gempita kampanye pilpres yang sebentar lagi kita akan jelang, juga lesunya ekonomi di banyak tempat, ternyata problem kusta masih ada di sekitar kita tapi seolah terpinggirkan. Padahal berdasarkan data WHO, negara kita masih konsisten menduduki peringkat ke-3 dalam hal kusta terbanyak di dunia menyusul India dan Brasil.

Itulah sebabnya peringatan World Leprosy Day (WLD) atau Hari Kusta Sedunia yang biasa digelar pada pekan terakhir Januari, yang tahun ini bertepatan dengan 28 Januari 2024, menjadi layak dikulik sebagai bahan refleksi.

Lewat peringatan ini, publik perlu diingatkan lagi untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap ancaman kusta bagi penderitanya maupun OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Mengapa penting? Sebab pasien kusta yang tidak ditangani segera bisa berakibat kecacatan permanen.

Bahaya disabilitas dan diskriminasi

Kondisi disabilitas tersebut bisa berdampak pada hilangnya kesempatan ekonomi dan munculnya kemiskinan baru. Belum lagi rendahnya kepercayaan diri OYPMK akibat tindakan diskriminatif sebagian masyarakat yang belum paham betul mengenai kusta yang bisa berujung pada perasaan terpukul bahkan ingin bunuh diri sebagaimana dialami oleh Amin Rafi.

Maka Hari Kusta Sedunia sangat tepat menjadi momentum untuk menggaungkan kembali fakta bahwa kusta bisa disembuhkan dan bahwa stigma dan diskriminasi terhadap para pasien kusta dan OYPMK harus segera diakhiri dan dihapuskan tanpa terkecuali. Kita ingin negara makmur dengan penduduk yang punya kesempatan setara dalam mengakses hasil pembangunan.

Ketika kemajuan teknologi digital telah begitu pesat, sangat penting untuk tetap menyuarakan kampanye edukasi yang mencakup aspek medis, sosial, hingga pengalaman OYPMK yang telah pulih, dengan harapan agar publik bisa menerima OYPMK dengan baik setelah mendapatkan wawasan terkait kusta secara benar dan komprehensif. Jangan sampai saudara setanah air yang terkena kusta terpinggirkan dan tenggelam dalam keputusasaan tanpa bantuan.

Semua bisa ambil peran

Kabar baiknya, kita dapat berperan untuk membantu mengubah persepsi negatif menjadi dukungan dan pengertian yang konstruktif bagi penderita kusta atau OYPMK. Teknologi digital yang kian masif perkembangannya justru bisa kita manfaatkan untuk menyebarkan kesadaran bahwa kusta masih ada, kusta bisa disembuhkan, dan OYPMK punya hak setara untuk menjalani hidup yang mandiri—baik sosial maupun finansial.

Untuk mencapai semua itu, kita butuh sinergi karena jelas tak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi harus menjadi semangat utama yang diterjemahkan menjadi langkah-langkah konkret dengan cara melibatkan OYPMK dalam kegiatan sosial dan ekonomi, termasuk menjadi bagian dalam pengambil kebijakan. Bagaimana sebenarnya kebijakan yang sudah dilakukan untuk Indonesia bebas dari kusta dari kacamata pemerintah?

Saya beruntung bisa menyaksikan diskusi menarik ini yang digelar dalam bingkai peringatan Hari Kusta Sedunia melalui Youtube live streaming di program Ruang Publik KBR. Talk show yang diadakan Selasa 30 Januari 2024 menghadirkan dua narasumber, yaitu Agus Wijayanto MMID selaku Direktur Eksekutif NLR Indonesia dan Hana Krismawati, M. Sc. yang merupakan Pegiat Kusta dan Analis Kebijakan (Pusat Sistem dan Strategi Kesehatan-Minister Office).

Rizal Wijaya yang bertugas sebagai host pagi itu menyatakan bahwa acara itu masih termasuk dalam rangkaian SUKA alias Suara Indonesia untuk Bebas Kusta. Lebih lanjut Rizal tertarik pada tema dan pesan apa yang diusung dalam peringatan Hari Kusta Sedunia tahun ini.

Together, we can beat leprosy

Sebelum menjawabnya, Hana menuturkan bahwa jangankan generasi Z saat ini, generasi milenial yang lebih awal pun banyak yang sudah tak tahu apa itu kusta. Atau setidaknya tidak menyadari keberadaannya. Bahkan pegiat kesehatan pun ada yang tidak mengetahui fakta mengenai kusta di negeri ini.

Kementerian Kesehatan Indonesia mengikuti spirit tema global tahun ini, yaitu Beat Leprosy, Unity, Act and Eliminate. Dengan mengusung tema tersebut, kita berkomitmen untuk berpartisipasi dalam melawan kusta, dengan memanfaatkan persatuan di seluruh dunia agar penyakit ini bisa enyah (tereliminasi) dari dunia dengan tindakan nyata.

Hana menegaskan bahwa Unity mengandung pengertian kerja bersama dari berbagai pihak, bukan hanya dari dokter spesialis kulit, misalnya, tapi berbagai komponen masyarakat atau komunitas yang bisa bergerak bareng. Sebagai seorang dengan latar belakang peneliti laboratorium, Hana pun punya ketertarikan dan perhatian untuk ikut melawan kusta. Inilah semangat inklusi yang harus digaungkan.

Kebijakan yang berpihak

Disinggung seputar kebijakan yang sudah diterapkan pemerintah, Hana yang berbicara sebagai analis kebijakan di Kementerian kesehatan menyatakan sebagai berikut.

Saya melihat memang geliat program di sektor pemerintah sendiri cukup meningkat setelah dua tahun kita hampir tak dapat bergerak karena dihajar Covid-19. Karena resources kesehatan diarahkan ke sana. Per 2024, menurut data yang kami analisis ada sekitar 14.200-an kasus kusta baru yang ditemukan dan tercatat sepanjang 2023.

Hana Krismawati, M. Sc.

Secara total, jumlah kusta di Indonesia mencapai 17.000 kasus yang bisa dipahami karena pengobatan kusta memang membutuhkan waktu lama. Proses ini yang sedang dilakukan dengan harapan eliminasi sepenuhnya berkat kerja bersama-sama.

Adapun Agus Wijayanto MMID yang mewakili NLR Indonesia diminta oleh Rizal untuk menjelaskan apa sebenarnya organisasi ini. Agus spontan menjawab bahwa NLR Indonesia adalah lembaga nirlaba yang didirikan tahun 2018 dan berbadan hukum yayasan. NLR sendiri adalah singkatan dari No Leprosy Remains (Tak Lagi Ada Kusta), yakni organisasi nirlaba internasional yang berbasis di Belanda.

NLR Indonesia tidak bekerja sendirian, dalam hal ini menggandeng pemerintah sebagai mitra strategis. Baik dinas kesehatan di tingkat daerah maupun komunitas sosial dan apa saja, NLR bisa diajak kerja sama karena kusta adalah isu bersama yang butuh perhatian berkelanjutan.

“Kita ingin berkontribusi kepada pemerintah dalam melaksanakan kewajiban,” demikian ujar Agus singkat dalaim kaiatannya dengan kewajiban pemerintah yang punya mandat untuk eliminasi kusta di Indonesia.

NLR Indonesia menyadari bahwa pemerintah tidak mungkin bekerja sendirian. Maka NLR sebagai bagian dari masyarakat berusaha memberikan kontribusi dalam eliminasi kusta yang harus melibatkan beragam pihak, baik formal maupun informal.

Agus mengakui bahwa komitmen pemerintah sudah ada, tapi perlu diperkuat dengan kerja masif dalam pencarian, pencatatan, dan pencegahan kasus lewat kontak erat yang valid dan pengobatan yang tuntas. Dengan cara itulah kusta lambat laun bisa menurun dan akhirnya sirna sepenuhnya.

Tinggalkan jejak