“Kegagalan Sejati Adalah Ketika Matahari dalam Diri Telah Redup atau Bahkan Tak Bersinar Lagi”
Kira-kira pada pertengahan tahun 2008, saya dilanda rasa gelisah yang hebat. Saya tak lagi bersemangat menulis puisi–padahal saya telah jatuh cinta pada puisi sejak SMP. Sejak saat itu saya terus aktif menulis sajak, baik untuk konsumsi pribadi maupun dipublikasikan di media massa.
Namun entah mengapa pada kurun 2008 tersebut saya seolah kehilangan energi kreatif untuk menulis puisi. Entah karena desakan beban pekerjaan di kantor (kala itu saya masih jadi karyawan tetap di sebuah perusahaan) ataukah karena saya memang sebenarnya tak sanggup lagi menaklukkan kata-kata agar hadir menjadi puisi yang cantik.
Yang jelas, saat itu saya sempat berkomunikasi dengan seorang teman, yakni seorang penyair yang telah malang melintang dalam dunia perpuisian Indonesia. Usianya jauh di atas saya; begitu pula dengan sajak-sajak yang ia tulis–sungguh jauh lebih digdaya dan bernas. Saya berkeluh kesah kepada dia melalui sebuah pesan singkat (sms): “…rasanya saya sudah tak mampu lagi menggubah puisi karena saya ternyata tak berbakat memilih kata-kata untuk saya pasang menjadi puisi yang cemerlang. Rasa-rasanya saya telah gagal sebagai seorang penulis puisi. Jauh sekali dari sebutan penyair atau penyajak.”

Menanggapi pesan singkat bernada galau itu, dia membalas dengan sebuah kalimat yang kira-kira berbunyi seperti kalimat yaang saya kutip di awal tulisan ini. Bahwa kegagalan sejati adalah ketika matahari (baca: semangat) dalam diri kita telah meredup atau bahkan habis sama sekali. Seseorang bisa dikatakan gagal tatkala ia sudah tak lagi punya optimisme yang menggerakkan langkahnya untuk maju. Orang gagal tulen adalah orang yang telah kehilangan energi positif untuk bangkit guna meraih/mewujudkan mimpinya saat dia belum berhasil.
Saya pribadi lantas menyimpulkan bahwa di dunia ini tidak ada orang yang betul-betul gagal. Yang ada hanyalah kesuksesan yang tertunda. Sejauh kita terus mencoba dan berusaha, maka cita-cita atau aspirasi yang kita dambakan akan menghampiri pada saat yang indah. Inti dari motivasi kawan tersebut adalah bahwa saya tak boleh kehilangan semangat (yang ia lambangkan dengan metafora ‘matahari’–dasar penyair! :). Sebab ketika saya membiarkan cahaya semangat memudar dan akhirnya pupus, saat itulah saya disebut pecundang jempolan. Itulah momen kegagalan sejati. Yakni ketika saya menyerah dan takluk pada situasi.
Pesan penuh motivasi itu terus saya hidupkan dalam diri saya. Tidak hanya semangat dalam menulis puisi (lagi), tetapi juga dalam aspek atau fragmen kehidupan yang lain. Entah saat saya menyunting buku, mengikuti kontes apa pun (tapi kalah), mendidik anak (yang berat), mengajar (penuh tantangan), menjalin persahabatan (berliku tapi asyik) dan lain sebagainya.
Saat menuliskan postingan ini, saya mendadak teringat pada seorang sahabat narablog yang pernah berkisah tentang kekagalan pahit yang ia derita akibat PERDA. Pengalaman yang ia tuturkan sangat layak dan sesuai dengan semangat kalimat motivasi teman saya. Dengan judul “Daya Ungkit Itu Bernama Kegagalan“, Hardi Vizon berhasil mengisahkan nikmatnya keberhasilan berkat kegagalan yang sempat membuatnya terpuruk dan bahkan hampir mengutuk Tuhan.
Saya akan berusaha memelihara agar matahari semangat tetap menyala walaupun mungkin nyalanya sesekali redup atau sedikit berawan. Yang penting tidak sampai mati total. Bagaimana dengan Anda? Apakah sahabat punya pesan inspiratif yang sangat memotivasi? Silakan bagi.
Terima kasih kepada Pak Mars yang telah mengingatkan saya akan pesan motivasi dari seorang sahabat.
semoga bisa memelihara matahari juga pak,semoga sukses dengan kontesnya
LikeLike
Iya Bunda. Jangan sampai matahari kita redup dan padam ya. Makasih..makasih..cuma ikut meramaikan biar asyik aja kok 😀
LikeLike
Membangkitkan semangat yang tidur kadang lebih berat daripada memulai…
Itulah sebabnya, kita harus pandai2 merawat semangat.
Ibarat tanaman, semangat harus disiram dan diperhatikan.
Sekali layu, agak susah untuk membuatnya segar kembali.
Kadang malah lebih mudah menanam tanaman baru.
Semoga kita termasuk golongan orang yg pandai menjaga semangat!
Makasih atas partisipasinya
Salam!!!
LikeLike
Setuju, Pak Mars. Ibarat tanaman, kadang lebih nyaman untuk menanam tumbuhan yang baru. Semoga semoga…Menurut saya itulah gunanya teman atau sahabat ya Pak. Bisa saling memberi motivasi dan menyemangati saat salah satu atau bahkan keduanya tengah dilanda pesimisme. Bahasa anak sekarang: galau, hehehe…
Sukses dengan GA Bapak 🙂
Salam dari Kota Hujan.
LikeLike
kata kata mas belalang banyak yang hampir sama dengan kehidupan nyata saya mas
kalo saya, kegagalan itu boleh saja ada, tapi jangan sering sering dong, hehe 😀
keep smile mas, salam ya buat anaknya yg baru lahir 😀
LikeLike
Iya Mas, pengennya sih gitu ya. Gagal ga berulang-ulang. Tapi justru di situlah Mas nilainya. Seberapa kuat dan sabarkah kita didera kegagalan terus-menerus..sampai akhirnya bisa berhasil…Yang penting jangan kehilangan semangat Mas dan tetap mencoba.
Terima kasih Mas, salam balik dari Bumi–anak saya yg baru lahir :D!
LikeLike
Hahaha suka banget dengan kalimat, mengikuti kontes apa pun (tapi kalah) haha
saya dulu juga sempet agak down ketika ikut kontes kalah, tapi kemudian mindset-nya diubah, ikut kontes utk rame2 biar tambah seru, eh malah hadiah berdatangan. Alhamdulillah.
Saya jadi semangat ini Pak, utk membuat puisi. pengalaman anda hampir sama seperti saya. rasanya kok susah bgt buat puisi.apa karena bukan abg lagi ya hahaha
Sukses ngontesnya. Salam dari kota lumpia 🙂
LikeLike
Betul sekali Mbak Esti. Ketika kalah dalam sebuah kontes, rasanya memang pahit dan menyakitkan. Seolah-olah kita tidak berbakat, tidak kompeten dan tidak punya kemampuan apa-apa. Itulah yang membuat kita merasa terpuruk dan down–lantas ga bersemangat! Padahal harusnya jangan ya…karena saat kita down dan menyerah, kita udah gagal tuh 😦
Enaknya sih mencoba untuk rame2an aja walaupun memang ga selalu mudah. Terima kasih atas kunjungannya Mbak, salam buat Bu Nasimah di Sampangan ya…Moga2 kapan2 saya bisa menyantap kelezatan mangut belut bikinannya 🙂
Mbak Esti tinggal di Semarang bagian mana?
LikeLike
Semoga matahari kita tidak pernah redup, walau kegagalan kerap kita temui dalam perjalanan hidup. Kegagalan akan berubah menjadi pengungkit semangat yang luar biasa, jika kita bisa menyikapinya dengan arif.. 🙂
Semoga sukses kontesnya Mas
LikeLike
Setuju Uda. Cuma kadang nafsu manusia yang mengalahkan kita untuk tidak bergerak dan berhenti saja daripada dibayangi kegagalan lagi. Semoga kita semua terilhami dan terlecut dari pengalaman Anda Da, terima kasih…
LikeLike
motivator terbaik utk diri kita adalah diri kita sendiri, tapi memang kita butuh orang lain utk mengingatkan itu. Dahsyat 🙂
LikeLike
Sebenarnya kita sudah banyak menyerap kata-kata mutiara atau kutipan berisi semangat dari apa yang kita baca ya Kang. Hanya saja kita kadang terlupa atau kehilangan gairah untuk menghidupkannya kembali. Makanya butuh orang lain 🙂
LikeLike