Bagaimana Membalas Perbuatan Orang

Dalam Lelaki yang Berjalan Sangat Lamban yang saya unggah dua hari lalu, saya bercerita tentang seorang tua yang bikin kesal semua orang, termasuk keluarga saya. Lelaki yang dulu gagah dan tegap itu kini renta belaka. Dengan sekali toyor atau pukul, ia bakal roboh mencium tanah–benda yang dulu ia ‘sembah’. Untunglah, kami tidak diajarkan untuk membalas dendam.

Lima tingkatan perbuatan

Dalam arisan keluarga beberapa hari lalu, ustaz memberikan wejangan tentang tingkatan orang berbuat terhadap orang lain. Ini mengonfirmasi bahwa tindakan kami sudah benar. Kami tiada merasa bangga melainkan harus waspada karena pergeseran dari satu tingkat ke tingkat lain begitu cepat, spontan, dan kadang refleks.

  1. Muhsin/kariim, ini tingkatan tertinggi yakni ketika kita bisa membalas keburukan orang dengan kebaikan. Tentu hidup kita tidak selalu berjalan normal, dalam arti, yang kita harapkan tak selalu terjadi. Tetangga, teman, atau bahkan sahabat kita kadang menikam dari belakang. Perbuatan baik kita justru dibalas dengan kebusukan. Apakah kita akan membalasnya sedemikian rupa? Mari jadi kariiim atau muhsin, sebab itu paling disukai Allah.
  2. Fadhl, tingkatan berikutnya yaitu saat kita segera berbuat baik sebelum orang lain berbuat baik keada kita. Intinya jangan menunggu menjadi penerima, tetapi jadilah pemberi. Berkompetisi untuk lebih dahulu menciptakan manfaat untuk orang lain, bukan sebaliknya.
  3. Mujaziy, yaitu orang  yang berbuat baik kepada orang lain yang juga berbuat baik kepadanya. Ini hal paling lumrah dalam hidup sehari-hari. Kita memberi bonus kepada pelanggan atau klien setia dalam kondisi saling menguntungkan. Kita gemar memberi oleh-oleh kepada tetangga yang murah hati pula. Kita mengirim buah tangan kepada saudara atau orang-orang yang berjasa kepada kita. Itu semua wajar dan masuk akal. Pertanyaannya: mampukah kita naik dari level ini menuju level 1?
  4. Mukafiy, ini juga level yang lazim kita jumpai atau malah tidak sadar kita tempati. Orang berbuat jelek kepada kita lalu kita membalasnya dengan kejelekan pula. Kita dikecewakan, lalu kita balas dengan membuatnya marah. “Rasain!” begitu pekik hati kita penuh dengan kepuasan. Jiwa kita dilahap oleh dendam dan kebencian. Walaupun ini sikap yang wajar, tetapi mampukah kita maju ke level 2 atau 1?
  5. Laiim, ini tingkatan terburuk dari lima tingkat yang ada. Orang disebut laiim tatkala setiap perbuatannya menjadi ancaman bagi orang lain. Tak peduli tindakan orang lain baik atau buruk, ia selalu membalas dengan perilaku buruk. Entahlah bagaimana kondisi jiwa orang ini karena senantiasa terdorong atau terporgram untuk membalas kebaikan orang dengan kekejian.

Sangat mudah untuk memetakan posisi kita dalam lima level perbuatan ini. Tetapi amat sulit untuk mengakui lalu bergerak menuju level yang lebih mulia. Di bulan Syawal ini mari kita evaluasi dan instrospeksi–tak perlu repot mengoreksi orang lain–diri sendiri agar kita selamat, baik lewat ucapan terlebih-lebih melalui tindakan.

Mohon maaf lahir dan batin ya Sobat narablog semua! 🙂

13 Comments

  1. kalo di pelajaran agama dulu kayaknya cuma 3:
    – ‘adhil: membalas dengan sesuai/seimbang
    – zholim: membalas dengan yang lebih buruk
    – ‘arif: membalas dengan yang lebih baik

    Like

    1. Mohon maaf, tidak bisa berkomentar lebih jauh karena saya hanya mencatat tausiah pak ustaz, Mas Tiar. Intinya, harus dijauhi yang buruk, harus mendekat pada level yang lebih baik. Terima kasih.

      Like

  2. membalas kejahatan dengan ekbaikan itu paling sulit ya, melihat tampangnya pingin nabok apalagi berbuat baik . Perlu hati yang luhur

    Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s