Mendengar kata sandwich, bukan makanan yang terbayang. Yang segera mencuat di pikiran adalah memori sewaktu masih tinggal di Semarang. Bagi saya kenangan manis ini sangat penting untuk terus diingat betapa hidup tidak selalu mudah sesuai yang kita harapkan penuh dengan keajaiban.
Di Kota Lumpia itulah saya pernah bekerja pada tiga tempat secara bersamaan. Awalnya saya bekerja sebagai instruktur bahasa Inggris di BBC English Training Specialist. Karena pengin banget bisa punya motor, jadilah saya bekerja ala sandwich, yakni mengapit pekerjaan utama dengan dua pekerjaan sampingan secara berurutan. Pagi bekerja sebagai penerjemah di lembaga sosial, sore mengajar di BBC, malam mengajar di lembaga lain yang fokus pada les privat ke rumah-rumah.
Secara ekonomi tentu sangat menggembirakan, namun badan capek tak bisa dipungkiri. Lambat laun hanya pekerjaan utama yang bertahan dengan berbagai pertimbangan. Hingga akhirnya ada lowongan kerja di Bogor dan saya mulai menetap di Kota Hujan sejak awal 2006 hingga kini.
Mengingat kembali masa-masa itu membuat saya kagum pada orang-orang yang masih meluangkan waktu untuk belajar atau kuliah di tiga tempat/jurusan secara bersamaan. Lelah badan, letih pikiran tentu saja. Namun demi masa depan dan kehidupan lebih baik, kenapa tidak? Pernahkah kawan-kawan melakukan tiga hal sambung-menyambung model sandwich seperti yang saya maksud?
jd sandwich ini jd bener2 spesial banget ya kak
LikeLike
Ya gitu deh
LikeLike
Dulu, waktu muda berkegiatan seperti sandwhich itu biasa,
sekarang bisa ngos-ngosan 🙂
LikeLike
Iya, Mbak Salma. Faktor U ya hehe….
LikeLike
Kalau sandwich semakin banyak variasi lapisannya semakin enak haha
LikeLike
Belum pernah makan, Mas. 😀
LikeLike
semua berbanding lurus…
LikeLike
Semoga….
LikeLike
Duh, kalau saya pasti sudah tumbang duluan, paling gak bisa yang namanya “multitasking”… 😭
LikeLiked by 1 person
Aku juga ga tahan lama kok, Gung. Harus ada yang fokus.
LikeLike