Sekuntum Kembang dan Misteri Sepotong Pesan

bunga3

Bukan bunga itu yang membuat Bing gelisah, melainkan makna atau pesan yang coba disampaikan kuntum demi kuntum kembang kenikir yang telah ia terima. Awalnya sekuntum muncul di depan rumah, terselip di antara pagar bambu yang sebagian sudah keropos oleh rayap. Bunga oranye walau tak sedap dan tanpa maksud itu jelas memikat hatinya. Secarik kertas lusuh dan sengaja diremas-remas terletak tak jauh dari kembang tersebut.

Tanpa memberitahu istrinya, Bing pun mengabaikan bunga nyasar itu dan ia putuskan mencampakkanya ke dalam tong sampah. Ia lanjut menyirami tanaman di sepanjang jalan depan rumah setiap sore seperti biasanya.

Tiga hari kemudian, saat hendak mengantar anaknya ke sekolah, sekuntum bunga yang sama ia lihat teronggok manis di atas himpunan daun beluntas yang memagari depan rumah sebelah kiri dan kanan. Alih-alih membayangkan urap lezat bikinan ibunya, mata Bing tertancap pada bunga kenikir yang juga muncul tanpa pesan sama sekali. Kuning dan tetap menyihir.

“Cepat, Ayah. Aku bisa terlambat!” ujar anaknya yang sudah siap mengayuh sepeda. Meski sekolahnya terbilang dekat, setiap hari Bing selalu menemani anaknya sebab harus menyeberang jalan yang cukup ramai oleh para pengguna jalan yang berangkat kerja.

“Siap!” jawabnya sambil cepat meraih sekuntum bunga itu ketika anaknya sudah lima meter mengayuh sepeda dan mengoper posisi gir. Bunga itu dilesapkan ke dalam pokok beluntas yang membatasi rumahnya dan rumah tetangga. Sesobek kertas buram ia comot dan cepat-cepat disembunyikan ke dasar kantong celana.

***

Tiba di rumah dari sekolah, Bing tak langsung menuju dapur seperti biasanya. Perut lapar bisa menunggu, pikirnya. Hati yang gusar bisa bikin gemetar. Ia bergegas ke kamar dan menyalakan komputer. Pintu kamar ia kunci rapat agar istrinya tak tahu apa yang ia perbuat.

Ia buka laman pencarian guna mencari informasi seputar tanaman yang dua kali ia terima. Nihil. Tak ada kaitan apa pun antara jenis tanaman, warna, dan maksud yang mungkin coba dikirim kepadanya. Sinyal ponsel yang ia gunakan mengakses Internet mulai kembang kempis. Paket data yang menipis turut menyumbang pada kekesalannya.

Kali ini ia meraih kaca pembesar milik anaknya untuk menelisik umpama ada pesan terlewat dalam secarik kertas lusuh itu. Tetap tak ada petunjuk selain tujuh kata yang sudah ia baca beberapa hari sebelumnya.

Hemat
Ide
Biarkan
Gunung
Hening
Perkasa
Melesat

Ia pindai dengan hati-hati, berkali-kali meskipun lapar mulai terdengar dari perutnya. Sejurus kemudian ia sudah memegang sebuah pena dan mencorat-coret kertas buram itu. “Nah!” ujarnya lirih setengah memekik dengan aura kemenangan.

pazel

Pesan itu pun terbaca jelas setelah ia menguji beberapa kombinasi anagram. Namun bukan itu yang ia harapkan untuk dibaca atau temukan. Bukan rahasia, tapi kewajiban. Kewajiban yang tak mungkin dihindari apalagi berhubungan dengan kelangsungan hidup keluarganya.

Bing mematikan koneksi Internet dan membuka aplikasi bertukar pesan di ponselnya. Ia menatap kelu melebihi rasa lapar yang mendera. Pesan-pesan masuk, kepalanya seolah tertusuk—berputar-putar seolah tak perlu terhenti agar tak mikir lagi.

2 Comments

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s