Tak jarang muncul perasaan tak nyaman atau mungkin jengah saat mendengar orangtua berkomentar atas hampir apa saja yang kita lakukan. Pilihan-pilihan penting dalam hidup, pembelian produk konsumer yang sepenuhnya hak kita, pola pengasuhan anak, bahkan hingga saluran televisi tak luput dari tanggapan mereka.
Walau celoteh mereka kadang tak seirama dengan pemahaman atau pertimbangan kita, sebisa mungkin tahanlah untuk tidak mengembalikan atau membantah omongan mereka. Mungkin sesaat terasa perih atau tak nyaman, namun itu lebih baik ketimbang terjebak untuk menyakiti hati orangtua sendiri.
Saya menemukan beberapa alasan mengapa kita sebaiknya tak meladeni komentar orangtua sebagai berikut.
Sering benar
Sepintas mendapat pertentangan memang menyakitkan atau setidaknya tidak rela. Saat ide atau keputusan kita dikomentari orang lain, bahkan orangtua sendiri—apalagi jika komentar itu tak sesuai harapan—tentulah hati kita jadi gondok. Tapi cobalah berpikir jernih sebab ucapan orangtua, lebih-lebih ibu, sering benar atau akurat.
Saya ingat ketika ibu meminta kami membeli dua dus mi instan untuk tamu yang akan berkunjung ke rumah, saya menggerutu dalam hati bahwa satu kardus pun sudah cukup. Toh sudah banyak tetangga yang datang sebelumnya saat kami pindah jadi mengapa beli dua karton mi dan akhirnya mubazir?
Pagi hari saya beli satu dus. Jam 9 tamu yang datang hanya tiga keluarga. Sore menurut kabar akan datang tamu lain. Selepas zuhur saya beli lagi satu karton. Benar dugaan ibu, tamu yang datang satu mobil Elf yang membuat kami kewalahan menerima mereka dalam rumah mungil ini. Syukurlah mereka pulang dengan senyuman sebab tas akhirnya berisi mi secukupnya. Tuh kan?
Menyenangkan hati
Ridha Allah tergantung ridha orangtua, begitu bunyi hadis yang sering kita dengar bahkan hafal. Bukankah bermanfaat jika kita menyenangkan hati orangtua melalui perkataan mereka yang kita setujui setidaknya lewat sikap diam? Menyenangkan hati orangtua, terutama ibu, besar pahalanya dan berpotensi mengundang banyak kemudahan dalam berbagai hal yang kita geluti. Pekerjaan, karier, bisnis, atau apa saja bisa terdongkrak lewat kekuatan doa mereka.
Berpahala
Selain dibukakan aneka pintu kemudahan, mendengarkan ucapan orangtua tanpa membantah juga berpotensi diganjar pahala. Jika hati mereka gembira dan senyum merekah, malaikat turut berdoa untuk kesejahteraan dan setiap upaya kita. Setiap anggukan orangtua bakal mencatatkan saldo pahala untuk kita tuai di akhirat kelak tentu selain kemudahan semasa di dunia. Orangtua, lebih-lebih ibu, adalah pusaka yang mesti kita jaga sebagai bagian dari perintah utama dari Tuhan yang mahakuasa.
Wujud kepedulian
Sesakit apa pun hati kita atas komentar orangtua, ingatlah bahwa itu merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap kehidupan kita. Mungkin terkesan campur tangan, namun beragam celoteh atau bahkan kritik yang mereka lontarkan adalah wujud rasa sayang dan cinta kasih dari orangtua terhadap anak. bayangkan jika kita tak pernah dikomentari atau diberi wejangan, bukankah ada kekhawatiran bahwa kita tak lagi dianggap untuk diluruskan atau dipertahankan dalam kebaikan—sepahit apa pun isi ucapan itu?
Cerminan diri
Alasan terakhir mengapa kita perlu berpikir ribuan kali sebelum membantah atau minimal menimpali komentar orangtua adalah bahwa nanti saat kita menjadi orangtua belum tentu bakal lebih baik dibanding mereka. Boleh jadi kita malah jauh lebih cerewet dan overprotektif terhadap anak atau cucu kita sendiri. Apa saja bakal tak luput dari pendapat kita sehingga membuat orang lain merasa jera atau jengah berhadapan dengan kita.
Jadi, cintailah orangtua sebagaimana mereka mencintai kita dengan caranya masing-masing termasuk melalui komentar yang dilancarkan meskipun tak selalu menyenangkan. Mmang berat dan tak mudah, tapi bisa dipelajari dan diusahakan kan? Selamat berlibur, BBC Mania!