Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Mungkin itulah pepatah yang tepat menggambarkan nasib seorang bayi di Kendari. Kejadian menyedihkan menimpanya lantaran sang ibu termakan oleh miskonsepsi. Sejak berusia 3 bulan, bayi mungil itu mendapatkan asupan kental manis dan akhirnya meninggal pada usia 9 bulan. Ini jelas fenomena mengerikan yang harus dicegah sebagai bagian dari penyiapan generasi penerus Indonesia yang kuat.
Kental manis jelas bukan susu yang bisa diberikan secara bebas kepada balita, apalagi dalam waktu cukup lama tanpa kendali. Informasi ini saya dapatkan dari Arif Hidayat, S.E., M.M., ketua harian YAICI, yang bertindak sebagai salah satu narasumber dalam seminar nasional bertajuk “Aku, Kamu, Kita, Generasi Muda Sadar Gizi”.

Seminar yang digelar di Gedung Kuliah Bersama, Kampus C Universitas Airlangga (Unair) pada Rabu 14 September lalu memang bergizi sebab diisi oleh pemateri yang kompeten dengan pesan yang menggugah. Selain Arif, ada Kang Maman yang telah dikenal luas sebagai pegiat literasi dan penulis yang produktif. Seminar juga diramaikan dengan presentasi dr. Punky Mulawardhana, Sp.Og yang memaparkan pentingnya kesehatan reproduksi dan perilaku seksual remaja yang wajib diperhatikan.
Yang tak kalah menarik adalah kehadiran Prof. dr. Bambang Wirjatmadi, M.S., M.CN., Ph.D., Sp.GK. selaku dokter spesialis gizi yang telah malah melintang dalam dunia gizi, baik di ranah akademik maupun praktik di rumah sakit.
Protein, bukan karbohidrat
Bambang menegaskan bahwa persoalan stunting tidak cukup ditangani hanya dengan manajemen yang baik, tetapi juga masalah biomolekuler yang selama ini belum terselesaikan. Ia menambahkan, edukasi saja tidak cukup sebab stunting adalah masalah kronis, perlu disiasati dengan meningkatkan konsumsi makanan berbasis protein, bukan karbohidrat. Inilah yang perlu disosialisasikan sampai tingkat RT di seluruh Indonesia.
Jika anak mengalami kekurangan protein, maka infeksi mudah terjadi. Kalau infeksi dibiarkan, maka pertumbuhan tulang panjang bisa terhambat. Inilah problem yang selama ini tidak disadari dalam konteks stunting. Belum lagi ditambah miskonsepsi tentang kental manis yang dianggap susu oleh masyarakat luas.

Para audiens yang didominasi mahasiswa pagi itu sempat terhenyak begitu Bambang mengatakan bahwa mereka terindikasi mengalami stunting, terbukti dari penampilan tubuh yang relatif kecil dibanding mahasiswa zaman dahulu. Ini tentu saja akibat kesalahan orangtua di masa lalu.
Lebih jauh Bambang mengkritik tentang kemampuan memasak generasi muda yang sangat perlu diperhatikan. Tanpa bantuan magic jar, anak zaman now mungkin kesulitan memasak nasi secara tradisional enggunakan dandang dengan mengaron. Belum lagi bagaimana bisa meracik menu yang sehat, bukan sekadar enak tetapi mengabaikan kandungan bahan tambahan seperti pewarna dan pestisida.
Mahasiswa harus bersuara
Kritik dan pendapat Bambang memang valid sebab forum itu diharapkan menjadi sarana amplifikasi pesan bahwa mahasiswa memang wajib berpartisipasi dalam peningkatan pengetahuan dan literasi gizi bagi masyarakat dan keluarga pada umumnya. Bukan cuma koreksi atas kental manis yang sudah kadung dianggap susu tetapi juga peringatan bahwa kental manis selama ini telah menjadi salah satu faktor penyebab stunting dan diabetes.
Sebagai agent of change, mereka diharapkan mengambil peran untuk mendorong meningkatnya literasi gizi masyarakat lewat keilmuan dan kesegaran ide-ide masa kini. Selain berperan sebagai pemutus mata rantai gizi buruk di Indonesia, mahasiswa juga dapat memberikan contoh bagi masyarakat tentang gaya hidup sehat dengan mengurangi konsumsi makanan atau minuman tinggi GGL (garam gula lemak). Apalagi mereka adalah calon orang tua yang kelak akan turut menentukan lahirnya generasi unggul bagi Nusantara.
Seminar ini dapat menjadi kegiatan positif sebagai salah satu ikhtiar membentuk cara hidup sehat bagi mereka calon orangtua sehingga dapat mempersiapkan diri untuk mewujudkan masa depan cerah sebagai calon ibu dan ayah sejak dini di bangku perkuliahan.
Itulah salah satu alasan mengapa YAICI tertarik memasuki ranah kampus untuk menggandeng para millennial yang punya peran penting untuk menyuarakan bahaya stunting akibat konsumsi kental manis yang berlebihan. Demikian menurut penuturan Arif Hidayat.
Fakta mencengangkan muncul di Kendari saat sebuah survei diadakan tentang kental manis. Sekitar 97% responden menganggap bahwa kental manis adalah susu yang bisa diberikan kepada balita dengan bebas sebab kental manis disetarakan dengan susu yang bagus untuk pertumbuhan padahal berdampak sebaliknya.
Faktanya, kental manis bukanlah susu karena kandungan gulanya sangat tinggi. Komposisi gula dalam kental manis lebih dari 50% sehingga tak heran Arif menyebut kental manis adalah sirop beraroma susu.
Butuh sinergi dan kolaborasi
Setelah Bambang, ada keynote speech dari istri Wakil Gubernur Jatim, Ibu Arumi Bachsin, S.E. untuk mendukung seminar nasional tentang pentingnya gizi demi kemajuan generasi penerus bangsa.
Arumi mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan BEM Unair yang mempunyai program positif bernama Airlangga Berdaya. Lewat program ini, mereka memberikan pendampingan bagi ibu-ibu dalam kesehatan dan psikologi setiap bulan, sebagai bagian dari upaya mengawal gizi bagi masyarakat.
Arumi juga menyampaikan bahwa stunting bukan cuma problem kekurangan gizi, melainkan isu besar yang harus ditangani sejak kehamilan, dengan sinergi dan kolaborasi berbagai pihaks. Program posyandu, BKB (Bina Keluarga Balita), BKR (Bina Keluarga Remaja), BKL (Bina Keluarga Lansia) dijelaskan Arumi sebagai bagian dari realisasi tujuan ini. Program-program PKK hingga saat ini terus diandalkan sebagai basis untuk mengampanyekan kesehatan keluarga.
Arumi juga menambahkan bahwa generasi masa kini cenderung mager yang memengaruhi kebiasaan hidup sehat lantaran makanan cepat saji cenderung hadir dengan kandungan karbo dan lemak jenuh yg tinggi. Yang mengerikan, masih menurut Arumi, tingkat infertilitas atau ketidaksuburan wanita jadi meningkat akibat kebiasaan makanan yang tidak sehat ini sebab makanan yang diasup itu tidak bergizi seimbang.
Nah, untuk mengatasi stunting, masyarakat bisa memanfaatkan telur sebagai sumber protein. Telur dipilih sebab mudah didapatkan dan disajikan. Satu butir telur bisa diberikan kepada anak yang menderita stunting. Jika memungkinkan, bisa tambah dengan susu UHT bagi anak usia 1 tahun ke atas.
Dengan target tahun 2024 tingkat prevalensi stunting harus turun hingga 14%, Arumi mengaku ketar-ketir. Ia meminta agar seluruh sektor bekerja sama agar Indonesia jadi negara maju karena gizi buruk sudah minim atau bahkan tidak ada.
Dalam sesi tanya jawab, Prof. Bambang menimpali, “Hidup zaman now butuh kecerdasan. Karena hidup itu pilihan, mau gemuk, sehat, atau sakit. Enggak cukup kepandaian tetapi juga kecerdasan.” Ia mengingatkan bahwa menu makanan sehat bukan lagi empat sehat sempurna tetapi B2SAH yakni diusahakan yang Beragam, Bergizi, Seimbang, Aman, dan Halal sesuai agama atau kepercayaan masing-masing.
Pewarna makanan buatan harus dihindari demi kesehatan. Sebaliknya, gunakan pewarna makanan alami seperti kunyit atau daun-daunan. Kalau zat kimia dibiarkan masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus, radikal bebas yang berbahaya akan menimbulkan penyakit degeneratif. Bahkan ovarium bisa rusak yang berakibat pd infertilitas. Demikian ujar Bambang Wirjatmadi.
Kak Awam Prakoso, pendiri Kampung Dongeng, tampil memukau dan mendorong audiens yang didominasi mahasiswa agar menemukan passion untuk menyuarakan sesuatu, termasuk edukasi seputar kesehatan. Lewat dongeng singkat, Awam bisa menunjukkan bahwa edukasi seputar kental manis yang menyesatkan pun bisa disampaikan secara efektif bagi anak-anak.
Kang Maman yang mendapat giliran terakhir menegaskan bahwa komunikasi adalah basis penting untuk menangani problem apa saja. Komunikasi bisa dibangun dengan literasi yang memadai. YAICI hanya sebuah yayasan kecil, jadi butuh kolaborasi dengan banyak pihak lewat komunikasi yang baik guna menyebarkan pesan seputar bahaya kental manis.

Sebagaimana tertera dalam kemasan, kental manis jelas bukan susu. Namun sayang selama ini produk berbentuk sachet atau kaleng kental manis masih diletakkan di bagian susu di rak-rak minimarket. Apakah ini bukti minimnya literasi petugas toko ataukah kampanye tersembunyi yang disengaja?
Kang Maman mengajak agar literasi bukan dipandang hanya dari baca dan tulis saja, melainkan kecakapan hidup yang dapat diandalkan dalam mengatasi berbagai persoalan konkret. Dalam menulis, misalnya, ia mengingatkan untuk mengadopsi prinsip 5R.
Yang tercakup dalam 5R yaitu Read (semangat membaca), Research (dukung dengan roset memadai), Reliable (informasi harus tepercaya), Reflecting (sudut pandang yang dipilih), dan Right (benar menurut standar kebaikan yang berlaku universal). Dengan begitu, hoaks dan berita palsu yang berbahaya bisa ditekan.
Seminar nasional yang terselenggara atas kerja sama BEM Universitas Airlangga dan YAICI sebagai lembaga mandiri yang selama ini punya kepedulian terhadap pendidikan, kesehatan, dan lingkungan di Indonesia adalah salah satu upaya positif dan kreatif untuk mengedukasi bahaya kental manis dan gizi buruk sebagai penyebab stunting yang mengancam masa depan negeri.