Melestarikan Hutan, Menyelamatkan Kehidupan

pohon besar di hutan

“Jika kau ingin mendengar kicauan burung, jangan membeli sangkar. Tanamlah pohon.

Saya membaca kalimat di atas beberapa waktu lalu di linimasa Twitter. Kalimat pendek yang menohok dan segera mengingatkan saya pada komentar istri suatu hari,“ Orang sekarang memang aneh. Hobinya nebang pohon, tapi kalau markir kendaraan carinya pohon yang teduh.” Pendapat ini meluncur suatu siang saat melintasi jalanan kompleks perumahan kami tak jauh dari masjid yang terletak di tengah-tengah. Pohon kers yang sebelumnya tumbuh subur di lahan kosong itu kini tinggal separuh batang tanpa daun atau cabang. Pesonanya kian memudar oleh sebatang pohon mangga dan jambu biji di lahan yang sama.

Ucapan ini kemudian menular kepada dua putra kami yang semakin peduli tentang lingkungan, termasuk kehadiran pepohonan. Saat melihat tetangga merawat burung dalam sangkar, mereka jadi tak segan mengungkapkan pendapat sendiri kendati dengan lirih. Bahwa tindakan itu tak elok lantaran binatang seperti burung pun membutuhkan kebebasan. Hidup di alam terbuka tanpa kekangan sebagaimana manusia yang menghendaki keleluasaan.

Itulah sebabnya di depan rumah kami sengaja menanam banyak bunga dan pohon di dalam pot. Tergantung ukuran potnya, ada beragam tanaman meliputi srikaya, jeruk bali, kemuning, lidah mertua, sri rezeki, pucuk merah, telang, salak, hingga kurma. Kebanyakan kami tanam dari biji, sebagian lain dikasih atau mengganti milik tetangga secara murah.

Tanaman di pot pemasok oksigen dan sumber pangan (dok. pri)

Keajaiban pohon

Untuk menumbuhkan kepedulian pada lingkungan, anak-anak kami libatkan untuk memberi pupuk dan menyiram. Pupuk yang kami sediakan semuanya organik, yakni berbahan limbah domestik. Kadang ampas kelapa parut, air cucian beras, ampas kopi, kulit telur, serta kulit ari bawang merah dan bawang putih. Dua bahan terakhir ini (bamer dan baput) juga berfungsi sebagai pestisida alami. Keren kan bisa memupuk tanpa mengeluarkan biaya?

Untuk menambah efek sejuk karena kami tinggal di Lamongan yang sumuk, saya pun memutar otak agar sisa lahan sempit di belakang saung/gazebo bisa ditumbuhi tanaman yang lebih kokoh—yang tak mungkin ditanam di pot. Tanpa diduga, ternyata ada pohon kers mungil yang bercokol di sana. Sepertinya benih kers tak sengaja dijatuhkan burung-burung atau bisa jadi terbawa angin.

Pohon kers menjulang tinggi, membawa kesejukan. (Dok.pri)

Sejak saat itu, saya berusaha menyiram kers belia kendati ia tumbuh subur tanpa perawatan sekalipun. Lama-lama batangnya solid dan menjulang dengan cabang dan ranting yang rindang. Panas matahari pun tak langsung menerpa teras rumah, hanya semburat di antara daun-daun atau dahan. Di pagi hari burung-burung kecil datang dan berkicau dari ranting ke ranting lain. Lalu siang hari embusan angin sejuk memasuki jendela kamar selama saya bekerja di depan laptop.

Seiring waktu berjalan, kesuburan pohon kers ternyata menciptakan masalah. Dahannya terus menjulang hingga mengganggu kabel listrik. Maka saya mulai rapikan sesuai jangkauan tangan. Namun ada bagian paling ujung yang tak mungkin dipotong. Selain itu, akarnya mulai merambat masif di bawah saung yang mencuatkan tunas-tunas baru di luar dugaan. Yang lebih mengkhawatirkan tentu saja akar yang bergerak ke kanan sebab ada tembok pembatas dengan tetangga.

Sungguh keputusan simalakama bagi saya: kalau saya tebang, saya kehilangan cericit burung dan pasokan oksigen berlimpah, sementara jika didiamkan akarnya bisa merusak bangunan sekitar lantaran lahan yang sangat sempit.

Akhirnya saya putuskan menebang menggunakan alat yang tersedia. Pakai pisau besar padahal sebenarnya butuh golok yang panjang. Biarlah pohon rindang ini saya tebang, setidaknya saya dan anak-anak sudah memahami, menyaksikan, dan merasakan keajaiban pohon, yakni menjadi sumber kedamaian: tempat burung/serangga dan produsen udara bersih.

Pohon kers subur lagi berangkat dari tunggul. (dok. pri)

Karena tak mungkin menggulingkan hingga ke akarnya, saya pun menyisakan sekitar 40 cm sebagai tunggul. Tanpa disangka, bagian yang dalam bahasa Inggris disebut stump ini menyeruak dengan tunas-tunas baru nan hijau menyegarkan. Getah-getah yang semula kering kini berganti dengan entah belasan atau puluhan kers muda yang merekah. Udara sepoi mulai terasa, harum kuncup daun mudah tercium samar-samar.

Keindahan hutan, simfoni kehidupan   

Secara ideal, kami jadi membayangkan berada dekat dengan hutan yang senantiasa memberikan kenyamanan. Apalagi hutan Indonesia yang sudah terkenal keindahannya dengan memainkan peran sangat strategis dalam menjaga keseimbangan ekologis dan menjamin kebutuhan orang-orang di sekitar, termasuk masyarakat adat yang selama ini menjaganya dengan kearifan lokal.

Keindahan hutan indonesia bukan hanya dari ragam flora, tetapi juga fauna yang mengagumkan. Rimba kita menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang memesona, bahkan mungkin sulit dicari tandingannya di dunia. Menurut Natural Beauty Report yang dirilis oleh money.co.uk sebagaimana dikutip The Jakarta Post, Indonesia disebut berada di peringkat No. 1 dalam hal keindahan alami dibandingkan 50 negara lain di seluruh dunia untuk setiap 100.000 kilometer persegi.

Eksotisme Petungkriyono yang menjadi rumah Owa Jawa nan langka (dok. pri)

Saya sendiri pernah berkunjung ke Hutan Petungkriyono di Pekalongan yang menjadi paru-paru Jawa. Saat menyusuri hutan yang masih eksotis itu, sesekali elang Jawa yang hampir punah melintas di pucuk pepohonan tinggi. Lalu owa Jawa tampak malu-malu bergelantungan atau berayun dari satu pohon ke pohon lainnya. Belum lagi eksotisme hutan-hutan di kawasan lain Nusantara, seperti adanya orangutan, harimau Sumatra, juga burung yang endemik di tiap daerah. Semuanya melengkapi kesatuan hutan yang menjadi simfoni alam nan mengagumkan.

Berjuta manfaat, jangan kualat

Kita tak boleh menutup mata bahwa ada jutaan manfaat hutan yang telah kita nikmati dalam bentuk kenyamanan. Mungkin selama ini kita cenderung antroposentris dalam memandang alam semesta, yakni bahwa kekayaan alam termasuk hutan beserta flora-fauna di dalamnya semata-mata tersedia untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Pemikiran demikian akhirnya menyiratkan tidak pentingnya makhluk hidup lain karena mereka adalah objek yang tak punya hak, hanya bertugas melayani kita.

1 | Sumber air

Kita tentu akrab dengan iklan air mineral yang kerap mengklaim bahwa air yang mereka jual terasa sejuk lantaran diambil dari wilayah pegunungan. Soal kebenaran asalnya kita bisa berdebat, tapi tentang kesegaran air dari gunung bukan lagi pertanyaan. Nah, air yang sejuk itu rata-rata berkat hadirnya gugusan pohon dan tanaman bernama hutan yang menyimpan air untuk kita manfaatkan.

Hutan memungkinkan masalah akibat debit air berlebih bisa dihindarkan. Banjir dan longsor bisa dicegah. Air hujan juga disaring oleh tanah di hutan sehingga menjadi lebih bersih. Dengan kata lain, hutan memberikan kita pasokan air bersih baik untuk diminum maupun mengairi persawahan. Hutan punya andil vital dalam konservasi air.

2 | Sumber pangan

Selain indah, hutan Indonesia juga kaya akan bahan pangan yang selama ini diandalkan oleh banyak masyarakat adat. Mereka telah menerapkan pola pertanian berkelanjutan dalam dengan memanfaatkan khazanah hutan yang berdampingan dari segi budaya atau tradisi turun-temurun.

Kopi dari hutan yang menjanjikan kesejahteraan ekonomi dan keramahan lingkungan

Sebut saja madu hutan yang sudah kondang karena ajaib khasiatnya bagi kesehatan manusia. Kopi liar dari hutan juga bermutu bagus, misalnya yang dikembangkan oleh Pak Tasuri dkk di Hutan Sokokembang, Pekalongan. Kopi organik bertajuk Owa Jawa ini digagas dan ditekuni sebagai industri rumahan berbasis UMKM. Hasil penjualan kopi yang juga berjaya di mancanegara terbukti mendongkrak ekonomi warga setempat dan digunakan untuk mendukung pelestarian binatang endemik tersebut.

Lalu ada jengkol, daun pohpohan sebagai lalap, daun semanggi untuk teman pecel, kecombrang, ciplukan, porang dan aneka umbi yang bergizi juga mengenyangkan. Belum lagi serangga, misalnya belalang yang jadi sumber pangan lokal bernutrisi karena kaya protein dan kandungan vitamin penting seperti kalsium dan zat besi.

3 | Tanaman obat

Bukan cuma pangan, hutan kita menawarkan kekayaan herbal sebagai obat dalam jumlah berlimpah. Sejak dulu kala, hutan jadi rumah berisi bahan-bahan alami untuk dipakai langsung atau diolah sebagai obat dengan teknologi modern. Menurut penelitian Syamsul Hidayat dkk berjudul The Commercial Potential of Forest Trees as Medicinal and Health Ingredients, setidaknya ada 59 spesies NTFP (hasil hutan selain kayu) yang tercatat dalam komposisi bahan obat yang biasa dipakai dalam praktik pengobatan masyarakat untuk sepuluh penyakit paling lumrah berdasarkan data etnobotani.

Sebut saja cengkih yang banyak khasiatnya dan teruji berpuluh tahun lamanya sebagai obat herbal. Masyarakat lokal menggunakan cengkih misalnya untuk mengobati batuk berdahak karena mengandung ekspektoran dan antibakteri. Cengkih juga dipercaya mampu mengurangi peradangan, menghambat radikal bebas, meningkatkan fungsi hati, dan bahkan penawar stres.

Cengkih dari hutan jadi andalan obat alami. (dok. pri)

Itu tentu belum semuanya. Nyatanya, hutan Indonesia menjadi gudang harta karun berupa tanaman obat atau herbal yang telah dimanfaatkan dari generasi ke generasi oleh penduduk setempat guna mengobati berbagai pernyakit. Banyak tanaman di hutan Indonesia memiliki potensi penerapan dari segi farmasi sehingga akan berkontribusi positif pada industri kesehatan dunia.

Menurut booklet yang dirilis oleh FAO berjudul Forests for Kids, dua per tiga dari seluruh obat untuk melawan kanker ternyata berasal dari tanaman-tanaman yang tumbuh di hutan hujan. Hanya soal waktu saja obat-obatan lain akan ditemukan dari deretan pohon-pohon di dalam hutan. Jika ditaksir, nilai tumbuh-tumbuhan ini sangatlah besar, baik bagi keselamatan manusia maupun secara nominal, yakni mencapai US$108 juta per tahun atau setara Rp1,6 triliun.

Kita berharap bioprospecting atau proses penemuan bahan obat di hutan akan terus berlanjut. Perusahaan farmasi bisa bekerja sama dengan warga pribumi di sekitar hutan seputar pengobatan alami yang telah teruji. Kolaborasi akan menciptakan harmoni kehidupan, semua berawal dari kepedulian pada hutan.

4 | Pengatur iklim

Selama ini tak banyak yang menyadari bahwa hutan-hutan di Indonesia punya peran sangat penting alam mengatur iklim Bumi. Hutan berperan sebagai penyerap karbon, menyerap dan menyimpan karbondioksida dalam jumlah besar sehingga membantu memitigasi perubahan iklim secara global. Dengan begitu, hutan yang lestari berbanding lurus dengan keseimbangan iklim dunia.

5 | Nilai ekonomi

Kendati kaya, pemanfaatan hutan harus seimbang & berkelanjutan. (foto: misterblangkon.com)

Tak bisa dimungkiri, hutan juga memberi manfaat secara ekonomi, misalnya lewat pengambilan kayu gelondongan tapi secara sustainable, produk-produk hutan selain kayu (umbi dan rempah obat), serta ecotourism. Aktivitas ini akhirnya memunculkan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar dan turut mendongkrak ekonomi nasional.

6 | Konservasi keanekaragaman hayati

Dengan kekayaan yang berlimpah dan memesona, hutan rupanya juga menjadi tempat konservasi spesies yang terancam punah dan mencegah menyebarnya penyakit zoonosis. Selain lestarinya keanekaragaman hayati, kita tentu masih ingat betapa dahsyat wabah Covid-19 menyerang dunia yang konon bermula dari keserakahan manusia yang merampas hak hidup binatang tidak semestinya.

7 | Rekreasi dan sumber inspirasi

Keindahan hutan-hutan Indonesia tak ayal lagi menjanjikan peluang langka bagi lahirnya ecotourism, yang memikat para turis domestik maupun mancanegara untuk datang dan menikmati keajaiban alam dan kedamaian suasana di area hutan dengan penuh tanggung jawab.

Hutan menjadi sarana rekreasi dan sumber ide dalam mengaggas karya seni atau kebudayaan yang menginspirasi. Yang tak kalah penting, hutan juga memberi ruang bagi kaum adat untuk melestarikan gaya hidup tradisional lewat koneksi spiritual mendalam dengan hutan yang mereka singgahi bahkan dipandang sebagai tempat yang sakral.

8 | Penelitian ilmiah

Hutan Indonesia adalah surga penelitian. (Foto: Andrea Piacquadio/Pexels.com)

Dengan pesatnya kemajuan teknologi canggih, penelitian ilmiah pun tak mau ketinggalan langkah. Nah, hutan-hutan Indonesia selama ini telah menjadi sumber inspirasi bagi para ilmuwan dan peneliti dalam mempelajari banyak hal, mulai ekologi dan botani hingga klimatologi dan antropologi. Hutan yang tersebar di Nusantara laboratorium hidup yang bisa membantu kita memahami kompleksitas ekosistem dan kaitannya dengan kehidupan masa kini.

Karhutla mengancam masa depan

Sebagai negara dengan luas hutan terbesar ke-8 di dunia yang mencapai 89 juta hektar dan merupakan salah satu negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brazil, ada hal penting selain kebanggaan semata. Yakni menyangkut kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berbahaya. Karhutla bisa terjadi akibat praktik yang disengaja, misalnya perambahan hutan, pembakaran vegetasi dan illegal logging,juga perilaku buruk seperti merokok.

Karhutla penting dibahas sebab kebakaran ini berskala masif. Penyebab karhutla di Indonesia biasanya karena: pertama, iklim tropis Indonesia membuat curah hujan rendah akibat pengaruh El Nino ditambah kemarau panjang yang memperkeruh masalah. Kedua, degradasi lahan gambut yang kian meresahkan. Ketiga, maraknya deforestasi akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian/perkebunan atau industri karena berkurangnya tutupan vegetasi alami yang selama ini melindungi kawasan dari kebakaran.

Jika dibiarkan tanpa kendali, maka dampak kebakaran hutan dan lahan bakal mengancam masa depan kita sebagai umat manusia. Seperti terlihat dalam infografik berikut ini, hutan yang gundul (akibat karhutla) akan merusak ekosistem dan menekan populasi flora dan fauna yang boleh jadi kita andalkan sebagai bahan pangan.

Hutan hilang dan kelaparan

Kabut asap yang parah juga akan memengaruhi kesehatan fisik kita, bahkan mental sebab kita tak bisa berpikir jernih. Belum lagi hilangnya sumber air bersih karena pupusnya pohon-pohon di hutan, maka kehidupan kita akan kian sulit dengan kelangkaan sumber daya paling krusial seperti air dan makanan. Siapkah kita menghadapi wabah penyakit dan kelaparan?

Secara spesifik, dampak karhutla terhadap iklim dan lingkungan pun tak kalah menakutkan. Sebagaimana dilansir Kompas, dampak kebakaran hutan bagi lingkungan antara lain polusi udara dan air. Menurut data Global Forest Watch, asap dan kabut akibat karhutla bisa menjangkau wilayah berkilo-kilometer menjelma polusi udara yang membahayakan gangguan pernapasan bagi manusia atau binatang yang terpapar.

Sedangkan polusi air terjai ketika abu, sedimen, dan polutan hasil karhutla memasuki perairan dan mengendap di sungai, waduk, maupun sumber air lain yang kita manfaatkan untuk irigasi maupun konsumsi sehari-hari. Demikian menurut lansiran United States Environmental Protection Agency.

Lingkaran setan pemanasan global

Dampak paling mengerikan boleh jadi adalah pemanasan global yang dapat menciptakan lingkaran setan. Karhutla jelas melepaskan banyak karbondioksida, nitrogen oksida, belerang dioksida, dan gas rumah kaca lain yang mempercepat terjadinya pemanasan global.

Kebakaran hutan memicu pemanasan global dan sebaliknya. (Foto: Pexels.com)

Partikel yang dilepaskan itu, menurut temuan UN Environment Programme, bisa merasuk dalam salju dan es sehingga menghambat pemantulan sinar matahari. Akibatnya, salju dan es menyerap panas matahari lebih banyak dan pemanasan global tak terelakkan. Pemanasan global ini akhirnya membuat suhu Bumi panas ekstrem dan memicu kebakaran hutan dan demikian seterusnya sampai manusia binasa.

Singkat kata, karhutla berdampak serius pada lingkungan tempat kita hidup dan bagi kita sebagai penghuninya. Kebakaran hutan dan lahan sangat mungkin merembet ke permukiman warga lalu mengakibatkan terganggunya fasilitas penting, misalnya jaringan listrik, koneksi telekomunikasi, dan sarana transportasi. Terhambatnya jalur transportasi akibat asap dan abu karhutla mau tak mau akan mengganggu aktivitas ekonomi yang berujung pada kerugian materiil maupun nonmateriil.

Hutan hujan, surga kehidupan

Untuk mengatasi dampak dan mencegah kebakaran hutan, terlebih dahulu kita pahami betapa kaya hutan Indonesia, terutama hutan hujan tropis yang cukup luas. Sebagai negara dengan Hutan Hujan Tropis terbesar ketiga di dunia, terbayang betapa beragam khazanah rimba kita dan bahwa pelestarian yang berkelanjutan tidak bisa ditawar lagi.

Hutan hujan tropis, salah satu surga Nusantara (Foto: kobaran.com)

Menurut Barbara Taylor dalam buku The Natural World Rainforest, istilah hutan hujan kali pertama dipakai pada tahun 1898 untuk menjelaskan hutan yang tumbuh dalam kondisi yang terus-menerus basah. Dengan curah hujan rata-rata 250 cm per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun, hutan hujan ditandai dengan udara yang lembap.

Kelembapan udara ini akibat air yang dikeluarkan oleh tanaman. Karena udara lembap, maka awan dan kabut pun mengapung layaknya asap. Selimut kabut inilah yang melindungi hutan dari teriknya matahari pada siang hari  dan dinginnya udara malam hari. Karena dekat dengan khatulistiwa, maka iklim hutan hujan tropis Indonesia sangat unik.

Mula-mula panas matahari menghangatkan tanah, lalu menghangatkan udara di atasnya. Udara hangat yang naik ini lantas didinginkan kembali sedangkan udara dingin berubah menjadi embun, membentuk tetesan air yang akan terkumpul sebagai awan dan hujan. Selain banyaknya pohon rimbun yang saling menyatu membentuk kanopi, curah hujan tinggi dan kelembapan hutan kita menjadi habitat binatang yang unik seperti trenggiling.

Trenggiling, salah satu fauna di hutan hujan tropis sIndonesia (Foto: wanaswara.com)

Pada bulan Mei 2023 lalu aparat gabungan berhasil menggagalkan penyelundupan ratusan kilogram sisik binatang bernama ilmiah Manis javanica ini. Penyelundup ditangkap di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan kerugian ekonomi sangat besar mencapai Rp72,86 miliar. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah terganggunya kelestarian kekayaan keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan-hutan Indonesia yang kaya.

Kita tahu trenggiling telah menginspirasi manusia untuk menciptakan zirah atau baju perang. Perburuan sisik trenggiling yang marak—menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Awen Supranata—adalah lantaran keyakinan bahwa pada sisik trenggiling terdapat zat yang juga ditemukan dalam narkoba jenis sabu. Sisik trenggiling juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan bahan jeans yang konon lebih tahan lama. Untuk alasan apa pun, memburu binatang yang dilindungi adalah ilegal apalagi demi alasan gengsi atau ekonomi.

Solusi atasi kebakaran hutan dan lahan

Karena begitu dashyat dampak negatif karhutla, maka solusi harus segera dirumuskan. Solusi ini berupa pencegahan agar karhutla tak terjadi dan penanggulangan ketika kebakaran telah terjadi. Sebagai langkah preventif, beberapa cara yang ditampilkan dalam infografik berikut ini bisa dilakukan.

Adapun solusi penanggulangan adalah dengan memanfaatkan teknologi digital, yakni aplikasi yang bisa diakses masyarakat melalui jaringan Internet. Salah satunya bernama ASAP yang telah diluncurkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada September 2021 silam.

ASAP (Aplikasi Sistem Analisa Pengendalian) memungkinkan petugas mengetahui titik api secara cepat untuk meminimalisasi terjadinya karhutla. Aplikasi ini didesain untuk berintegrasi dengan aplikasi penanganan karhutla yang dimiliki oleh kementerian atau lembaga lain, dari BUMN hingga kepolisian daerah–salah satunya aplikasi bernama BEKANTAN (Berantas Kebakaran Hutan) yang diluncurkan oleh Pemda Kalimantan Selatan.

Aplikasi ini jadi satu sistem pengawasan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan karhutla secara lebih cepat, terutama upaya pemadaman yang taktis. ASAP menjadi pemasok informasi sehingga petugas akan bergerak cepat menuju titik kebakaran guna melakukan pemadaman. Yang tak kalah penting, masih menurut Kapolri, aplikasi digital ini dapat mempermudah proses penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku karhutla.

Dalam kesempatan peluncuran, Sigit menuturkan bahwa teknologi ASAP digital tahap pertama telah dilengkapi dengan kamera pengawas atau CCTV di 28 titik di 10 kepolisian daerah yang rawan. Ada satu titik di Aceh, satu di Sumatra Utara, satu di Riau, 15 titik di Jambi, lima di Sumatra Selatan, serta masing-masing satu di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Ke depan ditargetkan untuk diadakan penambahan CCTV di 40 titik pada wilayah 10 kepolisian daerah tersebut. Aplikasi ASAP dapat diandalkan sebagai alat pendeteksi dini terhadap ancaman karhutla berskala nasional yang bisa diakses oleh seluruh pemangku kepentingan dan terintegrasi dengan 13 Polda di seluruh Indonesia.

Ke depan ditargetkan untuk diadakan penambahan CCTV di 40 titik pada wilayah 10 kepolisian daerah tersebut. Melihat potensi kebakaran dan masifnya dampak karhutla bagi kehidupan, yang harus lebih dioptimalkan adalah sinergi antarlembaga pemerintah yang bersangkutan dengan melibatkan warga, terutama masyarakat adat setempat.

Butterfly Effect: andil kecil #BersamaBergerakBerdaya!

Menutup tulisan sederhana ini, saya tertarik menyinggung butterfly effect. Istilah ini kali pertama diperkenalkan oleh matematikawan sekaligus meteorolog asal Amerika bernama Edward Norton Lorenz. Tahun 1972 ia mempresentasikan sebuah paper berjudul “Predictability: Does the Flap of a Butterfly’s Wings in Brazil Set Off a Tornado in Texas?

Lewat paper tersebut, Lorenz menyatakan konsep kausalitas dalam konteks prediksi cuaca dan iklim. Menurutnya, badai yang terjadi di Texas, Amerika ternyata dipengaruhi oleh kepak sayap kupu-kupu yang ada di hutan Brazil beberapa pekan sebelumnya. Rupanya terjadi hubungan saling memengaruhi di sini.

Sejak saat itu, the butterfly effect digunakan sebagai metafora untuk menjelaskan pengaruh suatu hal kecil terhadap dampak yang jauh lebih besar. Jadi, tindakan atau langkah yang terlihat sepele atau sederhana ternyata mampu menciptakan perubahan luar biasa dalam konteks apa pun. Dalam konteks lingkungan dan kelestarian alam, kita bisa memberikan andil demi menjaga masa depan hutan (juga eksistensi kita) dengan cara yang mudah. Inilah cara kami sekeluarga.

1 | Menanam pohon

Di awal tulisan saya menyebutkan ambivalensi sikap orang terhadap pohon. Saat memarkir kendaraan atau butuh berteduh, mereka cari pohon yang rindang. Namun, ketika pohon-pohon bercokol mereka malah gemar menebang dan enggan menanam kembali. Padahal dengan menanam pohon, bukan hanya kesejukan dan datang tetapi juga kicauan burung yang akan meramaikan.

Saya seketika teringat pada sebuah meme tentang lingkungan yang saya temukan di grup Facebook belum lama ini, kira-kira bunyinya sebagai berikut. Sengaja saya buat ulang dengan gambar baru dan teks yang lebih jelas.

Jadi, jika kita selama ini mengeluhkan panas matahari, maka menanam pohon adalah solusinya. Kalau kita mengkhawatirkan kelangkaan air, maka tanam pohon jalan keluarnya. Begitu juga dengan keinginan untuk mengonsumsi buah dan menikmati cericit burung, maka solusinya juga menanam pohon. Bila hidup kita ingin terus berlanjut, maka pohonlah penyelamatnya.

Memori saya yang lain terkuak, yakni tatkala seorang teman bloger mengomentari tulisan saya di blog ini tentang pelestarian hutan. Singkat kata, ia menyimpulkan anjuran Islam tentang penanaman pohon sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini.

“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.”

(HR. Bukhari dan Ahmad)

Hadis tersebut menegaskan bahwa jika kita menggenggam benih dan besok akan terjadi kiamat, maka tetaplah tanam biji itu. Ini tanda bahwa pepohonan turut membesarkan dan merawat desah napas manusia. Ada pahala besar di balik aktivitas menanam pohon—apa pun jenisnya. Maka reboisasi tak lain adalah jalan ninja seorang muslim sebagai gaya hidup untuk dikonsumsi buahnya dan berbagi dengan makhluk lain.

Pada hadis lain, Nabi Muhammad Saw mengingatkan, “Apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman itu merupakan sedekahnya. Tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman itu kecuali merupakan sedekahnya.” (HR. Muslim).

Sungguh hanya untung yang kita dapat dari menanam pohon, baik yang berbuah maupun tidak. Minimal sebagai langkah penyelamatan spesies kita sendiri. Keuntungan sejati adalah menebar manfaat bagi sesama, seperti burung-burung yang menyebarkan benih ke mana saja.

2 | Beli buku bekas

Langkah sederhana penyelamatan hutan dari ranah keluarga, setidaknya bagi kami di rumah, adalah dengan membeli buku-buku bekas. Selain harganya lebih murah, buku bekas tak perlu menyedot persediaan kayu di hutan untuk dicetak menjadi lembar kertas baru. Beli buku bekas juga lebih cepat dapat tanpa harus pre-order dulu.

Bahkan lambat laun kegemaran pada buku bekas membuat kami mengubahnya sebagai peluang ekonomi. Selama pandemi, kami menerima pesanan buku-buku bekas yang kami dapatkan secara daring. Kami beli dengan harga murah untuk selanjutnya kami jual dengan selisih harga yang lumayan.

Demi mendukung gaya hidup eco-friendly, kemasan paket pun kami gunakan bahan bekas, seperti kalender usang, kardus makanan, atau plastik dari paket yang pernah kami terima dan kami simpan baik-baik. Termasuk struk belanja pun kami manfaatkan sebagai label nama pengirim dan penerima paket. Namun sebisa mungkin, kami selalu memilih opsi tanpa struk–baik saat bertransaksi di minimarket maupun penarikan ATM.

Kemasan paket sering kami bubuhi dengan karya dua anak kami yang memang gemar menggambar. Mereka mendapat uang saku tambahan dari aktivitas menggambar dan pembeli buku puas karena paket terasa personal. Anggap saja ini nilai plus yang unik pelayanan toko kami.

3 | Praktikkan mindful buying

Aksi mudah yang berdampak positif pada kelestarian hutan adalah menerapkan mindful buying. Artinya, sebelum membeli sesuatu, kita terlebih dahulu merenungkan apakah betul-betul membutuhkan benda tersebut atukah sekadar keinginan lantaran tren yang obsesif.

Dalam berpakaian, misalnya, selama ini saya selalu berusaha memanfaatkan baju atau kaus pemberian sponsor dari suatu acara, baik online maupun offline. Selain hemat, cara itu jadi menekan laju sumber daya untuk pembuatan pakaian yang butuh banyak energi.

Manfaatkan yang sudah ada, waspadai obsessive buying. (Foto: dok. pri)

Jika pun harus membeli sesuatu, termasuk baju, coba lakukan riset secara online untuk menemukan brand atau produsen yang memiliki kebijakan pro-lingkungan, terutama penanaman pohon di hutan, untuk setiap item yang terjual. Ini bisa jadi langkah mudah dan praktis untuk berkontribusi pada pelestarian hutan—termasuk reboisasi ada kawasan hutan yang sebelumnya terbakar.

Dengan mindset #UntukmuBumiku, maka setiap tindakan pencegahan dan pelestarian hutan atau lingkungan merupakan ikhtiar nyata dalam upaya penyelamatan kehidupan kita sendiri. Jadi, tanpa memandang usia atau latar belakang keluarga, saatnya kita beraksi nyata—mulai dari keluarga. Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!

Sumber bacaan:

https://www.halodoc.com/artikel/kenali-8-manfaat-cengkih-untuk-kesehatan-tubuh

https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/14/093000069/dampak-kebakaran-hutan-bagi-lingkungan-dan-manusia

https://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/26/17494091/Ini.Manfaat.Sisik.Trenggiling.yang.Diselundupkan.di.Bandara.Soekarno-Hatta

https://nasional.tempo.co/read/1506412/kapolri-luncurkan-aplikasi-asap-digital-nasional-untuk-minimalisir-karhutla

30 Comments

  1. Widih makjleb banget itu pernyataan tentang orang sekarang yang hobi menebang pohon tapi klo parkir nyari tempat teduh. Ini mirip kejadian di lingkunganku

    Jadi, di depan rumahku khan rindang ya, banyak pohon gede dan adem jadinya. Ada beberapa tetangga yang nyinyir katanya jadi banyak sampah. Capek nyapunya tiap hari. Lha yang nyapu kami, kok dia yang capek, kok dia yang rempong. Nah lucunya, anak dia tiap hari mainnya depan rumahku, sekalian neduh. Diapun tiap nunggu ojek, tukang sayur dll, demennya depan rumahku. Geregetan jadinya hahaha

    Bicara karhutla, memang miris banget tiap baca berita kebakaran. Sediiih. Betapa banyak polusinya, begitu banyak yang dirugikan. Semoga ke depannya karhutla tak lagi terjadi. Ayo bergerak bersama, selamatkan bumi

    Like

    1. Itulah, Mbak. Sikap orang kebanyakan kan kontraproduktif, butuh pohon tapi kalau ada yang tumbuh subur bawaannya pengin nebang. Terbukti kan dari pengalaman Mbak Arni. Yuk nanam pohon!

      Like

  2. Nyess banget, bener banget pula sering nebang pohon tapi ironinya selalu cari tempat teduh. Gak bisa dipungkiri sih emang teknologi maju, tapi sekarang banyak mengorbankan alam. Ujung-ujungnya kan manusia juga kena getahnya. Giliran udh kejadian, saling tunjuk :’)

    Liked by 1 person

    1. Betul, Mbak. Akibat keserakahan sebagian orang akhirnya sebagian lain kena dampaknya. Jadi yuk #BersamaBergerakBerdaya ambil bagian walaupun kecil sebagai andil penyelamatan hutan demi masa depan kita!

      Like

  3. Wah keren sekali sudah mengajarkan anak peduli lingkungan sejak dini. Kalau ditempatku pupuk organik pakai kotoran kambing. Kebetulan tetangga ada yg ternak kambing, jadi biasanya aku ambil kotorannya secara gratis, hehe. Tanaman jadi tumbuh subur.

    Banyak bgt manfaat hutan bagi keberlangsungan hidup kita ya. Seharusnya kita bisa menjaganya dengan baik, miris sekali dengan kejadian hutan saat ini.

    Liked by 1 person

    1. Sebenarnya biasa aja, Kak. Setiap keluarga dan sekolah bisa mengajak anak agar sadar tentang lingkungan, terutama keberlangsungan hutan yang kian mengkhawatirkan. Kita boleh manfaatin, tapi tidak kelewat batas. Semoga karhutla menurun dengan meningkatnya kesadaran kita semua ya.

      Like

  4. memang indah betul kalau setiap rumah punya pekarangan hijau yang teduh dan rindang. dimana pepohonan mampu memberikan kesegaran dan ketenangan. Langkah bijak jika pepohonan yang ada disekitar dirawat karena keberadaannya sangat membantu. Bagi diriku yang anak kalimantan, hutan merupakan supermarket dimana disana menyediakan semua kebutuhan pangan

    Like

    1. Itulah, Kak. Asyik kan kalau tiap rumah berusaha menanam tumbuhan hijau sesuai lahan yang tersedia, bahkan di pot pun bisa sebagai ikhtiar menyediakan oksigen. Juga terutama mengajarkan anak tentang pentingnya menjaga alam dan hutan di luar sana. Apalagi Mas yang tinggal di Pontianak kan, tentunya akan sangat terdampak kalau kebakaran terjadi di hutan yang berujung pada menurunnya kualitas kehidupan, termasuk pemenuhan beberapa kebutuhan.

      Like

  5. untuk saya sendiri, mengurangi produk hasil olahan kayu (kertas, tissu, dll) masih sangat sulit..
    tapi setelah membaca artikel ini sepertinya saya ingin mencoba hobi baru yaitu berkebun (memanfaatkan lahan kosong) di rumah 🙂

    Like

    1. Yuk bisa yuk, Kak #BersamaBergerakBerdaya kita pakai tisu yang bisa dicuci juga meminimalkan konsumsi kertas dengan baca buku digital atau beli buku bekas. Semangat berkebun!

      Like

  6. Jadi inget rumah ibuk nih, di halaman rumah ada pohon jambu kluthuk, rambutan, mangga, alpukat, jambu air, duh bikin rindang puol pokoknya. Dari hal-hal kecil ini sebenernya kita udah bantu bikin udara tetep sejuk yah. Yah walo pun di luar sana masih banyak orang-orang nggak bertanggung jawab bahkan dengan sadar merusak hutan. Jadilah karhutla yg masih merajalela nih. Semoga setidaknya kita bisa terapin solusi di atas ya, kak.

    Like

    1. Nah, kerasa banget kan Kak kalau kita rajin menanam dan merawatnya untuk mendukung kebutuhan sehari-hari? Ga cuma rindang tapi juga ada buah untuk dinikmati bersama keluarga sehingga konsumsi dari hutan bisa ditekan. Semoga karhutla terus menurun dan kualitas hidup terus meningkat.

      Like

  7. Terima kasih pengingatnya Kak! Terkadang kita lupa kalau hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, menyediakan sumber air dan pangan, merawat keanekaragaman hayati, mengatur iklim, dan memberikan nilai ekonomi.

    Like

    1. Sepertinya Jakarta butuh banyak pohon. Terlebih di saat sekarang ini, polusi udara yang sudah sangat mengkhawatirkan. Sangat mendambakan ada pohon-pohon besar di sekitar lingkungan rumah Sayangnya keterbatasan lahan, jadilah kami hanya bisa menanam di lahan terbatas. Itupun hanya pohon-pohon kecil.

      Untuk menjaga lingkungan perlu kesadaran dari masing-masing kita ya. Walau terasa berat sekali mengharapkan tetangga kiri kanan mau ikut menjaga lingkungan.

      Akhirnya hanya berharap ada butterfly effect dari setiap kegiatan yang kita lakukan. Setidaknya coba dari diri dan keluarga sendiri dulu 😊

      Like

    2. Yup, saling mengingatkan Kak. Kita sebagai bloger atau penulis bisa menyebarkan kesadaran agar hutan terus memberikan manafaat secara proporsional dengan mengurangi kebakaran, baik pembukaan lahan yang ga bertanggung jawab maupun penebangan dengan dasar keserakahan.

      Like

  8. anak-anaknya keren Mas, dari kecil udah ngerti dan sadar bagiamana pentingnya menjaga lingkungan.
    pohon kers ini paling mudah tumbuh sih ya, di mana-mana bisa tumbuh dan buat sekitarnya jadi sejuk.

    Like

    1. Berusaha mengajak anak-anak untuk sadar lingkungan karena iklim sudah kacau akibat perilaku kita sendiri. Yuk #BersamaBergerakBerdaya selamatkan hutan dari kebakaran!

      Like

  9. Sepakat soal butterfly effect itu. Andai saja orang2 aware bahwa hal kecilpun bisa membantu melestarikan lingkungan. Kadanv banyak orang yang komplain soal masalah lingkungan tapi tidak berkontribusi sama sekali soal melestarikan lingkungan.

    Like

    1. Ya, Kak. Semoga tulisan sederhana ini punya manfaat biar orang tergerak untuk berbuat sekecil apa pun yang memang jelas-jelas berdampak pada keberlangsungan lingkungan/hutan demi masa depan manusia.

      Like

  10. Tulisan yang sangat menggugah dan menarik. Belakangan ini cukup resah dengan Karhutla dan dampaknya terhadap lingkungan. Sedih banget melihat hamparan luas hijau harus hangus dilahap si jago merah 😭

    Terima kasih telah membakar kembali semangat untuk menjaga lingkungan Kak.

    Like

    1. Makasih sudah berkunjung ke sini, Kak. Yuk ajak teman-teman untuk #BersamaBergerakBerdaya selamatkan hutan dari kebakaran yang sangat berbahaya. Hutan hilang, kita juga potensial hilang.

      Like

  11. Senangnya jika kepedulian terhadap alam dan lingkungan ini diterapkan ke diri sendiri dan yang terdekat yaitu keluarga. Memang yah perlu ekstra untuk tetap menumbuhkan kesadaran dan kepedulian ini, walau memang isu ini kalau mau perubahan yg besar2an maka semua pihak diwajibkan untuk kontribusi. Ketika membaca di rumah terdapat banyak tanaman, jd ingat rumah ortu yg suka sekali mengisi pekarangan dengan tanaman, selain buat hiasan bisa juga hasilnya dipanen jadi lebih hemat karenaa menanam sendiri.

    Like

    1. Sebenarnya orang zaman dulu sudah punya sistem ketahanan pangan ya Kak, juga lebih peduli pada lingkungan hidup. Karena sadar saling memengaruhi antara manusia dan alam terutama–apalagi berkaitan dengan manfaat hutan yang banyak, juga potensi kerugian yang ditimbulkan kalau hutan rusak akibat kebakaran.

      Like

  12. Bacaan yang bikin kita ngerasa kayak kita bisa berkontribusi buat bumi. Gimana cara melestarikan hutan emang penting banget, apalagi mengingat betapa pentingnya hutan buat ekosistem kita.

    Suka banget caranya ngasih pemahaman yang jelas tentang dampak positif yang bisa kita buat dengan melestarikan hutan. Rasanya semangat untuk ikutan menjaga alam setelah baca artikel ini. thank you kak.

    Like

    1. Ayo, Kak kita #BersamaBergerakBerdaya berkontribusi dengan cara kita masing-masing untuk Bumi, dimulai dari kepedulian pada hutan agar lestari. Banyk cara bisa kita tempuh, sesderhana membeli buku bekas atau menggunakan lap selain tisu.

      Like

  13. Dari judulnya aja duh udah ngena banget. Relate banget gitu. Depan rumah ada pohon besar dan burung tuh sering banget hinggap disan jd berasa damai banget denger alunanya, pengen coba nanam pohon lagi biar makin banyak burung yg beterbangan di sekitarnya

    Like

    1. Ayo, Kak. Tanam lagi sebanyak pohon yang memungkinkan di lahan yang ada, sebagai perimbangan untuk kawasan hutan yang terus berkurang akibat kebakaran. Ayo #BersamaBergerakBerdaya supaya lebih mudah melangkah!

      Like

  14. Wahhh kebun orang tua ku jadi salah satu yang terkena imbas kebakaran hutan yang dilakukan oleh oknum yang mengelola kebun juga, karena kurangnya penjagaan agar kebakaran tidak meluas jadi membuat kebun-kebun yang berada disekitarnya jadi ikut terbakar juga. Padahal di kebun orang tua saya itu ada banyak sekali jenis tumbuhan dari pohonan tinggi bernama Pohon Sengon, tanaman buah-buahan, dan beberapa sayuran yang dikelola oleh orang tua. Dalam sekejap semuanya hangus menjadi debu. Wahh!

    Like

Tinggalkan jejak