Integritas Tetap di Atas

In looking for people to hire, look for three qualities: integrity, intelligence and energy. And if they don’t have the first, the other two will kill you.

–Warren Buffett

BEBERAPA HARI lalu Mbak Donna Imelda menuliskan kalimat di atas yang dikutip dari seorang filantrop dan investor kaya itu. Tiga sifat tersebut bukan lagi anjuran, melainkan kewajibann bagi kita saat mencari karyawan atau mitra usaha. Soal integritas, saya pernah membahasnya dalam tulisan berjudul Integritas yang Terhempas awal tahun 2016 lalu.

Sudah jelas bahwa integritas menempati posisi puncak dalam menentukan kualitas seseorang. Profesi apa pun, baik pegawai maupun wirausaha, integritas adalah nilai yang mutlak dimiliki. Tanpa integritas, kecerdasan (apa pun pengertiannya) dan energi justru akan menjadi bumerang dalam setiap upaya kita.

Blokir si penyuap!

Dalam buku larisnya berjudul The Millionaire Mind, Thomas J. Stanley menyitir kisah Robert A. Lutz, Vice Chairman General Motors, yang juga pernah menjadi pejabat penting di pabrikan otomotif dunia, seperti BMW, Ford, dan Chrysler. Lutz sempat terlambat lulus SMA, yakni sudah berumur 22 tahun. Namun justru karena tinggal kelas itulah integritasnya turut terbangun.

curbing-corruption
Gambar dipinjam dari richardbistrong.blogspot.co.id

Sewaktu menduduki kepemimpinan strategis, Lutz pernah menolak suap 10 juta dolar dan mem-blacklist perusahaan penyuap itu untuk tidak diajak bekerja sama apa pun di masa mendatang. Itulah bagian dari integritas yang dalam buku Thomas Stanley dimaknai sebagai sifat yang “tak dapat ditawar”. Bayangkan betapa banyaknya uang sepuluh juta dolar pada masa itu, namun Lutz punya nyali untuk mengabaikannya dan sebaliknya menghapus rekam jejak perusahaan yang mencoba menyuap.

Saya jadi teringat pada seorang kawan yang coba disuap dengan dua unit iPhone terbaru agar ia mengambil produk yang diajukan oleh penyuap itu. Sebagai kepala bengkel di pabrikan otomatif terkemuka, ia bisa saja menentukan kebijakan tanpa diketahui. Namun integritasnya terusik sehingga ia tak tergiur dengan iming-iming itu. Keputusannya akan sangat memengaruhi kepuasan pelanggan di tempat ia bekerja. Belum lagi ketidakjujurannya itu akan menghantui selama hidupnya.

Integritas bloger

Bagaimana dengan kalangan bloger? Saya punya pandangan sendiri tentang integritas dalam dunia blogging. Paling tidak ini panduan nilai untuk saya pribadi. Dalam mengelola blog, tak jarang datang tawaran untuk mengunggah artikel pesanan dari agen atau perusahaan tertentu. Bagi saya, uang bukan segalanya. Beberapa kali saya menolak tawaran menampilkan post yang bertentangan dengan nilai yang saya yakini. Padahal imbalannya lebih besar ketimbang artikel lain tentang hal yang saya sukai.

Dalam lomba blog pun demikian, saya tak bisa melibas semua jenis lomba kendati hadiahnya sangat menggiurkan. Ada beberapa merek atau perusahaan yang saya coret dari daftar keikutsertaan kompetisi maupun sponsorship. Selain merek usaha, ada pula jenis produk atau jasa yang juga saya tolak dengan tegas sehingga bisa dipastikan saya tak akan turut meramaikan hajatan mereka.

Memangnya apa ruginya ikut lomba saja, Rud? Oh tentu rugi, sebab dengan berpartisipasi dalam lomba mereka berarti saya ikut memasarkan barang/jasa mereka tanpa saya sadari. Nama mereka kian bersinar di jagat maya, dan itu tentu tidak selarasa dengan nilai yang saya yakini. Biarlah peluang mendapatkan uang melayang, asal tidak ada post yang bertentangan dengan nurani.

integrity
Gambar dari crosswalk.com

Yang bikin hati tak tahan, entahlah kenapa para penyelenggara yang masuk dalam blacklist saya itu hampir selalu menggagas lomba dengan tema menarik dan hadiah yang wah. Tapi apa daya, namanya sudah tak sehati. Biarlah saya relakan ia pergi, hehe….

Dalam dunia blogging, tak jarang saya temui bloger yang bermuka dua. Suatu waktu ia mengecam suatu produk atau departemen pemerintah, lalu di lain hari ia gegap-gempita meramaikan hajatan lomba demi rupiah yang menggugah. Pada satu kesempatan ia menyatakan antilayanan ini dan itu, tapi pada waktu lain ia merayakan kegembiraan bersama mereka.

Boleh-boleh saja begitu, namun bagi saya itu tak elok. Gunakanlah panduan nilai kita secara tegas meskipun tentu tak mudah–apalagi bagi saya yang masih terus belajar melakukannya. Sebab integritas, menurut sebuah kutipan anonim, adalah melakukan hal yang benar meskipun tak seorang pun melihatnya. Dan itu sulit, sungguh tidak mudah. Kita sendiri yang menentukan aturannya, kita sendiri yang tahu kapan kita melanggarnya.

 

 

 

21 Comments

  1. sering ngerasa begitu, lomba blog hadiahnya gede tapi tidak sesuai dengan apa yang saya ketahui dan harapkan. walopun belum tentu menang juga sih hehe

    Like

  2. Untung selama ini masih bisa mengerem diri sendiri.. soalnya blog bagiku memang sekedar hobi belum dijadikan profesi.. pengen sih terjun ke blogger pro.. tapi aku juga belum bisa move on sebagai pekerja kantoran hahaha…

    Like

  3. Wah.. Integritasnya patut diacungi jempol nih, mas.
    Saya sih belum bisa memutuskan mana yang harus saya terima dan saya tolak. Jadi sementara waktu, yang penting cocok, langsung digarap. Tapi semoga suatu saat bisa mengikuti mas Rudi. Bisa menjadi blogger yang berintegritas. 😁

    Salam hangat dari Bondowoso..

    Like

  4. Sampai sekarang niat saya masih sebatas menyalurkan minat, belum terpikir untuk ikut lomba blog. Apalagi nulis hal yang tidak kita inginkan

    Keren nih, ayo pegang terus prinsip kita 🙂

    Like

  5. Kereeeeen. Akhirnya menemukan yang bahas integritas dengan penuturan bahasa sangat tangguh dan ramah di hati. Keren!

    Like

Tinggalkan jejak