Jadi Diri Sendiri Atau Munafik?

Suatu malam saya terkaget-kaget membaca rangkaian status seorang travel blogger di akun Facebook. Selama ini dia dikenal sebagai bloger senior yang mengunggah setiap status secara puitis dan berbeda dari yang lain. Sejumlah teman di FB segera mengomentari status-status yang bernada aneh tersebut. Mereka menduga akun itu baru saja diretas sehingga muncul status tak lazim. Namun pemilik akun langsung menjawab bahwa itu benar dirinya—entah betul-betul dia ataukah seseorang yang menyaru dirinya.

Pada status berikutnya terkuaklah bahwa dia ternyata sengaja merilis status berkata-kata kasar dengan tujuan melihat tanggapan para pembaca atau teman-temannya. Semacam eksperimen sosial yang sering dilakukan di jagat maya. Saya pribadi menduga ulah usilnya merupakan respons terhadap viralnya sikap seorang cucu proklamator yang waktu itu menghebohkan Twitter. Saya sendiri termasuk kudet dan segera melipir untuk mengecek cuitan para warganet di sana.

Tak perlu dipertentangkan

Kata-kata anak yang tengah belajar di luar negeri ini memang terbilang kasar dan mungkin brutal. Perselisihan pendapat bukan larangan, namun ekspresinya tak bisa sembarangan. Mengumpat orang yang berbeda opini dengan bahasa yang kasar jelas bukan pilihan orang bijak. Kesantunan tidak menjamin kebenaran, tapi kebenaran bisa kehabisan energi tanpa ekspresi yang sopan. Tak jarang orang berdalih bahwa lebih baik menjadi diri sendiri daripada bersikap munafik dengan rekayasa bahasa.

Saya jadi pengin berkomentar soal konsep menjadi diri sendiri. Kemunafikan tidak seharusnya dipertentangkan dengan keberanian menjadi diri sendiri. Meletakkan kedua hal itu pada posisi antagonistis seolah-seolah meniadakan kemungkinan merasuknya kemunafikan saat menjadi diri sendiri. Kalimat itu seolah mau bilang: jadi diri sendiri itu bebas meski misalnya harus bersikap kasar. Padahal menjadi diri sendiri dan munafik pun bisa.

Tiga kerangka

Apa pun tafsiran being yourself menurut BBC Mania, menurut saya, jangan sampai menjangkau kebebasan tanpa batas. Setidaknya ada tiga kerangka yang tak boleh kita lepaskan.

Pertama, identitas. Kita mesti ingat siapa diri kita, pada keluarga, suku, dan bangsa yang melahirkan kita, sehingga tetap menampilkan ciri khas yang santun. Keras boleh, kasar jangan. Emosi bisa beragam, tapi ekspresinya layak diperhatikan. Jangan sampai kita menjadi pribadi anonim yang tak terikat pada entitas apa pun yang membentuk identitas kita.

Kedua, konformitas. Kita lahir dan dibesarkan oleh budaya yang dilengkapi oleh nilai-nilai, entah produk hukum dan terutama norma agama. Silakan menjadi diri sendiri selama tidak melanggar tatanan values yang telah ditanamkan oleh perangkat sosial dan agama. Internalisasi nilai yang sudah lama kita lalui mestinya jadi pedoman sebelum bersikap. Timbang-timbang sebelum bernada sumbang!

Ketiga, integritas. Pengertian paling mudah integritas adalah melakukan yang benar dan baik saat tak seorang pun memerhatikan diri kita. Being ourselves means being earnest that also upholds common interest. Integritas berarti jujur, yakni menepati anasir-anasir kebaikan yang terpatri dalam hati. Jujur bukan berarti menumpahkan segala hal tanpa aturan, tetapi tahu diri dan paham bagaimana mewujudkan konformitas.

Jadi diri sendiri berarti tahu diri. Saat hendak mencaci orang, coba ingat-ingat sudah siapkah jika borok kita disingkap. Jadi diri sendiri berarti introspeksi diri. Ketika berniat melecehkan orang lain, coba takar kembali kontribusi kita-sekecil apa pun—terhadap komunitas atau masyarakat luas. Menjadi diri sendiri adalah keberanian menyuarakan kebenaran dengan tetap menjunjung nilai-nilai sehingga kemunafikan bukan lagi persoalan subtansial untuk disematkan.

9 Comments

  1. Duh, abot iki temane hahaha.
    Aku sih kok gak tega ya mau memaki orang lain? Kecuali sudah amat sangat jengkel sekali dan ulah orang yang kumaki sudah tak termaafkan atau terlalu sering dilakukan. Aku orangnya nggak tegaan, memaki atau berkata kasar adalah level tertinggi ekspresi kejengkelanku. Selama ini sih begitu. Sebab aku lebih memilih diam dan pergi kalau misalnya dibuat jengkel orang lain.

    Like

      1. Negeri orang lagi dingin. Haha… Musim semi akan berakhir dan musim dingin akan datang. Cuaca dingin menambah berbagai urusan, antara lain, pakaian jadi lebih tebal, jalan ke toko kelontong di pojok akan kurang nyaman karena menyengatnya hawa dingin (ditambah angin yang kencang), mobil harus dijaga dari karat yang disebabkan garam anti salju di jalan, dan lain-lain.
        Di sisi lain, Alhamdulillah, isteri saya hamil. Sudah 5 bulan, dan in syaa Allah, laki-laki. Hahaha…

        Like

        1. Wah jadi bisa bayangin suasana dingin di sana. Serbasalah dong pakai zat antikarat itu Mas buat mobil.
          Wah, selamat ya Mas. Apakah ini anak kedua? Semoga sehat semua sampai persalinan.

          Like

          1. Aamiin yaa Rabbal’alamiin. Terimakasih, Mas. Alhamdulillah ini anak pertama kami.
            Alhamdulillah juga kami bertemu montir terpercaya di sini. Dia keturunan Palestina yang menikahi orang Indonesia. I feel that my car is in good hands. In syaa Allah.

            Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s