Di penghujung tahun 2012 sebuah lembaga amal mengajak saya untuk mendongeng di depan anak-anak korban gempa di Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan, Bogor. Walau judulnya masih sama-sama di Bogor, rupanya desa tersebut lumayan jauh dari tempat kami tinggal.
Harap maklum karena secara administratif kami tinggal di Kota Bogor sedangkan Cibunian termasuk wilayah kabupaten yang ternyata sangat luas cakupannya. Perlu waktu 2,5 jam untuk sampai di tempat terdampak gempa tersebut.
Meski sudah survei
Kendati sudah ada tim yang melakukan survei ke desa itu, kami tetap mengalami kesulitan untuk sampai ke sana. Selain medan yang cukup sulit—jalan berkelok, berbatu diselingi beraspal, dengan jurang di sisi jalan—areanya terbilang cukup terpencil. Kalau tak salah ingat, desa tersebut tak jauh dari Gunung Salak Endah yang terkenal itu. Naik turun jalan, mendaki dan kadang curam, lumayan mengocok perut….
Kami berkendara dua mobil: satu mobil sewaan yang berjalan di depan beserta satu mobil inventaris lembaga itu yang mengikuti di belakang. Saya menumpang di depan bersama kepala cabang yang mengundang saya. Saya bayangkan perjalanan bisa kami tempuh relatif lebih cepat seandainya ada bantuan teknis mengenai navigasi. Di tengah perjalanan, tak jarang kami berpapasan dengan truk bermuatan berat di jalan yang kecil. Bayangkan bila kami salah jalan, kegiatan memutar mobil pasti akan sangat menyita waktu.

Kala itu saya belum punya ponsel pintar yang dilengkapi Google atau Apple Maps melalui bantuan Internet. Pun juga pak kepala cabang, beliau masih menggunakan ponsel feature phone tanpa aplikasi canggih tersebut. Walhasil, perjalanan melambat karena kami berkomunikasi melalui pesan singkat (sms) atau telepon dengan mobil di belakang.
Karena tak seorang pun kru dibekali ponsel pintar, saya bayangkan mobil inventaris saat itu harusnya dipasangi alat GPS (Global Positioning System) sebagai navigator, sehingga cerita kami bakal jadi lain. Medan yang asing bisa ditaklukkan dengan cepat. Pikiran itu baru terbayang saat ini ketika saya telah pindah ke Lamongan. Di kota kelahiran saya malah buta wilayah karena lebih banyak menghabiskan waktu tinggal di provinsi lain. Saat berniat akan takziah ke rekan bloger yang meninggal tempo hari pun, saya harus mengontak kakak yang tinggal di Gresik yang ternyata tak tahu juga soal wilayah yang saya tanyakan.
Manfaat GPS untuk kemudahan sehari-hari
Kenapa GPS? Bukankah sekarang smartphone sudah dilengkapi dengan teknologi canggih untuk mendeteksi berbagai titik wilayah dengan praktis—bahkan area yang belum kita kenal? Saya tidak memungkiri fakta ini. Beragam aplikasi bahkan sudah diciptakan untuk membantu kita mencari tempat yang kita butuhkan. Namun ada beberapa kelebihan GPS yang dipasang di dashboard mobil dibandingkan aneka jenis maps yang biasa kita gunakan di ponsel pintar kita.
1. Lebih hemat daya
Menurut riset dan percobaan mendalam tim redaksi CARID, ternyata alat GPS yang kita pasang di dashboard sangat tahan lama dalam hal tenaga sehingga tak perlu khawatir kehabisan daya saat kita berkeliling mencari sebuah tempat. Penggunaannya sangat mudah, bisa mengikuti tombol on/off kunci kontak mobil. Cukup colokkan ke lighter dan dudukkan di atas dashboard, maka kita aman!
Bandingkan dengan smartphone yang baterainya bakal cepat habis kalau dipakai bernavigasi. Sambungan ke jaringan Internet secara terus-menerus akan menyebabkan ponsel cepat panas dan baterai lama-lama berkurang dan akhirnya habis.
2. Tak masalah sinyal buruk
Selain daya baterai yang cepat terkuras, penggunaan aplikasi maps pada smartphone juga terkendala hal lain yakni ketersediaan sinyal operator seluler yang kita gunakan. Karena bergantung pada pancaran kekuatan sinyal dari menara seluler, maka di daerah pegunungan seperti Cibunian yanag saya ceritakan di awal bakal miskin sinyal atau bahkan blank. Walhasil, Internet jadi terputus-putus atau bahkan mati total.
Berdasarkan pengalaman saya saat ke Pamijahan, semakin jalan menanjak, semakin langka pula sinyal operator. Satu dua bar paling sudah beruntung. Entahlah apakah layanan 4G yang cepat sudah merambah daerah-daerah perbukitan semacam ini. Berbeda dengan alat GPS tradisional yang menerima informasi dari (minimal tiga) satelit, maka navigasi bisa berjalan lancar dengan catatan kita rajin meng-update peta dalam GPS kita. Apalagi di rute pegunungan, alur-alur kelokan jalan dan posisi ketinggian bisa diketahui melalui GPS ini.
3. Tak perlu koneksi Internet
Salah satu kebiasaan manusia modern adalah mengakses gadget hampir setiap hari. Nah, kebiasaan ini juga menghasilkan masalah yakni problem soal paket data Internet. Semakin lama mengakses sebuah situs atau media sosial, apalagi yang boros data, maka bersiaplah merogoh kocek semakin dalam untuk menyambung jaringan agar Internet jalan terus.
Nah, kelebihan GPS di dahsboard adalah tak perlu adanya koneksi Internet agar ia mampu bekerja. Kita tetap nyaman berkendara tanpa takut tersesat sementara paket data Internet masih aman. Bayangkan bila smartphone kita pakai untuk menavigasi perjalanan sebagai GPS, maka selain boros baterai tentu bakal boros pulsa data kan? Meskipun kita bisa membawa power bank sebagai pemasok daya cadangan, namun terlalu sering mengisi daya ke smartphone akan kurang bagus untuk usia baterai.
4. Lebih detail
Sudah saya singgung di atas bahwa GPS bisa menyajikan data tentang alur kelokan jalan dan altitude atau ketinggian posisi kita. Ini terutama bermanfaat kalau kita menjelajahi daerah yang tinggi yang tak mungkin mengandalkan sinyal Internet.
Bukan hanya itu, untuk keperluan dokumentasi jarak, lokasi, dan data-data lain guna menyusun laporan pengeluaran sepanjang perjalanan, sistem dalam GPS juga menyediakannya yang bisa kita akses nanti setelah perjalanan usai. Tentunya hal ini akan mempermudah para pemilik bisnis untuk memantau armadanya. Adapun orangtua, mereka juga bisa mengecek pola perjalanan anak yang menggunakan kendaraan sendiri.
Bagaimana dengan harga GPS untuk mobil ini? Banyak sekali pilihan kok. Dari kisaran 900ribuan hingga 1,5 jutaan sudah bisa kita andalkan untuk menemani perjalanan agar makin menyenangkan. Sepintas memang terkesan mahal, namun coba hitung empat faktor yang saya sebutkan di atas, maka pengeluaran sebenarnya bisa ditekan. Bila smartphone terus dipakai sepanjang perjalanan, sangat mungkin kinerjanya akan menurun lantaran panas berlebih.
Itu artinya kita mungkin akan lebih sering berganti ponsel dan harus mengeluarkan uang lagi. Belum lagi kerugian nonmateriil. Misalnya saat berkendara mencari alamat, kita ternyata kehabisan paket Internet. Orang yang seharusnya kita temui akhirnya gagal berjumpa. Entah pasangan, keluarga, atau bahkan calon investor untuk usaha kita? Bukankah sayang bila kita melewatkan sebuah peluang hanya karena kehabisan kuota lantaran kita pakai bernavigasi sepanjang jalan? No way!
Karena saya belum punya mobil, jadi nyimak aja, mas. 😀
Jadi nanti kalo sudah punya, tinggal mengaplikasikan. Hehe
LikeLike
Sipa tahu sebentar lagi dapat rezei berupa mobil, Mas. Langsung beli deh GPS-nya! hehe….
LikeLike
Kalau tanpa koneksi internet bisa hemat pulsa nih. Biasanya kemana-mana pakai google map, selain kena pulsa begitu sinyal hilang kesasar euy…
LikeLike
Iya, Mbak. Irit koneksi dan hemat baterai ponsel Mbak. Ga khawatir masuk ke daerah pelosok.
LikeLike
Saya ingat dulu waktu pertama kali dapat tugas kerja ke malang Kabupaten, saya bela-belain beli peta kota malang dan peta Kabupaten Malang agar tidak salah jalan /tersesat. Dulu belum punya ponsel canggih yang ada Gpsnya
LikeLike
Iya, Mbak. Sekarang sudah canggih, tak perlu lagi peta konvensional. Sudah banyak alat yang bisa bantu kita mencari lokasi.
LikeLike