Akhir bulan lalu seorang sahabat di Bogor menyenggol saya di akun Facebook dengan tujuan mengetahui kebenaran sebuah isu yang merebak di Facebook. Status yang saya capture di bawah ini sudah dibagikan oleh entah oleh berapa ratus orang semuanya disertai sentimen negatif. Dia mengontak saya sebab saya kini bermukim di kota tempat isu itu diembuskan.
Jengah membaca redaksi kalimat itu, saya segera mengecek keabsahan berita tersebut melalui bantuan Google karena kasusnya sendiri ternyata sudah berlangsung tiga tahun lalu. Benar bahwa kasus itu terjadi di Kecamatan Sugio, Lamongan tak jauh dari Kecamtan Lamongan. Namun tidak benar bahwa rezim penguasa sekarang ikut terlibat dalam kasus ini. Ini murni kebijakan lokal kepkepala sekolah dan kesalahpahaman yang sudah diluruskan tahun 2015.
Kasus tersebut ternyata diwarnai politik internal yakni guru agama menggalang tanda tangan dari wali murid di atas kertas kosong tanpa kop dan isi dengan tujuan mendirikan madrasah diniyah di SD tersebut yang tidak disetujui oleh kepala sekolah. Konon guru tersebut tergiur bantuan dari pemda hingga miliaran rupiah untuk pendirian madrasah diniyah.
Jadi dalam kasus ini tidak ada intervensi pemerintah, murni problem lokal bahkan personal yang sudah didamaikan. Saya pribadi bukan pendukung Jokowi namun juga bukan pembenci beliau sebagai presiden petahana. Adalah licik menyerangnya dengan kasus lampau yang sama sekali tidak ada hubungannya. Lebih baik mengkritik dengan data melalui buku yang belum lama ini diluncurkan Prabowo, misalnya, walaupun saya juga bukan pendukung beliau.
Inilah pisau ganda media sosial yang sering tidak disadari warganet. Tak sedikit orang begitu mudah tergoda membagikan berita yang dikaitkan isu agama. Segala hal ditarik ke masalah politik bahkan hal-hal yang tak berkaitan dengan pemerintah aktif lantaran kebencian mendalam? Membela dan mempromosikan calon pemimpin tentu boleh belaka, namun tetap kudu menjunjung etika.

Jika isu-isu lampau seperti ini bebas beredar padahal jelas manipulatif, gesekan horisontal sesama rakyat sangat mungkin terjadi. Adakah keuntungan pertikaian sesama warga padahal beberapa negara di belahan dunia lain tengah dilanda konflik dan warganya ingin merdeka?
Semoga BBC Mania turut waspada untuk menyeleksi dan menghambat mana berita yang layak kita bagi.
Ngeri ya, Mas? Sudah sakit akut ini warganet pendukung capres tertentu yang bikin aku males buka Facebook lagi. Orang-orang pakai smartphone ternyata tidak lantas jadi smart pula. Malah begitu mudahnya membagikan false news seperti ini, sampai-sampai hoax pun disebar. Nggak mau percaya media tertentu karena katanya berafiliasi dengan sosok tertentu, tapi berita dari situs abal-abal dipercaya. Kan sakit? 😂
LikeLike
Entahlah mereka ini, kurang kerjaan kali di dunia nyata. Senang kalau terjadi perpecahan.
LikeLike
Balik lagi ke zaman dulu ya, Mas. Devide et impera untuk menghancurkan negeri ini. Warganet kenapa gampang banget tersulut duh duh duh.
LikeLike
Senang rupanya mereka kalau negeri ini terpecah belah demi kepentingan satu pihak.
LikeLike
geregetan hatiku geregetan setiap ada berita2 klaim model begini. Ditambah lagi masih banyak warganet yang nggak kunjung cerdas. Atau sebenarnya mereka mulai sadar tapi nggak mau peduli?
LikeLike
Ada yang terbutakan fanatisme pemimpin jadi malas cari berita pembanding, Mas. Ada juga yang mungkin senang kalau negara kisruh.
LikeLike
Saat mau pilpres ini memang banyak berita gak jelas. Bijak membaca berita di medsos.
LikeLike
Iya, Mas. Berita apa saja dipelintir untuk kepentingan pilpres. Saya juga udah enggan baca yang emosional begitu.
LikeLike
aduh kita juga harus cerdas ya mas, memilah berita yang benar
LikeLike
Benar, Mbak. Jangan mudah terprovokasi berita manipulatif.
LikeLike
Kedua belah pihak punya kesempatan untuk menyebarkan hoax. Sayangnya banyak hoax yang sepertinya masih dipelihara oleh pihak yang berkepentingan.
Media massa mainstream pun mempunyai kesempatan untuk menyebarkan hoax atau sekadar mencari sensasi. Terlepas kasus itu sudah tiga tahun lalu, lihat saja judulnya, terlalu provokatif yang bisa membuat masyarakat berintepretasi sendiri ttg kejadian.
LikeLike