Salah satu aplikasi bercakap-cakap yang paling populer saat ini boleh jadi adalah WhatsApp yang sering kita singkat dengan WA. Aplikasi yang memungkinkan berbagi pesan singkat dalam bentuk teks, audio, foto, dan video ini semakin terkenal setelah diakuisisi oleh Facebook dan menggratiskan biaya berlangganan. Saya pribadi pun sangat diuntungkan dengan kehadiran WA karena grup-grup proyek banyak dibuat di sini, pun juga beredarnya informasi pekerjaan atau lomba menulis.
Lambat laun popularitas WA lantas dimanfaatkan untuk meraup pundi-pundi rezeki, salah satunya lewat kuliah yang kerap disebut kulwap yang biasanya membahas materi tertentu secara mendetail bagi sejumlah orang yang berminat pada bidang itu dan siap membayar biaya kuliah secara daring. Promosi produk atau jasa pun bisa dilakukan lewat WA, baik lewat jalur pribadi maupun di grup terbuka.

Dari sinilah semua berawal. Selain memfasilitasi diraupnya rezeki, menjamurnya grup-grup WA juga berpotensi mengakselerasi peredaran kabar palsu atau hoaks yang berbahaya nyaris tanpa terkendali. Oleh sebab itulah, setiap pengguna WA harus memahami etika saat berkomunikasi menggunakan WhatsApp agar aplikasi canggih ini membawa kebaikan dan keuntungan, bukan sebaliknya memantik permusuhan dan perpecahan.
Perkenalkan diri
Layaknya bertemu langsung dengan lawan bicara, memperkenalkan diri adalah hal primer yang perlu dilakukan oleh pengguna WA, terutama dalam grup yang anggotanya belum saling mengenal. Selain sebagai bentuk keramahan, keuntungan memperkenalkan diri adalah sarana promosi gratis dan efektif kepada seluruh anggota grup tertentu. Sebutkan nama, lokasi tinggal, dan profesi atau pekerjaan untuk memudahkan identifikasi—bahkan jika mungkin sisipkan informasi mengenai minat atau hobi.
Kurangi bercanda
Dari puluhan grup WA yang saya ikuti, ada beberapa grup yang isinya hanya cekakak cekikik. Setiap kali mengaktifkan data untuk mengakses Internet, pesan-pesan yang muncul dalam grup-grup itu tak jauh dari candaan kering dalam bentuk meme jadul dan stiker yang monoton—bahkan sering bernada ‘jorok’. Walhasil, begitu membuka grupnya, saya langsung ‘clear chat’ agar memori ponsel tak boros karena percakapan yang tidak berfaedah. Becanda boleh-boleh saja, tapi ada porsinya. Jika seharian grup hanya diisi gurauan tak penting belaka, lalu apa esensi bergabung dalam sebuah grup?
Jangan menyela
Dalam percakapan pada sebuah grup, biasanya ketika membahas isu penting atau deksripsi proyek tertentu, arus pesan begitu deras mengalir. Setiap orang tampak ingin menyampaikan pendapat dan pandangannya dengan cepat, seolah tak mau didahului orang lain. Si A is typing… begitu biasanya yang tercantum di bagian atas WA. Menuturkan opini atau komentar tentu boleh, dan bahkan bagus agar diskusi berjalan produktif.
Akan tetapi, percakapan dalam sebuah grup menjadi tak nyaman ketika ada peserta yang menyela dengan argumen yang serampangan dan tidak kuat. Ada baiknya dipikirkan dulu sampai matang, barulah komentar dikirimkan. Tak heran jika sesekali seorang admin menutup kolom komentar untuk menghindari serangan chat padahal informasi belum tuntas disampaikan.
Komentar dan lari
Ada pula kasus di mana seseorang melemparkan komentar atau pendapat lalu lari meninggalkan gelanggang. Anggota lain sedang berkutat atau bahkan berdebat a lot tentang komentarnya, orang itu malah bak hilang ditelan bumi. Tak ada komentar lanjutan atau elaborasi pendapat sehingga ambiguitas bisa diperjelas. Mestinya, kalau melempar sebuah komentar haruslah dibarengi dengan penjelasan yang masuk akal mengapa ia berpendapat demikian. Jangan cuma menulis opini lalu lari.
Dibaca tapi tak dijawab
Ini kasus yang sangat sering terjadi, bahkan sempat viral di media sosial. Apa lagi kalau bukan soal dua centang biru. Ikon ini adalah tanda bahwa sebuah pesan telah terkirim dan dibaca oleh penerima. Sungguh senang melihat kenyataan itu. Namun yang menjengkelkan hati, pesan itu tak kunjung dibalas padahal pengirim pesan sangat menantikan respons dalam waktu yang cepat. Hal-hal mendesak seperti tenggat kerja atau tawaran proyek malah diabaikan tanpa jawaban. Belakangan muncul kontroversi seputar dua ikon hitam yang ternyata bisa juga menandakan bahwa sebuah pesan sudah dibaca. Intinya adalah: jika kita telah membaca sebuah pesan, balaslah atau responslah secara proporsional—apalagi jika mengenai pertanyaan mendesak dan penting. Jangan membuat orang galau dan bersuuzan seperti dia yang menggantungkan hatimu tanpa kejelasan, eaaa….
Sisipkan keterangan saat berbagi
Saya paling geram ketika ada anggota dalam grup membagikan informasi—terutama dalam bentuk video—tapi sama sekali tak diikuti atau diawali dengan pengantar atau penjelasan tentang apa yang dibagikannya. Pernah tidak mengalami hal itu? kita penasaran video apa yang dibagikannya tapi si pengirim begitu saja membagikannya, kadang malah sekadar meneruskan (forward) dari grup lainnya. Mengunduh foto atau video tentu butuh paket data, juga koneksi yang mumpuni. Jika tak disertai keterangan tentang apa itu yang dibagikan, anggota lain jadi dirugikan. Belum lagi kalau ternyata isinya berupa hoaks yang mengadu domba.
Saring sebelum bikin pening
Saring sebelum sharing, demikian frasa yang sudah lumrah. Ini berkaitan dengan poin sebelumnya, bahwa kejelian menganalisis sebuah kabar atau informasi dibutuhkan sebelum dibagikan kepada khalayak dalam grup. Tak perlu analisis yang mendalam atau rumit: coba cek kabarnya di Internet, bandingkan sejumlah sumber lalu simpulkan. Kroscek dengan sumber atau teman lain yang kira-kira menguasai informasi itu.
Jika hanya akan memperkeruh persahabatan dalam grup, sebaiknya batalkan. Jangan bagikan kalau informasi tersebut cuma memicu konflik tak perlu. Pertajamlah perasaan mana informasi yang layak kita bagikan dan mana yang sebaiknya kita simpan. Renungkan manfaat dan mudaratnya jika kabar itu disebarkan. Timbang-timbang dahulu sebelum kita akan menyesali masifnya distribusi informasi itu. saringlah sebelum berita itu membuat kepala pening dan orang-orang malah tergerak untuk saling dengki dan mencurigai.
Itulah etika berkomunikasi di WA yang enggak boleh dilupa. Apakah BBC Mania punya banyak grup di aplikasi WhatsApp? Bagaimana pengalaman selama menggunakan WA? Banyak keuntungan atau sebaliknya? Silakan bagikan tips atau kita agar etika berkomunikasi di WA tetap terjaga.
Di grup-grup blogger nih mas, kadang banyak tukang sela hehehehe. Tapi paling aman sih silent reader. Dasarnya saya yang cemen kali ya.
LikeLiked by 1 person
Saya pun lebih sering diam, Mbak. Lebih aman karena takut salah omong. Tapi lihat-lihat juga sih kalau grupnya enak ya saya biasanya ikut aktif tapi tetap berusaha enggak menyela atau nyolot.
LikeLike
Aku seringe curhat ndk grup mas🙈😅 meski kadang unfaedah😅
LikeLike
Gapapa, asal tidak menyakiti anggota lain. Yang penting gembira ria 🙂
LikeLike
kadang2 sebel jg kalau ada yg nyerang personal di grup wa, pdhl itu kan dbaca byk org ya hmmm 🙂
LikeLike
Betul itu, Mas.
LikeLike
Haha saya yang hit and run kayaknya sering deh bukan karena kabur tapi biar pada bahas dulu share opini eh jadi kelupaan haha
LikeLike
Aku juga mungkin pernah ya, makanya sekaligus mengingatkan diri sendiri hehe.
LikeLike
Thanks
LikeLike
Masama.
LikeLike