Pindah ke daerah, apalagi kota kecil seperti Lamongan, saya nyaris yakin bakal jauh dari sejumlah hiburan seperti saat masih tinggal di Bogor. Hiburan yang saya maksud bukan melulu hal-hal fisik seperti mal megah, bioskop keren, atau tempat-tempat kekinian yang sedang marak—tetapi juga aktivitas yang menawarkan pengalaman khusus. Milsanya toko buku yang sering jadi sasaran wisata kami sekeluarga.
Beberapa bulan setelah menetap di tempat baru, toko buku mungil yang berafiliasi dengan Gramedia group ternyata tak sanggung menahan badai kebangkrutan. Gulung tikar jadi jawaban. Gigit jarilah kami dan terpaksa kembali melirik toko daring yang boleh jadi lebih murah namun harus dibebani ongkos kirim. Walau beli buku tak terkendala jarak, namun wisata belanja buku jadi tak bisa lagi kami nikmati.
Bioskop baru
Pendar harapan merekahketika bioskop baru dibuka. Berlokasi tepat di seberang stasiun kota rupanyatak menjamin bioskop meriah. Ketika saya meluncur ke sana untuk menonton filmyang baru dirilis, suasana lengang terpantau di seluruh penjuru mal. Harap maklum,sebelumnya bangunan besar ini adalah Ramayana yang tak sanggup bersaing denganpasar tradisional. Tak ada tenant yang bertahan selain gerai resmikesebelasan Persela dan sebuah kedai bebek bakar.
Lewat eskalator saya akhirnya mencapai lantai tiga tempat bioskop New Star Cineplex berada. Langsung masuk dan beli tiket. Pas pilih tempat duduk sempat kesulitan karena saking banyaknya kursi yang masih kosong. Harganya murah, 25 ribu plus 5 ribu rupiah untuk menebus air mineral yang dijual dalam satu paket. Ini harga weekdays atau hari biasa. Sedangkan akhir pekan tiket mesti dibeli seharga 35 ribu rupiah.
Bioskopnya sendiritentu saja nyaman karena masih baru dan standar kualitas Cineplex group. Pelayananramah dan tak butuh lama saya pun dipersilakan masuk kira-kira pukul 1 siang. BBCMania tahu kan film yang bakal saya tonton hari itu? sesuai judul tulisan ini,saya memang penasaran dengan promosi Wiro Sableng yang sangat gencaroleh Lifelike Pictures. Dukungan Twentieth Century Fox kian membuat film ini berkelassebab digarap dengan QC Hollywod meskipun ditangani oleh awak produksi lokal.

Kurang gendeng
Perlu diketahui saya belumsekali pun membaca buku serial Wiro Sableng yang menjadi rujukan film ini. Sewaktukecil hanya pernah menonton film berjudul sama yang kala itu dimainkan oleh TonyHidayat yang cukup kocak dan ke mana-mana tak pakai sendal, hehe. Lalu versitelevisi pun ditayangkan dengan peran Wiro dipercayakan kepada Ken Ken. Selainingin membandingkan peran keduanya dengan Vino G. Bastian, saya menonton di bioskopsebagai kadeudeuh alias pelipur lara setelah gagal menang lomba di blogMbak Uniek, hehe.
Aksi Vino sudah bagus, namun akan lebih bertenaga seumpama dia punya latar belakang bela diri seperti Iko Uwais misalnya. Dialognya mengalir lancar dan sesekali mengejutkan. Sherina yang saya harapkan bisa menghidupkan film justru canggung tampil sebagai Anggini dan kalah pamor dibanding Putri Rara Murni yang diperankan oleh artis pendatang baru yang juga atlet Taekwondo Aghniny Haque.
Pertempuran di Lembah Tengkorak sebenarnya sangat memukau dan mengesankan dengan gending Sunda yang memikat. Sayang durasinya cepat padahal perkelahian berlangsung hebat. Untunglah ada Ruth Marini yang sukses membawakan sosok Sinto Gendeng. Selain riasan yang sangat natural, Ruth bisa masuk dalam karakter Sinto yang kocak tapi berilmu tinggi. Ruthlah yang menyelamatkan film ini selain tentu saja kehadiran istri Vino yang ternyata memukau sebagai Bidadari Angin Timur walau hanya tampil dalam beberapa adegan.
Meski kurang nendang, saya sudah puas. Minimal lupa sama hasil lomba Mak Uniek, haha, tetep. Enggak ding, memang pengin nonton sekalian merasakan pengalaman di bioskop baru di kota kelahiran tercinta. Karena sekuel berikutnya akan ditangani oleh sutradara lain, besar harapan saya akan ada banyak kejutan selain kemunculan Abimana yang biasanya selalu keren. Mau nonton apa akhir pekan ini, BBC Mania?
Sayang, saya belum nonton.
LikeLike
Lumayan buat hiburan, Mas.
LikeLike
Sedih ya toko buku gulung tikar. Alangkah bagusnya Mas Rudi membudayakan belanja buku sebagai wisata. Semoga anak-anak kita menjadi pembaca buku yang luas wawasannya.
LikeLike
Sangat sedih, Mas. Karena boleh dibilang hiburan lain tak banyak tersedia di kota kecil kami. Kalau Mas di kota mana?
LikeLike
Di Indonesia saya tinggal di Jaksel. Toko buku tak sulit untuk dicari. Ada Gramedia, dan ada juga beberapa toko buku asing yang bisa dijangkau dengan jalan kaki (walau agak olah raga hehe…).
Kalau sekarang di Buffalo, Negara Bagian New York. Kami tinggal dekat kampus, perpustakaan dan toko buku bisa dicapai dengan mudah. Kadang ada pagelaran di kampus yang bisa kami hadiri.
Ada juga beberapa bioskop yang bisa dituju. Yang pertama, bioskop AMC yang tayangannya komersil, dan yang kedua, Dipson, bioskop independen yang menayangkan film-film yang lebih berseni.
LikeLike
Aku blm nonton dan entah masih suka Wiro Sableng yang dulu. Ingatannya masih terlalu kuat
LikeLike
Ya gitu deh, penggarapan filmnya memang keren, tapi belum sempurna.
LikeLike
Saya gak sempet nonton hiks hiks hiks
LikeLike
Tenang, tar juga paling diputar di tipi.
LikeLike