Banjir Tak Terduga, Air Menggenang Semena-mena

Sejak tinggal di Lamongan sampai umur 18 tahun, tak sekali pun saya menemui musibah banjir yang menyambangi desa kami. Lamongan memang kabupaten yang sangat luas, mungkin mirip Bogor, sehingga topologi tanah sangat beragam yang menyebabkan terjadinya kelainan seperti kebanjiran.

Pernah kudengar dari salah seorang budhe tentang tragedi banjir yang cukup besar sewaktu aku masih kana-kanak. Orang-orang dari wilayah utara berbondong-bondong mengungsi ke kampung atau kecamatan kami. Saat itulah mendiang ayah konon menciptakan syair yang ia kumandangkan sendiri.

Kejadian ini menegaskan dua hal. Pertama, kampung kami memang lebih tinggi sehingga pantaslah tidak pernah kebanjiran. Jika kampung kamu terkena banjir, entah bagaimana wilayah utara–mungkin ibarat danau buatan. Kejadian di atas juga seolah mengonfirmasi kegemaran saya menulis puisi yang bisa saja saya warisi dari mendiang ayah yang menyukai tulisan berseni.

Evakuasi menuju tempat mengungsi, banjir bikin semangat!

Sejak pindah dan menetap di Lamongan, banjir memang mengancam. Tentulah itu di luar prediksi kami. Kami sengaja memilih rumah di tengah kota agar akses cepat. Bukan cuma kecepatan akses Internet yang kami andalkan untuk bekerja, tetapi juga akses transportasi menuju tempat umum seperti stasiun untuk bepergian dengan mudah ke luar kota.

Rupanya Lamongan wilayah kota sering dikepung banjir. Sebagian warganya bahkan sudah terbiasa. Tentu tidak bagi kami karena kami warga baru dan mengingat bahwa pasti ada yang bisa dilakukan untuk mengatasinya alih-alih sekadar menerimanya sebagai takdir tak terelakkan lantara rendahnya lokasi atau anomali cuaca.

Tak bisa cuma berdoa dan menerima sebab pasti ada kesalahan dari sisi manusia. Banyak yang bisa dikerjakan jika mau bekerja sama. Sayangnya kadang dalam perumahan ada saja yang tidak mau kompak, entah karena alasan apa. Yang jelas, solusi itu ada kalau ia diupayakan untuk dicari. Kecuali kalau kita tak mau.

Syukur alhamdulillah, kami kini mengungsi ke rumah adik yang ada di Sukodadi. Bisa ketemu ibu, beliau senang sekali. Tetapi juga prihatin lantaran musibah yang menimpa kami. Buku-buku masih teronggok di rak atas, kulkas tak tahu bagaimana kabarnya karena kemarin air terus naik ke dapur dari arah kamar mandi. Belum lagi kasur yang tidak berdipan–moda favorit bagi warga sini mengingat bisa lebih sejuk saat tidur dekat dengan lantai.

Hari ini kami akan kembali ke perumahan untuk mengecek situasi. Merapikan apa yang bisa dirapikan atau dibawa ke rumah ibu. Sambil membawa amanah berupa nasi bungkus dari beberapa teman baik hati. Alhamdulillah ada 50 nasi yang rencananya kami bawa nanti pas makan siang. Saat kami menyusuri jalan dari rumah ke pos satpam kemarin, semua keluarga terdampak.

Makan sulit tentu saja karena masak di dapur yang terendam sungguh tak nyaman, bahkan menyedihkan. Bau pesing ini dan itu menyengat, tak ideal untuk memasak kudapan buat keluarga. Alangkah gembiranya jika mereka nanti menerima nasi dan lauk siap santap–tanpa harus mengolahnya terlebih dahulu.

Cukup segini cerita saya tentang banjir pertama, yang sungguh di luar prediksi atau dugaan. Bagi teman-teman di wilayah lain yang sudah langganan kena banir, mungkin kisah ini biasa atau malah terkesan lebay. Namun bagi saya ini penting, bukan hanya agar ada solusi yang digagas untuk mengurangi atau menghilangkan banjir, tetapi juga sebagai bahan blog post organik sebagai selingan buat posting berbayar nanti, hehe.

Selamat hari Senin, tetap di rumah saja ya BBC Mania, jangan ke mana-mana selagi tak ada kepentingan mendesak. Semoga wabah corona segera musnah, asal kita kompak, dan banjir di mana pun segera surut–terutama air mata mereka yang menderita akibat tragedi hidup atau akibat dizalimi. Semogalah Allah mengijabah doa kita dan menganugerahi jalan terbaik yang tak pernah kita sangka.

5 Comments

  1. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan Mas Rudi untuk pulih dari musibah banjir ini. Semoga senantiasa Allah menjauhkan dan menyelamatkan Mas Rudi sekeluarga dari berbagai musibah di masa yang akan datang. Aaamiin yaa Rabbal’alamiin.

    Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s