Banjir Hari Ke-2: Evakuasi dan Distribusi Nasi

Hari Senin, 13 April 2020, kami kembali ke rumah yang kebanjiran untuk mengevakuasi barang dan motor. Agenda lainnya tak kalah penting: distribusi nasi bungkus untuk teman-teman dan tetangga yang tak mengungsi. Mereka tak mengungsi sebab tak punya tempat lain atau semata-mata ingin bertahan untuk menjaga barang.

Hari Minggu malam atau sehari sebelumnya, tepat setelah kami mengungsi ke rumah ibu, seorang sahabat bloger menawarkan pekerjaan di media sosial. Tentu saya sambut dengan gembira. Dari redaksi kalimatnya tersirat simpati terhadap banjir yang tengah melanda kami. Itulah salah satu motifnya menawarkan pekerjaan itu.

Langsung ditransfer

Saya terima tawarannya sebab kebetulan saya telah belasan tahun menggunakan produk yang ia tawarkan. Tugasnya pun mudah dan saya punya bahannya, jadi tak ada alasan menolaknya. Apalagi ada iming-iming kompensasi atas pekerjaan itu. Di luar dugaan, teman bloger ini langsung mentransfer bayaran bahkan sebelum saya penuhi.

Yang lebih menyenangkan, ia berkenan menambahkan nominalnya ketika tahu bahwa fee pekerjaan tersebut akan saya pergunakan untuk membeli nasi bungkus buat tetangga yang terdampak banjir. Jadi ia titip sejumlah dana sebagai bentuk donasi melalui saya. Alhamdulillah. Minggu malam pula saya segera meminta bantuan adik untuk memesankan nasi bungkus senilai uang yang masuk, total nominal fee dan donasi teman bloger tadi.

Adik pun bergegas memesan dan, sungguh di luar dugaan, ia turut menambah donasi sehingga total nasi yang terkumpul mencapai 50 bungkus dari yang sebelumnya hanya 30 bungkus. Tak hentinya saya bersyukur atas kepercayaan dan anugerah ini. Terbayang wajah-wajah ceria saat menerima nasi siap santap di tengah kepungan banjir yang melumpuhkan aktivitas normal salah satunya memasak.

Total 50 bungkus

Senin bakda Zuhur saya meluncur bersama istri dengan membawa container besar berisi nasi. Container ini nantinya bisa kami manfaatkan untuk mengangkut baju dan buku yang masih ada. Container kami pilih lantaran ukurannya besar dan karena ia berbahan plastik solid maka ia mengapung di atas air sehingga kami cukup mendorongnya tanpa harus mengangkat atau memanggulnya.

Berbagi nasi sekaligus evakuasi

Tiba di sana langsung turun dan meluncur melalui genangan air. Satu per satu nasi bungkus berpindah tangan. Tentu saja kami utamakan tetangga satu blok yang masih bertahan. Sayang sekali mereka membuat posko yang menyebabkan mereka harus berkerumun untuk memasak dan makan bersama. Ini tidak kondusif dengan wabah yang tengah mendera yang menuntut physical distancing.

Beres berbagi nasi dan evakuasi barang, kami bergerak perumahan sebelah yang tak kebanjiran. Di sana sudah menanti seorang sahabat yang ingin mengungsi tapi tak punya tempat tujuan. Selama dua hari mereka terpaksa tinggal di penginapan tak jauh dari Masjid Namira karena tak mungkin menjangkau keluarga yang cukup jauh domisilinya. Daripada membuang uang untuk menginap, lebih baik cari tempat gratis untuk mengungsi. Begitulah yang saya pikirkan.

Saya lantas mengusulkan mereka pindah ke Omah Ngaji yang dibawahi NBC, Nasi Bungkus Community. Saya terbiasa mendongeng di sana dua pekan sekali sehingga mengenal pemiliknya dengan baik. Boleh dibilang cukup dekat karena setiap Jumat pagi selalu bertemu untuk membagikan nasi. Gayung ternyata bersambut, pemilik rumah mengizinkan agar Omah Ngaji yang kebetulan vakum selama wabah bisa disulap menjadi tempat tinggal sementara.

Omah Ngaji dan energi berbagi

Omah Ngaji memang tidak besar, tapi bangunannya terpisah dari pemilik rumah. Bangunan permanen ini sengaja diserahkan pada NBC untuk dimanfaatkan sebagai tempat mengaji, berharap menjadi ladang jariah nantinya, bagi mereka dan kedua orangtua. Walau tak besar, bangunannya kokoh dan nyaman. Selain punya kamar mandi khusus, ia juga dilengkapi dengan alat pendingin ruangan alias AC dan kipas angin. Bahkan dindingnya telah dipasangi wallpaper menarik.

Singkat kata, selepas Asar kami bertemu di sana. Saya pertemukan teman yang kebanjiran dengan pemilik rumah yang menghibahkan Omah Ngaji. Mereka berkenalan dan bercakap dengan gayeng. Setelah mengangsurkan nasi bungkus untuk teman itu, kami pamit. Tak terasa senja merambat. Kami menempuh jalan raya yang bebas banjir, padahal biasanya lewat jalur dalam dan keluar di kampus Unisda Lamongan.

Cerita biasa tentang orang biasa, tapi butuh pemahaman yang tak biasa untuk mencerna musibah ini. Tentang banjir yang datang tiba-tiba, tentang tetangga yang bertahan dengan alasan masing-masing, juga tentang kesudian teman lain untuk menyediakan sebagian rumahnya untuk mengungsi. Semuanya meninggalkan pelajaran. Bahwa kita semua terkoneksi, bahwa kita tak bisa berdiri sendiri. Bahwa egoisme dan individualisme mungkin sepintas tampak menyenangkan tetapi lambat laun akan sangat menghancurkan.

18 Comments

  1. Bahwa kita semua terkoneksi, bahwa kita tak bisa berdiri sendiri. Bahwa egoisme dan individualisme mungkin sepintas tampak menyenangkan tetapi lambat laun akan sangat menghancurkan.. *naudzubillah.. smg kita sentiasa dijauhkan dari sifat yg bisa “menghancurkan” yaa Mas..
    – Turut prihatin sedalam2nya.. smg semua segera kembali normal dan turun pertolongan Allah.. Aamiin..

    Like

    1. Terima kasih atas kepedulian dan dukungan Mbak Mita ya, semoga kebaikan Mbak dibalas sama Allah. Di tengah wabah corona, ada musibah banjir yang melanda. Syukurlah masih banyak orang baik, alahamdulilaah….

      Like

      1. Kok mas bisa tahu namanya mita, kan bisa aja.. dwi, sari.. becanda mas..

        Mas keren pokoknya

        Like

  2. masyaa Allooh ditengah-tengah keadaan yang terbatas masih bisa melahirkan karya yang bagus. Barookallahu fiik Mas Rudi. semoga Allooh segera memberi kita keadaan lebih baik lagi kedepan aamiin

    Like

    1. Terima kasih sudah berkunjung dan turut mendoakan ya. Berbuat sederhana sesuai yang kita bisa, semoga ada manfaatnya dan jadi amal berpahala. Semoga Allah juga memudahkan segala urusan Rachda….

      Like

  3. Keren kang. Berbagi akan mengayakan, minimal kaya perasan senang, gembira dan plong di dada. Perasaan itu semua akan semakin membuat sehat dan meningkatkan imun tubuh.
    Saya pengen berbagi juga, mohon nomor rekening bank untuk saya transfer uang. Japri saja ke alris587 et gmail dot kom.

    Like

  4. Ya Allah, aku baru tahu kalau lamongan banjir begini. selain social distancing, juga meminimalkan melihat TV, kecuali lihat film utk hiburan. di WAG SMA juga gak ada yg bahas ttg adanya banjir ini.

    Turut prihatin ya mas, semoga banjirnya lekas surut, semuanya diberikan perlindungan dan pertolongan utk semangat dan kuat.

    Like

    1. Iya, Mbak. Memang tak terduga. Tahun lalu mentok di jalan aja, itu pun tak sampai tinggi. Tahun ini jalanan tergenang setinggi lutut orang dewasa. Alhamdulillah sekarang sudah surut walaupun masih waswas kalau ada geluduk dan hujan agak deras. Terima kasih ya.

      Like

Tinggalkan jejak