Pandemi membawa masalah tersendiri bagi manusia masa kini. Mulai dari cara mencari rezeki, belajar, hingga berinteraksi terpaksa mengalami perubahan atau adaptasi. Penyesuaian dilakukan untuk mencegah penularan virus yang belum juga terkendali. Khusus untuk pelajar, belajar di rumah atau lazim dikenal dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) tak jarang menghadirkan drama karena berbagai alasan, terutama bagi orangtua.
Sebagaimana kita ketahui, kondisi terkini belum memungkinkan bagi anak-anak untuk belajar di sekolah melalui PTM atau Pembelajaran Tatap Muka. Maka dari itu, pembelajaran jarak jauh masih menjadi pilihan masuk akal sampai pandemi benar-benar usai. Kendati program vaksinasi mengalami percepatan, tapi pemerintah tak ingin mengambil risiko jika anak-anak tertular sebab angka kejadian Covid-19 masih cukup tinggi.

Orangtua harus mencari siasat atau merumuskan kiat agar drama antara anak dan orangtua tidak berlanjut yang menggangu konsentrasi anak sekaligus berpotensi merusak emosi orangtua yang masih harus memutar otak untuk mencari pemasukan selama pandemi dengan berbagai keterbatasan. Beberapa cara berikut dapat dicoba untuk mengikis kendala yang biasa terjadi selama PJJ di rumah. Jika ortu dan anak bisa bekerja sama dengan baik, keluarga jempolan bisa terlahir dan produktif untuk semua.
1 | Koneksi sebelum koreksi
Para ahli atau parenting coach sering mengingatkan agar orangtua lebih dahulu membangun keterikatan jiwa dengan anak sebelum gencar memberikan kritik atau koreksi atas hal-hal yang belum sesuai harapan. Bagaimana membangun koneksi dengan anak agar ada kaitan secara emosional?
Pertama, berikan pelukan. Memeluk anak, apalagi yang sudah remaja, kerap menjadi tantangan tersendiri. Selain anak kadang merasa malu, orangtua, terutama ayah, tak jarang juga merasa canggung dengan ekspresi sayang melalui pelukan. Padahal pelukan bisa merefleksikan bentuk pujian sebagaimana dianjurkan oleh Profesor Marie Hughes dari Universitas New Mexico. Tanpa banyak percakapan, pelukan bisa menularkan kebahagiaan dan optimisme.
Kedua, suntikkan harga diri yang tinggi. Adalah Stanley Coopersmith, seorang pembantu profesor bidang psikologi di Kampus Davis Unversity of California, yang mengadakan penelitian tentang satu faktor yang agaknya dimiliki oleh semua pria dan wanita yang paling sukses. Hal yang dimaksud adalah: “harga diri tinggi”. Coopersmith meneliti1.748 anak laki-laki normal dari kalangan menengah beserta keluarganya selama enam tahun.
Dia menyimpulkan bahwa anak yang akhirnya sukses dan percaya diri ternyata lahir dari keluarga yang penuh kasih sayang, salah satunya berkat pelukan. Keluarga anak yang sukses juga tidak terlalu longgar atau serbamembolehkan bagi anaknya. Yang tak kalah penting adalah keluarga tersebut diliputi sikap demokratis yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan sang anak.
Salah satu cara kami membangun koneksi dengan anak-anak adalah dengan mengadakan cerdas cermat secara terbuka dan penuh canda. Siapa pun bisa melontarkan pertanyaan berdasarkan buku pilihan di rumah, dan peserta dengan nilai tertinggi akan mendapat penghargaan–sesuai kesepakatan.
2 | Biarkan kebosanan
Dalam buku berjudul The Conquest of Happiness, Bertrand Russel yang dikenal sebagai filsuf dan kritikus sosial asal Inggris, pernah menyatakan bahwa, “Generasi yang tidak sanggup menahan kebosanan akan menjadi generasi yang kerdil, yakni manusia yanag setiap impuls vitalnya perlahan-lahan layu, seperti bunga yang tangkainya dipotong di dalam sebuah vas.”
Jadi biarkanlah anak menikmati kebosanan sebab kebosanan akan menuntun mereka pada eksplorasi pada hal-hal tak terbayangkan. Jika anak selalu disuruh untuk mengerjakan sesuatu ketika mereka terlihat bosan, niscaya mereka akan makin malas. Berbeda jika anak dibiarkan ‘tenggelam’ dalam kebosanan, lama-lama mereka akan berpikir dan mulai melakukan hal-hal lain yang lebih berguna.
Kebosanan adalah saat santai ketika anak-anak bebas dari tekanan. Jika orang dewasa selalu merampas kebebasan itu, maka spontanitas alami mereka akan hilang. Kebosanan justru mampu mendorong mereka untuk mempertanyakan hal-hal penting untuk mengenal diri mereka sendiri.
3 | Sepakati screen time
Anak generasi Z sangat akrab dengan teknologi, maka tak heran jika gawai nyaris sulit dilepaskan dari tangan mereka. Sebagai digital natives, sulit memang melarang mereka mengakses Internet menggunakan gadget. Yang bisa kita lakukan adalah membuat kesepakatan tentang kapan saja waktu yang boleh dipakai untuk menggunakan gawai (screen time). Dengan menyepakati screen time, anak-anak bisa belajar tentang disiplin dan komitmen.
4 | Online class
Jika tak memungkinkan mendampingi anak belajar, karena keterbatasan waktu dan terutama akibat pengetahuan yang tidak mumpuni, tak ada salahnya orangtua mencarikan kelas online untuk anak-anak. Bukan hanya mendapat wadah yang baru, mereka juga akan lebih bersemangat dengan presentasi materi yang kebanyakan disajikan dalam bentuk video atraktif dan bahkan interaktif. Online class bisa menjadi variasi dari tugas sekolah yang mungkin menjemukan.
5 | Jaringan Internet memadai
Sediakan koneksi Internet yang bagus untuk mendukung belajar anak selama PJJ di rumah. Jaringan yang lemot bisa merepotkan dan membuat anak sebal. Jika kondisi demikian dibiarkan berlarut-larut, konsentrasi anak bisa buyar dan semangat belajar jadi luntur. Internet bisa menjadi sumber pembelajaran yang kaya, lebih-lebih kanal-kanal tertentu di Youtube. Yang penting anak diberi arahan dan pendampingan, bukan semerta-merta dilarang tanpa alasan.
6 | Tempat belajar yang nyaman

Tempat belajar yang nyaman menentukan keasyikan belajar anak-anak. Meja Belajar Minimalis bisa dilirik sebagai pilihan ideal karena tampilan sederhana dengan desain memikat akan membuat kegiatan belajar berjalan lancar tanpa disrupsi. Misalnya Seri Kozu yang menghadirkan tampilan Japandi (Jepang-Skandinavia) dengan bahan yang berkualitas. Dengan kombinasi logam dan kayu, meja kerja yang juga difungsikan sebagai meja belajar ini terdiri dari 1 meja dengan rak 4 susun, dijamin bikin belajar anak nyaman dan betah.
7 | Kurangi tekanan kompetisi
Tekanan kompetisi yang ditunjukkan oleh orangtua dalam kehidupan sehari-hari bisa memancing anak untuk bersikap serupa. Kompetisi memang ada untungnya, tapi tidak harus selalu dikejar. Apalagi kini kita berada di era kolaborasi, bukan semata-mata bersaing dalam prestasi. Hindari menuntut anak terlalu besar dalam pencapaian akademik di sekolah atau kemampuan kognitif. Hargai setiap keberhasilan anak bahkan hal yang sangat sepele.
8 | Selingan hobi
Berikan kesempatan bagi anak untuk menggeluti hobi atau minat yang mereka sukai. Menggambar atau mewarnai, bahkan bermain online games, punya manfaat tersendiri. Menyelingi belajar dengan hobi bisa menciptakan jeda yang sangat bermanfaat bagi pikiran anak-anak. Bisa meredakan stres dan mereka merasa dihargai. Mereka dapat memperoleh energi baru sebagai bekal mengerjakan soal atau tugas sekolah selama PJJ.
9 | Berkebun

Jangan lupakan berkebun, yakni kegiatan menanam apa pun di depan rumah. Jika tak ada tanah lapang, teras mungil pun bisa ditanami. Bahkan pot-pot kecil bisa kita sulap menjadi media tanam yang menyenangkan. Selain membangun bonding dengan anak, berkebun akan mengajarkan mereka tentang kesabaran dan cinta lingkungan.
Yakinlah bahwa pandemi juga punya sisi positif yang bisa kita syukuri. Kita bisa lebih banyak menghabiskan waktu besama anak-anak saat mereka ikut PJJ di rumah. Dengan banyak mengucapkan doa yang tulus baik untuk diri sendiri maupun orang lain, kita berharap wabah ini cepat pergi dan PJJ beralih ke pembelajaran normal di dalam kelas untuk menjaga keseimbangan belajar mereka.