Kita Terkoneksi dan Bisa Berkontribusi

Masih ingatkah BBC Mania pada kasus seorang nenek pencuri singkong karena kelaparan yang kemudian disidangkan dan beredar luas di jagat maya? Disebutkan dalam berita bahwa hakim dalam persidangan akhirnya membebaskan sang nenek dan sebaliknya mengenakan denda kepada para hadirin yang mengikuti persidangan sebagai sanksi karena tidak peduli terhadap seorang anggota masyarakat yang kelaparan, yakni si nenek malang itu.

Meskipun keabsahan berita itu diragukan, tetapi pelajaran penting yang bisa dipetik adalah tentang kepedulian sosial yang sangat relevan sebab tampaknya kian tergerus oleh arus globalisasi yang ambivalens. Kecanggihan teknologi membuat orang semakin dekat dan bebas berinteraksi nyaris ‘tanpa’ batas ruang dan waktu. Komunikasi berjalan sangat cepat, lewat grup-grup WA misalnya, yang menyebabkan kita terus berkutat pada smartphone dan tak afdal jika tak mengakses WA sedetik pun.  

Meninggal karena donat

Kasus lain tentang pencurian makanan terjadi pada bulan Maret tahun 2018 di Jakarta. Berdasarkan berita di Detik, seorang pria memutuskan terjun ke Kali Cengkareng dan menghilang ditelan derasnya arus sungai, lalu ditemukan beberapa hari kemudian sudah dalam kondisi tak bernyawa. Nasib nahas itu adalah buntut dari ketakutan dikejar dan dihamiki massa setelah dirinya didapati mencuri donat entah berapa buah.

Dari pulau seberang, tepatnya di Riau, seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah terancam dikeluarkan lantaran mencuri dua buah donat karena merasa lapar. Ibunya menuturkan bahwa di rumah tak ada yang dimakan sementara anaknya lapar. Entah bagaimana akhir kasus pada Oktober 2017 itu, yang jelas telah menambah daftar keprihatinan kita tentang tragedi sosial yang semestinya menjadi cambuk bagi kita semua yang selama ini mengaku setia kawan dan menjunjung tinggi solidaritas sebagai bangsa timur yang saling menyayangi.

Kita semua terhubung dan saling memengaruhi. (Foto: networkwolrd dotcom)

Saya teringat pada maklumat Pak RT dalam sinetron Para Pencari Tuhan besutan Deddy Mizwar yang mengancam seluruh warganya kalau sampai ada warga lain yang menderita kelaparan tapi tidak ketahuan. Saya pikir ini adalah terjemahan bebas dari hadis Nabi yang melarang kaum muslim tertidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya merintih kelaparan. Bayangkan jika ada dua tetangga yang sama-sama sakit perut: satu karena kekenyangan sementara satu lagi akibat kelaparan. Sungguh mengerikan jika hal itu terjadi!

Tak ada alasan untuk tidak mengulurkan tangan kepada orang yang membutuhkan. Kalau harus mebuat pernyataan secara terbuka, semua orang mungkin akan memilih mengaku sebagai orang yang kekurangan dan oleh karena itu belum bisa meringankan beban orang lain. Adalah alami jika kita terus merasa kekurangan bahkan saat kita sudah cukup lantaran terlalu fokus pada pencapaian dan keunggulan orang lain—secara materiil.

Justru saat kekurangan

Bukankah Nabi mengingatkan bahwa sedekah terbaik adalah sedekah di saat kita takut kemiskinan? Maka saya pernah menulis tentang perlunya mengoreksi kesalahkaprahan frasa keluasan rezeki yang selama ini harusnya diganti keluasan hati. Saya ingin mengatakan bahwa kita semua terkoneksi satu sama lain. Setiap orang punya peran dan bisa berkontribusi kepada kemajuan atau kemunduran masyarakat—tergantung opsi mana yang ia pilih.

Indonesia Strong from Home yang digagas Ayah Edy adalah upaya sangat positif agar setiap keluarga melahirkan pribadi terbaik yang siap menjadi berkah dan lentera bagi lingkungan sekitar dalam pengertian seluas-luasnya. Jika keluarga beres, maka masyarakat beres. Kalau sejumlah keluarga beres, lalu keluarga lain berantakan, sangat mungkin yang baik terdampak oleh yang buruk. Semua punya potensi untuk memberikan sumbangsih sekecil apa pun demi memuliakan manusia lain lewat pengorbanan.

Itulah yang ingin saya ingatkan kepada publik seandainya suatu hari berkesempatan mengunjungi suatu daerah yang belum saya singgahi. Bahwa kita hidup dalam ruang gerak yang sama dan oleh karena itu punya peluang untuk saling menguatkan atau menghancurkan. Bantuan seremeh sebungkus nasi pun akan sangat besar manfaatnya. Akhirnya, pertanyaannya bukan tentang siapa kita, melainkan apa yang bisa kitaa berikan.

2 Comments

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s