Pengalaman Menjadi Juri Lomba Blog Berhadiah Belasan Juta Rupiah

Menjadi peserta lomba blog entah sudah berapa kali saya lalui. Frekuensi kekalahan, jika ditimbang, lebih banyak ketimbang momen kemenangan. Menang lomba memang menyenangkan, tapi sayang kenyataan sering kali berbeda dari harapan. Dari sanalah akhirnya muncul keinginan menjadi penilai atas tulisan yang dilombakan. Bagaimana ya rasanya berada di balik meja untuk membubuhkan nilai yang akhirnya menentukan siapa yang menang dan siapa yang tersisih?

Keinginan menjadi juri lomba blog akhirnya terwujud tahun 2013. Saya diminta Muna Sungkar, yang kini masih aktif ngeblog di momtraveler.com, untuk menjadi juri pada giveaway pertama sebagai rasa syukur sekaligus perayaan ulang tahunnya ke-30. Saya tentu saja mengiyakan lantaran sudah ngebet pengin bikin penilaian. Capek juga ikut lomba tapi kalah terus, Bosqu! Saatnya membalas dendam cari penyegaran dengan berganti peran, haha….

Peserta tanpa nama

Lomba yang berlangsung selama sebulan akhirnya berakhir. Saya baca sekitar 40 blog post yang ditulis dengan tema “Blessing in Disguise”. Atas nama objektivitas, saya meminta Muna agar mengirimkan data berupa tulisan dalam file Microsoft Word alih-alih tautan tulisan.

Di antara peserta, saya yakin ada nama-nama yang sudah saya kenal. Penghapusan nama bloger dan identitas blog akan membantu saya untuk melakukan penjurian dengan lebih bening dan cepat. Betul, tanpa loading blog akibat pernak-pernik yang waktu itu masih populer, pekerjaan saya jelas lebih efektif. Penyelenggara puas, saya pun (menerima imbalan dengan) ikhlas. 😀

Menjuri lomba dengan sponsor besar

Ternyata menilai tulisan para peserta lomba blog sangat mengasyikkan. Saya akui saya jadi menikmati kegiatan baru ini. Ada tantangan dan kegembiraan tersendiri untuk menyeleksi puluhan bahkan ratusan tulisan untuk diloloskan sebagai pemenang sesuai kriteria penilaian. Ketika menuntaskan pekerjaan, muncul kepuasan karena daftar pemenang menjadi representasi kerja keras sepenuh hati.

Tanpa saya sadari menjadi juri lomba ternyata menyuguhkan pelajaran sangat berarti. Hal ini terjadi saat saya mendapat kesempatan menjadi juri pada tahun 2017 silam. Saat itu sebuah komunitas mengontak saya dengan tawaran menjadi juri lomba blog yang berbeda. Saya sebut berbeda karena kali ini lomba disponsori oleh salah satu operator seluler terkemuda di Indonesia.

Tak heran jika hadiah totalnya pun nyaris mencapai 15 juta rupiah yang tentu saja dibanjiri lebih dari 100 peserta. Inilah yang akan saya bagikan sebagai pengalaman berharga. Saya gembira sebab panitia telah membekali formulir penilaian dengan kriteri dan rentang skor sebagai peedoman. Asyik betul nih, pikir saya.

Catatan tentang kesalahan

Ada beberapa hal yang bisa saya sampaikan kepada BBC-Mania sebagai catatan setelah saya tuntas melakukan penjurian. Selain pelanggaran teknis, tak sedikit peserta yang melanggar konten. Pelanggaran teknis meliputi syarat-syarat yang tidak bisa dipenuhi sehingga mau tak mau saya usulkan untuk didiskualifikasi.

Ketentuan teknis misalnya jumlah kata yang tidak mencukupi sesuai batas minimal, “lupa” menyisipkan kata kunci yang disyaratkan, hingga salah atau bahkan tidak memberikan backlink sama sekali. Saya lupa bloger mana saja yang melakukan pelanggaran ini, yang jelas saya sarankan agar kesalahan ini tidak ditoleransi.

Sedangkan pelanggaran konten meliputi dua hal. Pertama, kesalahan peserta dalam memilih bahan untuk diulas. Jelas-jelas mereka diminta untuk mengulas aplikasi, tetapi masih ada peserta yang mengulas versi website. Ada pula yang memberikan review pada aplikasi versi lama yang mestinya ditinggalkan sebab penyelenggara ingin melakukan penyegaran.

Pelanggaran konten jenis kedua terjadi ketika peserta tidak mencantumkan semua informasi minimal yang sudah disyaratkan. Mirip ketiadaan kata kunci, masih ada kontestan yang mengabaikan detail tertentu padahal jelas diwajibkan ada dalam tubuh tulisan.

Mengabaikan pembaca

Selain itu, faktor yang cukup menentukan kemenangan adalah gaya penulisan yang dipilih oleh peserta lomba blog. Saya perhatikan masih banyak peserta yang menuliskan idenya dengan ala kadarnya alih-alih ada kadarnya. Tulisan inilah yang saya sebut dengan teks yang mengabaikan pembaca.

Pembaca ingin (dan perlu) mendapat hal-hal menarik, elaborasi yang segar dari ulasan sebagai alasan lomba ini digelar. Bahasa yang dipilih tidak harus yang tinggi dan ndakik-ndakik atau muluk-muluk sehingga sulit dipahami pembaca. Sebaliknya, narasinya perlu tersaji dengan padat, cermat, dan cergas.

Padat berarti ringkas tanpa bertele-tele dengan membeberkan hal-hal tak perlu. Cermat berarti paham cara menggunakan kata-kata yang enak, termasuk pemilihan diksi yang unik dan estetis sebagai hiburan bagi pembaca. Pada kata ‘cermat’ juga terkandung kejelian memeriksa agar tidak terjadi tipo atau salah ketik. Di sinilah perlunya belajar berbahasa yang baik dengan memanfaatkan kamus dan tesaurus. Adapun cergas berarti antarparagraf terjalin keterkaitan yang padu sebagai satu tulisan yang utuh, sebagai bangunan ide yang kokoh.

Informasi yang basi

Termasuk pasal pengabaian terhadap pembaca adalah asal dalam meramu judul dan angle (sudut pandang) tulisan. Mentang-mentang ini lomba mengulas (review), peserta begitu saja menyesaki blog post-nya dengan ulasan yang menjemukan padahal keterangan atau informasi ini bisa didapatkan dengan mudah di portal resmi penyelenggara.

Akhirnya info-info itu sekadar menjadi pelengkap konten yang bisa dibilang basi sebab tidak memiliki kebaruan sama sekali. Seorang peserta, dalam hal ini pemenang utama, mampu menyuntik ulasan dengan kisah personal yang menarik. Peserta lomba, jika ingin menang, juga tidak perlu ragu untuk menambahkan data-data yang relevan untuk mendukung pendapatnya–tidak hanya mengandalkan press release atau keterangan resmi penyelenggara yang mungkin kaku.

Sebagai juri, saya ingin melihat tulisan-tulisan yang berani berbeda. Artinya peserta berani menyatakan pendapat dan masalah yang dia alamai lalu menyajikannya dengan runtut tanpa kehilangan energi saat menceritakannya. Agar pembaca terbawa, ikut menyelami dalam empati yang sama, sebagai pelanggan atau calon pelanggan yang mungkin ingin meningkatkan pengalaman dalam mengakses layanan yang lebih tinggi.

Karena juri adalah pembaca pertama dalam lomba, maka sudah sewajarnya peserta memuaskan seleranya dengan sajian bermutu dengan menu-menu yang bukan hanya mengenyangkan dengan tampilan visual yang memikat tapi juga menawarkan sensasi kenikmatan yang bertahan lama. Setidaknya itulah pengalaman saya sebagai juri lomba yang bisa saya catat untuk pembaca.

Semoga bermanfaat.

Advertisement

14 Comments

  1. Sekali2 komen organik ah di blog-nya om rudi, bukan cuma baca doang. Hehe.
    Terima kasih om infonya. Share2 lagi dong. Lagi suka baca2 yang tips lomba dan penulisan/bahasa. 😀

    Like

  2. Rentetan pengalaman ini bakal jadi pelajaran berharga sih buat blogger yang doyan ikut lomba agar kedepannya bisa menciptakan konten yang lebih baik lagi. Gak hanya konten yang baik, tetapi juga konten yang memenuhi syarat dan ketentuan lomba.

    Like

  3. Saya setuju kalo juri lomba blog emang mencari tulisan yg berbeda sudut pandangnya. Saya sudah mencoba hal tersebut dan berhasil juara. Makasih mas Rudi sudah memaparkan pengalamannya.

    Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s