Pertemuan Selepas Jumatan: Pak Guru Sedang Terburu

guru

“Pokoknya aku mau pindah. Sabtu nanti sudah di sekolah baru.” Sambil sesenggukan Rumi mengutarakan keinginannya pindah sekolah lantaran mengaku terkena perundungan. Cukup sulit kami memahami kronologi ceritanya, sesulit memvalidasi soal dugaan perundungan tersebut. Kamis malam itu ia terus meminta pindah, sedangkan esok Jumat adalah tanggal merah, dan Sabtu ingin pindah ke sekolah lain tak jauh dari sekolahnya kini.

Terkejut dan sedih tentu saja mendengar penuturannya, apalagi disampaikan dengan sangat emosional. Selain berusaha menghiburnya, cara paling mudah yang terbayang di benak saya adalah meminta pendapat dari pihak yang kompeten. Jumat pagi Rumi akhirnya sedikit lega dan mendadak berniat belajar bermain gitar. Maka tanpa menunggu lagi, saya janjikan untuk mengunjungi seorang guru yang pandai bermain musik di kompleks sebelah. Istri beliau kebetulan adalah kepala sekolah tempat Rumi menimba ilmu.

Reuni mini dan konsultasi

Kloplah, sambil reuni dengan pak guru itu, saya bisa berkonsultasi soal dugaan perisakan yang Rumi alami. Saya sebut reuni sebab saya memang telah lama mengenal pak guru tersebut. Sejak SMA kelas 2 saya belajar pembacaan puisi dan permainan teater dari beliau. Beliau saat itu adalah guru GTT alias guru tidak tetap yang menyambi mengajar di sekolah kami. Banyak siswa yang dekat dan sering curhat kepadanya soal banyak hal.

Kendati sudah pindah dan tinggal di kota yang sama, bahkan satu kecamatan, namun bukan perkara mudah untuk menemuinya. Lantaran sibuk di dinas pendidikan, ditambah tahun lalu beliau berhaji, praktis saya kesulitan mencari waktu untuk bercengkerama seperti dahulu. Tahun ini beliau pensiun dan lebih banyak waktu di rumah walau masih dipercaya mengelola koperasi pegawai di tempat dulu.

Tak terduga

Jadi boleh dibilang cara saya untuk menemukan beliau relatif effortless karena jarak dan tempat bukan lagi kendala. Pagi itu saya bertekad untuk menghampiri beliau di masjid tempat ia biasanya shalat Jumat. Selama ini pesan lewat WA atau telepon jarang ditanggapi, mungkin lantaran kesibukan. Saya berjodoh. Siang itu ketika jemaah mulai bubar meninggalkan masjid, saya menangkap sosok yang kian berumur—walau masih sangat sehat—tengah berjalan perlahan menuju gang rumahnya.

Saya sapa dan beliau terkaget. Karena beliau sedang terburu untuk mengikuti acara jam 12.30, saya langsung utarakan maksud saya untuk berkunjung hari itu juga. Beliau mempersilakan kami datang selepas Isya di hari yang sama. Alhamdulillah, setidaknya Rumi tak akan galau lagi sebab kami bakal dapat masukan soal keluhannya di sekolah.

Malam hari kami diterima dengan hangat, layaknya keluarga sendiri. Istrinya, yang juga kepala sekolah terkait, mendengarkan curhat kami dengan serius. Kami datang bukan agar beliau melakukan tindakan terhadap guru kelas atau wali murid terduga perisak, melainkan meminta saran dan pandangan mengenai kejadian yang dialami Rumi. Rupanya percakapan kami malam itu membuatnya sedikit cair dan meraih semangat baru untuk bersekolah. Selain semangat dari kedua guru senior tersebut, mungkin ditambah rencana latihan Taekwondo hari Minggu esok.

Memori masa lalu

Kami gembira karena selain bisa mengadakan reuni mini juga bisa membesarkan hati Rumi. Pak guru itu memang bisa diandalkan sebab telah banyak makan asam garam kehidupan plus membaca buku. Mengerti betul beliau soal pendidikan anak. Lalu muncullah potongan memori masa lalu, tepatnya 18 tahun silam, ketika beliau membuat pernyataan terbuka bahwa ia siap dianggap sebagai pengganti ayah saya yang sudah tiada.

Saat pamit akan meninggalkan Lamongan menuju Semarang, saya dipersilakan meminta apa pun kepada beliau seandainya dibutuhkan. Saya terharu dan memeluknya sangat erat sambil berurai air mata. Tentu saja setelah itu saya tak mau begitu saja meminta apa pun meski sudah dipersilakan. Selain motivasi dan semangat selama kuliah, hal penting yang kuingat adalah bantuannya membayarkan biaya KKN ketika aku sangat membutuhkan. Tanpa babibu, beliau mengirimkannya tanpa imbalan apa pun.

Buku bermakna

Pengalaman belasan tahun lalu itu tak pernah lekang oleh waktu. Tak ada yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikan dan jasanya. Menginap di rumahnya, bersama empat teman lain, sudah begitu biasa semasa SMA. Dari beliau saya belajar tentang keikhlasan, rasa syukur, kesetiaan, dan perjuangan. Selain tentu saja kecintaan pada sastra dan buku. Maka malam itu saya menawari beliau untuk menuliskan perjalanan hidupnya menjadi buku.

Saya kebetulan mengeloa bisnis penerbitan sehingga naskahnya bisa saya terbitkan sebagai memoar yang bisa dibagikan kepada kolega dan anak-anak muda Lamongan. Gayung bersambut. Ternyata beliau sudah berencana membagikan kumpulan kata bijak untuk rekan-rekannya. Kata pengantarnya bahkan sudah rampung dan sempat saya baca malam itu. Saya haturkan satu buku contoh sebagai model bagi beliau untuk menulis. Saya bebaskan gaya dan apa saja yang akan disampaikan.

Terima kasih, Bapak. Terima kasih ISB yang telah memantik memori saya untuk menuliskan sosoknya kembali.

 

2 Comments

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s