Mbamon, panggilan saya buat Monica Anggen, bloger yang juga penulis produktif suatu sore mengejutkan grup WA dengan pertanyaan, “Apa ada yang butuh motivasi nulis buku?” yang segera disambut dengan respons positif dari sejumlah anggota grup. Pertanyaan ini sebenarnya terbilang klise karena sering dilontarkan. Di grup yang saya ikuti itu, beberapa member merupakan bloger yang sudah punya sekian judul buku sehingga motivasi menulis sebetulnya sering digaungkan.
Sore itu motivasi menulis yang selama ini loyo seolah menemukan momentumnya. Begitu Mbamon membagikan screenshot pemindahbukuan uang sebesar 8 jutaan ke dalam rekeningnya, suasa WA mendadak heboh. Masing-masing anggota lantas tergerak berkomentar tentang nominal uang yang baru saja ditunjukkan. Saat tahu bahwa itu nilai royalti dari sebuah buku anak yang diterbitkan nyaris 10 tahun lalu, grup pun semakin gempar.
Rezeki tak terduga
Tak ada yang menduga uang sebanyak itu akan dipanen dari satu judul buku yang bahkan mungkin sudah terlupakan oleh penulisnya. Apalagi di saat pandemi begini, royalti mendekati 10 juta tentulah angka yang wow untuk dimanfaatkan selama wabah—ketika ekonomi lesu dan proyek atau job rasanya makin menjauh. Namun begitulah keajaiban bekerja; ini tak lain adalah buah dari keuletan dan kerja keras, yakni ketika menuntaskan penulisan buku itu yang di kemudian hari menyumbangkan suntikan rezeki tak terduga.
Percakapan sore itu membuat saya berpikir untuk mengingatkan pembaca dan siapa saja yang ingin menulis buku tetapi selalu kalah oleh kemalasan. Fragmen sore itu sangat tepat untuk melecut semangat mereka yang bermimpi jadi penulis buku tetapi terus menunda hingga lupa pada aspirasi hidupnya.
1 | Royalti
Seperti kejutan yang dikabarkan Mbamon pada pengantar tulisan ini, royalti bisa dianggap sebagai salah satu motivasi ketika menulis buku. Terserah apakah ia motivasi utama atau sampingan, yang jelas royalti sangat bermanfaat—apalagi di tengah wabah yang tak kunjung reda sekarang. Siapa pun orangnya, rezeki berupa uang saya yakin tak akan ditolak. Kalau uang cukup banyak sudah di tangan, pemanfaatannya bebas: untuk memenuhi kebutuhan keluarga, beli barang yang diimpikan, dan tentu saja untuk membantu orang.
2 | Tebar inspirasi
Lebih dari angka-angka di atas kertas atau saldo di rekening bank, motivasi berikutnya jauh lebih intangible. Setiap penulis ingin menuangkan ide atau pemikirannya agar tersebar luas sehingga pembaca bisa memetik manfaatnya. Setiap orang punya himpunan pengalaman unik atau cara pandang tertentu yang bisa dibagikan kepada orang lain. Kadang pengalaman atau gagasan itu tampak sederhana, tetapi saat dituliskan menjadi naskah utuh, dikemas menjadi buku yang padu, pembaca justru dapat menemukan insight baru atau pelajaran yang mungkin tak disadari penulis. Motivasi untuk menebarkan inspirasi lewat buku tak bisa dipandang sebelah mata.

3 | Terapi antistres
Ketika ide atau unek-unek sukses dituliskan, ada ‘beban’ yang sedikit terangkat. Menulis buku bisa menjadi sarana terapi antistres karena hal-hal yang tak mungkin diceritakan secara lisan bisa dituliskan dengan gamblang. Entah curhat berupa pengalaman pahit, atau gagasan besar yang berpotensi mengubah dunia, menuliskannya bisa membantu menciptakan kelegaan. Selama proses menulis, sering kali penulis melakukan riset untuk melengkapi atau mendalami materi. Aktivitas ini kadang melibatkan kunjungan ke suatu tempat yang bisa menjadi sarana rekreatif. Intinya, memindahkan apa yang ada di pikiran ke dalam tulisan akan menciptakan ruang baru dalam otak dan hati sehingga bisa diisi dengan pengalaman baru.
4 | Credit point
Motivasi menulis buku berikutnya saya rasa tak asing bagi kita. Ketika indie publishing merebak, banyak orang berbondong-bondong menerbitkan karya mereka. Guru, praktisi, atau kalangan profesional lain menemukan wadah yang tepat untuk memublikasikan karya mereka dalam bentuk buku dengan cepat tanpa melalui redaksi penerbit mayor yang berliku. Mana pun jalur yang ditempuh, buku-buku yang berhasil diterbitkan akan menjadi nilai plus atau credit point bagi penulisnya. Karya cetak tersebut dapat membantu meningkatkan karier atau mengerek pangkat yang relevan dengan bidang penulis.
5 | Portofolio
Jangan lupa bahwa buku-buku yang telah diterbitkan bisa menjadi portofolio untuk memperkuat kompetensi profesional atau meningkatkan kepercayaan diri kita dalam kehidupan sosial. Setiap judul yang berhasil kita terbitkan akan menjadi koleksi penting guna mendongkrak peluang di masa mendatang. Berkat buku yang kita tulis, sangat mungkin kita akan diundang untuk berbicara di forum atau mengisi seminar. Karya kreatif berupa buku juga mengukuhkan kepakaran kita kalau kita tulis berdasarkan keilmuan yang valid. Dari buku-buku itu pintu peluang dapat terbuka lebar, termasuk kesempatan menuliskan pengalaman orang lain dengan bayaran tertentu seperti biografi atau menjadi ghost writer.
Mungkin masih banyak motivasi lain seseorang untuk menulis buku. Semua sah asalkan punya dampak positif terhadap diri penulis dan lingkungan sosialnya. Entah demi kepentingan ekonomi atau privilese dan gengsi, menulis buku punya daya tarik tersendiri dan manfaat yang mungkin tidak kita sadari. Yang jauh lebih penting, buku-buku yang kita tulis akan menjadi aset produktif, yaitu investasi tak terbatas waktu karena potensi yang terkandung di dalamnya. Ia bisa hidup melebihi usia kita—bebas menginspirasi generasi lintas zaman. Ia punya jalan nasib sendiri yang telah terbukti sebagaimana kasus yang Mbamon alami.
Setelah tahu motivasi menulis buku, apakah BBC Mania masih malas merapikan naskah dan menuntaskan penulisan buku? Menikmati peran sebagai full-time blogger tak masalah asalkan meluangkan waktu untuk mewujudkan impian menjadi penulis buku. Ini sih nasihat untuk saya pribadi, hehe…. Yang penting mulai sekarang juga dan sabar menjalani proses. Siap?
Inspiratif, terimakasih tulisannya mas
LikeLike
Terima kasih sudah berkunjung, sama-sama. Semoga bermanfaat.
LikeLike
hal yang bikin lama mau menerbitkan buku adalah kadang gak pede terusan edit sendiri sana sini dan berunjuk lempar laptop eh, nggak ding! Memang setelah penerbitan buku Indie saya 2 tahun lalu dan susah gegara udah keluarin duit, saya harus berjibaku jualan sendiri hahaha yaah gak mau mengulangi hal itu dan cari penerbit yang benar2 ada fasilitas promosi juga sekalipun indie atau masuk mayor sekalian dah biar gak mumet amat!
LikeLiked by 1 person
Coba mulai berburu penerbit mayor, Mbak. Siapa tahu ada yang bisa tembus. COba kirim beberapa naskah ke penerbit berbeda. Atau modifikasi yang pernah ditolak untuk diajukan ke penerbit lain, Pokoknya naskah yang pernah ditulis tuh modal banget, jangan dibuang. Termasuk buku yang pernah diterbitkan secara indie, bisa banget diajukan ke penerbit mayor. Penerbitan indie memang begitu, Mbak, keuntungan besar tapi ya kudu kreatif jualan sendiri.
LikeLike
lupa perjanjiannya apa sama penerbit indie kemarin boleh di lempar ke penerbit lainnya apa nggak? Jelasnya mau memanfaatkan penerbit2 dibawah naungan gramedia yang katanya bisa kirim naskah dengan unggah lewat website mereka aja. Bahkan bisa pilih maksimal 3 penerbit untuk nantinya di ajukan dan dinilai lebih lanjut bisa diterbitkan atau tidak.
LikeLike
Coba diperiksa lagi, Mbak. Kalau ga ada masalah, bisa dikirim ke penerbit mayor aja. Iya memang Gramedia sekarang makin memudahkan, bisa unggah naskah langsung. Buruan, jangan tunggu lagi. Tar pas pandemi selesai, bukunya siap cetak deh, hehe.
LikeLike
siaaap hehe jadi semangat
LikeLiked by 1 person
Nah itu baru mantab! Semoga dilancarkan dan laris bukunya ya….
LikeLike
Royalti memang sangat menggiurkan. Sejak ikut beberapa kelas nulis, saya mendapat informasi bahkan ada 1 judul buku yang penulisnya mendapat royalti sampai ratusan juta, bisa umroh, haji dan bangun rumah dari menulis. Rasanya uwow banget waktu mengetahuinya dan tentu berharap dapat merasakan royalti juga suatu saat. Tulisan ini penting dibaca semua penulis pemula yang kalau nulis masih suka goyang dangdut maju mundur nggak selesai-selesai kayak saya hehe. Terima kasih ya.
LikeLiked by 1 person
Iya memang royalti buku bisa ratusan sampai miliaran. Tere Liye konon sekali terima transferan ya sampai miliaran, heh. Menggiurkan kan? Makanya jangan tunggu lagi, kalau ada ide, segera eksekusi jadi naskah buku. Enggak tahu nasib buku itu bakal sampe mana, entah jd laris atau malah jadi film. Semoga kecipratan royalti besar itu 🙂
LikeLike
Tulisan yg inspiratif!
Menulis itu latihan disiplin. Tak boleh nurut perintah otak yg kadang malas alias mager. Tangan dan jari harus punya otoritas sendiri. Menulis atau ketik tuts di mesin ketik/ komputer.
LikeLike
Betul banget, butuh kedisiplinan tinggi dan tak boleh menuruti kemalasan. Seorang Dee Lestari pun punya jadwal tetap untuk menulis, apalagi kita yang belum mapan. Lanjutkan dan jangan menyerah!
LikeLike
Wah…akupun ada di grup yg MbaMon menunjukkan royalty ber-juta². Keren yaa…
Mau sih nulis buku lagi, lagi melempem semangatnya. Malah ngeblog…
LikeLike
Ayo nulis lagi, Mbak Hani. Udah punya beberapa judul di penerbit mayor kan? Aku juga sedang melempem jadi terlecut ini ceritanya! 😀
LikeLiked by 1 person
Manfaat banget Om tulisannya. Jadi semangat nulis. Jujur aja lagi proses dengan penerbit indie, tapi kok jadi ragu mau lanjut dengan mereka setelah baca ini 🙈
LikeLike
Syukurlah kalau bermanfaat, sekaligus buat menyemangati diriku sendiri nih sebenarnya. Gapapa sih lanjut ma penerbit indie asal penggarapannya rapi dan bagus. Editing, cover dan sebagainya, nanti bisa diajukan ke penerbit mayor kalau respons pasar bagus. Seperti kenalan juga ada yang kayak gitu. Indie dulu, baru ke mayor untuk buku yang sama.
LikeLike
dududududu… pengalaman aku sudah menulis 2 buku, meski penerbitnya minor. tapi, ya ga semangat lagii deh. suka buntu. ehhh gak dilanjut. gak kepegang juga sama waktu. hehehe.
LikeLike
Coba digali lagi, coba lagi menulis sesuai minat jadi bisa enjoy dan mendalam. Semoga suatu hari ada rezeki nomplok dari buku yang ditulis!
LikeLike
aamiin. terima kasih
LikeLike
Huaaah bermimpi punya buku, sempet nulis draftnya, ikut pembimbingan nulis buku solo juga sama seseorang, tapi sudah aku lupakan karena sesuatu hal, hiks. Rasanya down banget lah. Sementara masih antologi aja dah. Hehe. Hmm, makasih banyak mas atas pelecutnya, jadi pengen buka tulisanku lagi deh hehe. Semoga filenya masih ada. Dan Semoga semesta mendukung :)) btw kukira royalti buku itu seuprit, ternyata kalo disimpan dalam waktu lama jadi banyak juga ya hehe. Yah bonus aja sih, yang penting bs bermanfaat melalui menulis salah satunya menulis buku.
LikeLike
Ayo Bu segera wujudkan punya buku solo. Mumpung belum banyak tanggungan, waktu bisa sengaja dlluangkan. File-file lama coba ditengok lagi, diperbarui dan ditingkatkan isinya. Siapa tahu bisa jadi best-seller kan?
LikeLike
Dari secuil judul bukuku yang diterbitkan penerbit mayor, hanya satu yang pakai sistem royalti. Masa itu masih banyak penerbit yang pakai sistem beli putus, dan penulis pemula sepertiku lebih senang model begitu. Model royalti bagus untuk jangka panjang, tapi dengan catatan penjualan bukunya bagus. Bukuku yang diterbitkan dengan sistem royalti dulu semakin lama semakin menurun penjualannya, jadi ya semakin ke sini malah semakin kecil. Hihihi.
Btw, sudah kangen banget pengen nulis buku lagi. Tapi sekarang musti pintar-pintar pilih segmen, sebab penerbit juga sudah sangat selektif pilih-pilih penulis. Pernah ngobrol sama editor salah satu penerbit di Jogja yang kebetulan sama-sama terlibat di satu event blogger, dia mengakui penerbit sekarang lebih suka sama penulis yang aktif di medsos dan tentunya punya follower banyak. Dan aku ngerasa nggak masuk kriteria itu, hihihi.
Apapun itu, masih punya impian nerbitin buku lagi. Tahun ini sepertinya belum, semoga tahun depan bisa. Amin. Mas Rudi juga, yuk!
LikeLike
Iya, Mas. Penulis pemula memang cenderung ambil jual putus karena langsung dapat duit. Biasanya juga menyadari karena belum punya pamor sebagai penulis mapan, jadi enggak ambil opsi royalti. Aku juga pernah nerbitin di penerbit mayor dan pakai royalti, penjualan lumayan sih tapi karena harga buku murah jadi ya nilai total ga banyak banget. Pernah juga jual putus, enak langsung dapet duit walau ga besar juga.
Kalau tren cari penulis dengan pengikut banyak, itu memang bukan rahasia lagi, Mas. Ya gimana jualan buku semakin sulit, banyak bajakan, jadi cari cara menaksir penjualan lewat potensi follower. Termasuk buku fiksi yang diadopsi dari Wattpad dengan penulis berbasis pembaca luas di portal itu. Pokoknya Mas Eko kudu nulis lagi Mas, sayang kemamapuannya dianggurkan. Ga laris gapapa–ngumpulin judul yang banyak. Kan udah banyak duit ini dari dividen haha 🙂
LikeLike
benar banget nih ke 5 point ini, minimal jadi acuan bagi diri sendiri untuk terus mengasah kemampuan nulisnya. thx kak motiv nya
LikeLike
Ayo, Mas, lecut diri untuk menuliskan pengalaman atau keilmuan yang bisa bermanfaat buat pembaca. Sekalian berbagi, sekalian dapat untung secara ekoonomi.
LikeLike
Aku sampe sekarang masih gak bisa nulis utk buku, masih kaku hehe
jadinya ya nulis blog aja deh yg santai.
Tp salut bgt sama penulis2 buku seperti mbak mon yg terus berprestasi, rajin menulis buku
LikeLike
Coba aja sekarang, Mel. Mulai menyusun draft, bikin kerangkanya tiap bab mau cerita apa aja. Kalau udah bisa ngeblog, menurutku tinggal nulis aja sih, sama nanti dipoles bahasanya. Budhalkan!
LikeLike
Siap! Alhamdulillah, sedang bersemangat menulis buku nih, mas.
Aku sedang menanti kapan ya, dapat curahan ilmu dari mas rudi
LikeLiked by 1 person
Mantab Kakak ini, produktif ya nulis juga di Kwikku. Lanjutkan, semoga dilirik penerbit mayor dan laris manis ya Mbak.
LikeLike
Aku juga mengikuti chat mbak mon tentang royalti untuk buku, namun tetap blom bisa full waktunya fokus menulis, sehingga ya gitu lah, menulis sekedar hobby dan diluangkan diwaktu senggang saja… tapi tetap saya bahagia bisa menulis walau belum berbentuk buku 🙂
LikeLike
Gapapa, untuk sementara menulis sesuai waktu luang. Bisa dicicil Kak materi per bab di buku catatan atau ponsel. Mungkin berupa kerangka per bab untuk dikembangkan pas ada waktu senggang. Apa pun itu, semoga hobinya bermanfaat dan dilancarkan.
LikeLike
Terima kasih motivasinya mbak!
Aku dari dulu pengen banget bikin novel, tapi nggak jalan-jalan sampai sekarang. Hahahha..
Memang ya, untuk menulis sebuah buku nggak cukup dengan motivasi saja, tapi juga harus segera menulis.
LikeLike
Betul tuh, jangan cuma bermimpi, segera eksekusi. Mulai dari bikin kerangka lalu kembangkan jadi tulisan pelan-pelan. Insyaallah lama-lama jadi, asal ga malas hehe…..
LikeLike
tantangan paling besar untuk saya pribadi adalah konsistensi kak… pengen punya goal dari apa yang saya tekuni, tapi selalu terpengaruh oleh lingkungan terutama keluarga.
Semoga bisa makin konsisten menulis, khususnya sebagai blogger. Semoga nantinya bisa merambah ke buku ya…
LikeLike
Siapa pun, bahkan penulis mapan, memang menghadapi tantangan konsistensi, Kak. Ga bisa cuma gaspol di awal lalu loyo dan malas. Jangan sampai terbawa angin kemalasan atau aura negatif teman, tapi kudu semangat menggoreskan kata-kata, entah blogging atau menulis buku. Semogaa terwujudu ya!
LikeLike
Kalau aku sih murni pengen berbagi pengalaman, ilmu meski sedikit dan point of view. Jika kemudian itu berguna dan memberi value buat orang lain, alhamdulillah banget. Sayang ternyata aku malah lebih banyak maen dibanding nulis hahaha
LikeLike
Wah sayang banget kalau lebih banyak main; coba nanti mainnya dialihkan energinya buat menulis buku, bakalan cakep deh. Values yang dimiliki bisa ditransfer ke orang lain atau pembaca luas, semoga.
LikeLike
Nulis buku buat ngelepas stres….bagiku sih tergantung jenis buku yang ditulis, Mas 😀 Tapi yang jelas, kalo nulis malah bikin stres lebih baik tinggalin aja trus cari bidang lain.
Bukuku stagnan di angka 48. Entah kapan nambah lagi. Apalagi dengan kondisi pandemi yang bikin beberapa penerbit besar tempatku ngiyup mulai oleng.
LikeLike
Iya, Mbak Eno. Yang malah bikin stres, ditinggalin aja dulu, nunggu sampai pikiran benar-benar sehat. Saya doakan karya berikutnya segera menyusul ya Teh, dan laris manis setelah pandemi berhenti. Banyak berdoa semua nih.
LikeLike
aku belum pernah menulis buku, rasanya penasaran seperti apa ketika menulis buku dan ada editor yg mendampingi
LikeLike
Ayo wujudkan, Kak. Jangan ragu atau takut, kalau dah mencoba nanti tahu ketagihannya hehe. Apalagi pas nerima royalti hehe
LikeLike
Di group sebelah, beberapa waktu yang lalu, kami juga dibuat terpesona dengan besaran royalti yang diperoleh oleh seorang penulis. Masya Allah, sampai ratusan juta. Duh, gimana gak mupeng. Doakan saya biar bisa mengikuti jejak mba itu. Pengen juga merasakan lezatnya ratusan juta dari menulis.
LikeLike
Ya ampun beneran jadi inspirasi banget nih kak, apalagi aku yah hanya bisa nulis blog. Pun entahlah masih acak2an. Masih mimpi banget suatu saat bisa nulis buku. Apalagi kalau lihat royalti..ya ampun itu akan terus2an mengalir yah kak
LikeLiked by 1 person
Ngeblog bisa jadi pintu untuk menulis buku loh. Yang penting percaya diri dan terus berlatih. Paling penting, mencoba sesegera mungkin, biar terbiasa mengeksekusi ide menjadi naskah. Semoga nanti bisa menerbitkan buku ya, dapet royalti juga hehe.
LikeLike
Materi emang bisa menjadi salah satu motivasi untuk mencapai dan melakukan sesuatu. Tak terkecuali profesi sebagai penulis ini. Emang profesi ini kalau ditekuni bisa menjadi sesuatu yang menghasilkan sih, meski banyak penerbit yang belum bisa banyak menyejahterakan penulisnya.
LikeLike
Betul banget, dengan konsistensi dan inovasi kreatif, kita bisa menghasilkan buku yang laris di pasaran. Kalau penerbit mayor tak bisa diandalkan, kita bia melirik penerbit indie, Mas. Sekarang makin banyak jumlahnya dan harganya semakin terjangkau.
LikeLike
Mbak mon emang udah banyak karya bukunya ya mas. Best seller jg malahan.
Kadang pengen juga punya karya buku karena terinspirasi teman2 yg sudah lebih dulu mencetak karyanya. Tapi denger prosesnya yg harus kuat dg revisi dan deadline, duh melempem duluan 😀
LikeLike
Betul, emang dia awalnya adalah penulis terus banting setir jadi bloger jadi ga heran kalau bukunya udah lumayan juga jumlahnya. Ayo jangan ragu-ragu, segera bikin buku sekarang juga–bisa dimulai dengan menyusun draft atau kerangka dulu. Memang butuh proses dan kesabaran sih, enggak langsung jadi dan laris manis. Termasuk revisi dan tenggat yang ketat, tapi jangan melempem. Semangat! 😀
LikeLike
Aku inget banget chat chat seru di hari itu. Walau nggak banyak ngebalas, aku ter wow sekali. Terkeplak juga betapa selama ini menulis fiksi pun masih mentok di antologi. Malas sekali menyelesaikan tulisan panjang karena rasanya aku terlalu banyak alasan. Dan baca tulisan Abang. Lagi lagi bikin aku terkeplak. Duh, kuat dan tahan banting nggak ya aku ini?
LikeLike
Insyaallah bisa, yang penting jangn cepat menyerah dan segera memulai sesuai topik yang mudah. Beresin dulu naskah sederhana, baru beralih ke tema yang berat. Tipis tipis tak apa, yang penting rampung. Buku antologi sudah awal yang bagus, coba dilanjutkan ke buku solo dengan cerita lebih panjang. Memang sih problem semua penulis ya kemalasan, makanya penulis mapan ya bikin jadwal dan sekuat mungkin ditaati. Aku yakin kamu bisa, lanjutkan menulis dan perbanyak bacaan!
LikeLike
bener nih, kak, memang kudu cari jangkar yang kuat agar nulis buku juga gak macet. sekedar motivasi aja gak cukup, perlu komitmen kuat dan tau tujuan menulis ya 😀
LikeLike
Iya, Mbak Nab. Butuh komitmen kuat dan aksi nyata biar naskah rampung dan bisa dicetak jadi buku. Wujudkan, Kak!
LikeLike
Butuh konsentrasi dan konisitensi untuk bisa menulis sebuah buku. Sampai sekarang saya baru bisa nulis keroyokan atau antologi
LikeLike
Betul itu, Mas Daniel. Ga cuma kemauan dan niat, tapi kudu aksi dibarengi konsentrasi saat menggarap naskah. Ayo nulis buku sendiri, Mas. buat warisan anak cucu.
LikeLike
5 motivasi yang luar biasa, mimpi saya saat SMP salah satunya bisa menulis buku (fiksi/non fiksi). Sempat (suka) nulis cerpen, ikut project antalogi juga, tapi bikin draft utk full sebuah buku just by myself yang nulis, belum ada ide mau nulis apa (ini alasan klise dan klasik ya Mas?)
LikeLike
Ayo wujudkan sekarang Mbak mimpi itu, jangan sampai ditunda lagi. Bisa dimulai menyusun draft atau kerangka tiap bab. Buku yang ditulis sendirian tentu akan memberi kepuasan tersendiri, apalagi keuntungan penjualan ga perlu dibagi, hehe. Banyak kok yang bisa ditulis, misal seputar rumah tangga atau pengalaman membesarkan anak.
LikeLike
Alhamdulillah, sampai sekarang saya masih dapat transferan royalti dari buku yang bertahun lalu diterbitkan, kayak rezeki tidak terduga memang, pengen bisa menulis buku lagi, tapi masih berkutat dengan segala hambatan yang ada di diri sendiri
LikeLike
Nah, kan terbukti bahwa menulis buku menghasilkan keuntungan berupa materi. Tak perlu ragu ya Mbak untuk mengeksekusi ide jadi buku karena banyak manfaatnya. Rezeki tak terduga, betul banget–saya juga pernah dapet royalti walaupun dikit tapi cukup terkejut hehe. Saya pun ketagihan mau nerbitin lagi ah.
LikeLike
duhhh saya sudah 2 tahun vakum menulis buku, ide ada tapi waktu yang belum keturutan buat bisa tenang menulis lagi. Apalagi kerjaan utama sedang menumpuk banget dikala pandemi
LikeLike
Ayo nulis lagi, bikin lagi buku yang cetar Kak. Lumayan kan sekalian terapi unek-unek dan dapet royalti hehe. Cetak sendiri ala indie malah lebih gede untungnya. Semoga kesibukannya segera berkurang jadi bisa menulis lagi buku berikutnya.
LikeLike
Terima kasih mas rudi..
Aku jadi termotivasi lagi..
Meneruskan naskah yang sudah tak terjamah selama setahun
LikeLiked by 1 person
Ayo, Mbak Dian. Tulis lagi, panen lagi hehe. Lebih penting lagi, bisa berbagi ilmu buat pembaca ya kan?
LikeLike
terima kasih sharingnya pakde, jadi terinspirasi pengen banget menulis sebuah buku dari kisah nyata, tapi proses membuatnya itu masih bingung harus mulai dari mana, mungkin ad tutorial sederhana gimana awal sampai akhir proses untuk menulis buku?
LikeLike
Langkah awal: tentukan topik atau tema yang akan diangkat, Mas. Kalau sudah punya tema besar, coba dikerucutkan mau bahas bagian mana. Lalu susun apa saja yang mau ditulis per bab. Terus tulis deh bab demi bab sampai tuntas.
LikeLike
Duuuuh aku jadi beneran terasa makjleb baca ini
Dari dulu mimpi pengen punya buku solo
Tapi maju mundur cantik nulisnya
Update blog aja males
Gimana mo nulis buku hiks
Makasi motivasinya ya mas
LikeLike
Ayo, Mbak Arni. Bisalah nulis buku traveling atau parenting. Mayan kan dapat royalti. Nulisnya dicicil, hehe
LikeLike
MbakMon emang kereeen ya.
woow banget deh itu nilai royaltinya, apalagi disaat seperti sekarang ini.
semoga kita juga bisa kecipratan suksesnya, sharingnya bisa jadi motivasi yang kuat juga biar kita bisa menghasilkan juga.
LikeLike
Memang, inspiratif ya, yuk kita susul dia! Siapa tahu kita bisa melesat juga dengan karya unik dan produktif.
LikeLike
Aku salah satu yang kaget juga dengan nominal 8jt itu krn sungguh nggak disangka2 gt ya kak, dulu waktu smp semangat bgt pengin jadi penulis, skearang rasanya apa2 harus sempurna dan bagus pdhl menulis itu proses. Bismillah mulai lagi deh 🙂
LikeLike
Iya, problem utama penulis amatir kayak saya emang pengin bagus aja pas pertama berkarya padahal itu kan mustahil kecuali udah berbakat banget, hehe. Penulis hebat ya awalnya menghasilkan banyak karya lain sebelum menemukan buku laris mereka. Yuk belajar dan wujudkan!
LikeLike
Duh enaknya ya kak, dibalik angka-angka royalti itu aku yakin ada usaha yang gak gampang. Dari dulu pengen banget bisa belajar nulis buku. eh malah akhirnya fokus di Blog
LikeLike
Benar banget, Kak Ria. Ada upaya yang dikerjakan sebelumnya, penuh dengan ketekunan dan pengorbanan. Yuk memublikasikan blog jadi buku!
LikeLike