Kalau diajukan pertanyaan tentang rezeki, kebanyakan orang akan meminta nominal yang banyak. Ini terlihat dari doa-doa yang orang panjatkan atau keinginan yang ingin diwujudkan, yakni memiliki banyak uang. Simak saja ketika potongan video Yusuf Mansur yang mengandung kebutuhan akan uang 1 triliun, maka tak butuh waktu lama status-status di medsos dibanjiri dengan keinginan warganet untuk punya duit berjibun—kalau bisa dalam waktu cepat.
Tentang doa rezeki berlimpah ini, saya jadi terkenang pada kunjungan ke SMA pada awal 2020, sebulan sebelum Covid-19 menyerang seluruh dunia. Kala itu saya menawarkan lokakarya mini untuk adik-adik tentang pemanfaatan dunia digital untuk mendulang cuan.
Bukan nominal, tapi perenial
Singkat kata respons positif saya dapatkan, tinggal proposal yang perlu saya ajukan sebab saat itu saya baru sampaikan maksud secara lisan. Ketika berpamitan, guru yang membidangi acara melepas saya dengan doa agar saya dilimpahi rezeki yang banyak.
“Yang cukup saja, Pak!” spontan saya menjawab sambil mencium tangan dalam senyuman di halaman pfarkiran. Setelah direnungkan sejenak, saya seolah sudah berlaku kemaki atau sok dengan menolak doa agar saya dibanjiri harta.
Bukan tak mau punya duit atau harta banyak tentu saja, tapi pengalaman saya pribadi sejauh ini ketika punya duit agak banyak malah cenderung perhitungan dan bahkan pelit. Misalnya saat mendapat hadiah uang tunai Rp10 juta belum lama ini.

Alih-alih bersyukur, saya malah berusaha mencari-cari alasan untuk menghabiskan uang tanpa dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Kalaupun akhirnya dibagi, jumlahnya tidak signifikan. Saldo di rekening berkurang tapi seolah tak berkesan.
Saya merasa belum berada di kelas kepantasan untuk menerima uang atau harta banyak, atau malah memang tidak punya DNA untuk berada di deretan kalangan the affluent atau orang-orang tajir sebab kapasitas saya yang masih nggragas.
Menjadi kaya memang bahagia sebab banyak hal bisa terpenuhi, termasuk peluang berbagi jadi semakin terbuka. Namun tak sedikit juga orang kaya yang hidupnya malah serbadibatasi karena alasan itu ini dan hartanya selalu habis entah ke mana tanpa bekas untuk berbagi kepada sesama.
Saya khawatir kewalahan menerima atau mengelolanya sebab selama ini sudah sangat fokus pada doa tiga aspirasi yang diajarkan Nabi setiap menyambut pagi.
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.” [HR. Ibnu Maja].
Sebagaimana doa di atas, saya ingin mengejar dan meminta kecukupan rezeki yang baik saja alih-alih mengincar nominal belaka. Alhamdulillah selama ini doa saya bersambut positif. Saya selalu puas dengan cara Allah menjawab doa-doa tentang rezeki yang dicukupkan.
Saya menyebutnya rezeki perenial, yakni rezeki yang dialirkan secara terus-menerus, tepat pada momen saya membutuhkannya. Bukankah percuma punya uang atau harta sangat banyak tetapi tak bisa dimanfaatkan ketika kita butuhkan dengan berbagai alasan? Jadi fokus saya bukan nominal, melainkan perenial.
Tiga cara agar rezeki dicukupkan
Rahasianya ada beberapa cara yang sudah saya praktikkan sendiri. Setidaknya ada tiga kiat yang bisa dicoba agar rezeki datang ketika kita butuhkan. Mungkin yang datang tidak selalu besar tetapi akumulasi dari sekian pencairan akhirnya cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan, terutama yang sangat mendesak.
1 | Santuni orangtua
Kalau ini saya yakin semua orang setuju. Jika masih punya orangtua, lebih-lebih ibu, jangan lupa menyisihkan rezeki untuk mereka. Mereka mungkin tak menghendaki rupiah kita tapi menerima pemberian dari anak tercinta, berapa pun nominalnya, sungguh sangat bernilai. It’s the thought that matters, kata orang Barat. Yang berharga adalah niat kita.
Dan betul, ketika harta atau uang kita infakkan untuk orangtua tercinta, sungguh pintu-pintu peluang senantiasa terbuka. Saat tak ada bayangan ada pembayaran dari mana, mendadak saya menang lomba, misalnya. Sudah banyak bukti yang saya rasakan betapa keridaan orangtua, lebih-lebih ibunda, turut mengalirkan cuan atau rezeki apa pun juga.

Ketika banyak tagihan dan keperluan, sungguh tak menduga bulan Desember 2021 saya diganjar hadiah uang tunai sebesar 10 juta rupiah berkat memenangi lomba bertajuk #LokalBRIcerita yang dihelat oleh Tribunnews dengan sponsor Bank Rakyat Indonesia tentang UKM lokal yang berdaya.
Bulan Maret 2022 saya kembali mendapat kabar gembira, juga dari Tribunnews sebagai penyelenggara dalam rangka ulang tahun ke-12 surat kabar ini. Kali ini temanya sedikit berbeda meskipun tetap berpijak pada kearifan lokal dengan mengangkat tajuk #AkuLokalAkuBangga.
Saya tak menampik bahwa mengirimkan tulisan terbaik menjadi bagian penting dari proses kemenanagan, tetapi keunggulan lain nonteknis sangat saya yakini berasal dari keridaan ibu saya. Walau sedikit yang saya bagikan, cinta kasih orangtua akan menembus langit, mengundang keridaan Allah untuk menurunkan rezeki saat kita membutuhkannya.
Ada saja momen-momen kejutan yang datang, misalnya menang lomba berhadiah jutaan rupiah yanag saya sebutkan, dapat content placement yang pembayarannya seketika, atau job order desain buku yang lama absen lalu mendadak ada.
2 | Sedekah subuh
Pernah dengar tentang sedekah pada waktu Subuh? Saya mulai berusaha konsisten melakukannya sejak mendengar ceramah Syaikh Ali Jaber. Istikamah sedekah sebelum matahari terbit tak ayal lagi membuka pintu rezeki yang tak terduga. Bahkan bukan cuma rezeki belaka, apa pun yang menjadi hajat kita bisa ditangani dengan sedekah subuh.
Maka ketika Mbak Nurul Rahma bloger Surabaya mengajak saya meramaikan gerakan infak.in dengan ikhtiar agar kontinu bersedekah di pagi hari, saya tak berpikir dua kali. Saya telah membuktikannya ketika ada keluhan kesehatan dan keluhan itu perlahan hilang seiring dengan konsistensi bederma pagi. Pastilah Allah yang menghapusnya lewat ikhtiar positif tersebut, insyaallah.

Sebelum menerima kabar kemenangan dalam lomba #LokalBRIcerita, saya sempat mengikuti kajian seorang ustaz di Masjid Namira. Tahu kan ini masjid yang sangat fenomenal di Lamongan karena selama Ramadan jemaah bisa beriktikaf dengan leluasa dan mendapat makanan berbuka dan sahur secara cuma-cuma.
Ustaz asal Madura ini agak berbeda karena menyampaikan materi dalam bentuk presentasi menggunakan PowerPoint. Kepada jemaah sang ustaz yang jenaka ini menantang untuk bisa konsisten bersedekah subuh selama 40 hari. Jika ada hari terlupa, maka bisa diakumulasi pada hari berikutnya.
Tantangan ini sya sambut karena menarik. Dan ketika mendekati hari ke-40, kabar hadiah Rp10 juta itu pun datang, membuat kami sekeluarga sujud penuh keharuan.
3 | Ucapkan salam ini
Mengucapkan salam bisa membuat rezeki dicukupkan? Saya telah mempraktikannya. Ijazah ini saya peroleh dari Gus Baha sebagai salah satu ustaz yang sering saya tonton di Youtube dan belakangan di TikTok. Beliau menganjurkan agar ketika memasuki rumah, terutama ketika sepi, kami mengucapkan:
“Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahisshaalihiin.”
Menurut penjelasan Gus Baha, siapa pun yang mengucapkan kalimat ini saat memasuki rumah, lebih-lebih ketika penghuni di dalam rentan tak menjawab, insyaallah akan dicukupkan dengan rezeki yang berkah. Ya tidak harus selalu dilakukan, bisa diucapkan secara lirih setelah mengucapkan salam seperti biasanya.
Saya sendiri sudah otomatis mengucapkan, apalagi yakin sepenuhnya bahwa muatan doanya sangat positif untuk kami sekeluarga. Pertama sebagai ikhtiar agar penghuni rumah jadi orang-orang saleh dan kedua agar dimudahkan hajat sesuai ketetapan Allah.

Itulah tiga cara yang mungkin bisa dilakukan untuk membuat agar rezeki kita dicukupkan sebagaimana yang sudah saya praktikkan. Soal realisasi, biarlah Allah yang menentukan. Tugas kita berusaha mengerjakan ikhtiar, jadi tidak cuma berpangku tangan dengan mengandalkan ketiga cara yang telah saya uraikan.